Share

Syukuran

Azan Ashar aku sudah sampai di rumah, kembali dari kerja shift pagi. Kemarin aku sudah izin pada Ibu dan Ayah untuk menghadiri pengajian di rumah Saina.

"Harum sekali, Ibu buat apa?" tanyaku.

"Ibu buat brownis, pastel sama lemper. Nanti di bawa ya, lumayan buat cemilan setelah pengajian."

"Makasih Bu, Ibu memang ter-the best." 

Aku memeluk Ibu yang tengah menata pastel kedalam Tupper w***. 

"Sampaikan maaf Ibu gak bisa hadir, Ibu harus jaga sepupu mu, tante kan masih jaga mertuanya di Runah Sakit."

"Iya, Bu. Nanti Geeza sampaikan."

Selesai membuat kue untuk dibawa ke pengajian, Ibu memasak untuk makan malam kami.

Ibu sudah pergi ke rumah tante di antar Ayah, sekarang tinggal aku dan Abang yang stay di rumah.

Dreeet ... dreettt ...

Sebuah pesan masuk di aplikasi berwarna hijau milikku.

"[Assalamualaikum, Ageeza siap-siap ya, aku jemput. Sekarang on the way.]"

Ternyata pesan dari Mas Faiz.

"[Waalaikumsalam, hati-hati di jalan Mas.]"

Aku sudah berunding dengan Bang Gaza soal jadi model katalog, Abang kurang suka. Sesekali saja boleh tapi jangan dijadikan profesi, "kata Abang." 

Aku nurut saja, kalau keluarga gak mendukung ngapain juga.

Waktu menunjukan jam lima sore, suara klakson mobil terdengar dari halaman. Sudah pasti Mas Faiz, aku dibantu Abang membawa cemilan buatan Ibu keteras.

"Assalamualaikum, Bang," sapa Bang Faiz.

"Waalaikumsalam, ini ada sedikit cemilan buatan Ibu Mas. Maaf Ibu gak bisa hadir, Ibu sama Ayah sedang ada perlu ke rumah," sahut Abang.

"Gak apa-apa, Bang, jadi merepotkan Ibu begini."

Box makanan ditata rapi di jok belakang, aku duduk di depan bersama Mas Faiz.

"Abang jemput jam berapa, Dek?" tanya Abang.

"Gak usah Bang, jangan khawatir nanti Ageeza aku antar pulang."

"Oke kalau begitu, makasih ya! Hati-hati di jalan! Selow aja gak usah ngebut."

Kami sampai di rumah tepat Azan Magrib. Bude Aruna sudah menyambut di depan pintu.

"Terima kasih Suster sudah mau datang." 

Bude memelukku lalu aku mencium tangan bude takzim.

"Bude gak usah panggil Suster ini kan bukan di Rumah Sakit, panggil namaku saja."

"Ini kak, Ibunya Ageeza bikinin kue segala. Faiz jadi gak enak."

"Lumayan buat cemilan Bude, Ibu minta maaf gak bisa hadir soalnya jaga sepupu di rumah Tante."

Sebelum pengajian di mulai kami memutuskan untuk Sholat Magrib di Mushola sambil menunggu jamaah pengajian yang lain datang.

'Masha Allah'' melihat Mas Faiz setelah berwudhu membuat aku terpesona. Rambutnya yang sedikit basah dengan sisa air wudhu yang tersisa di wajah tampannya. Subhanallah ciptaan Allah yang maha sempurna.

Pengajian dimulai, antara jemaah laki-laki dan perempuan dipisah. Aku duduk bersama Bude Aruna dan dua anak gadisnya, sementara Mas Faiz di sebrang sana bersama suami Bude Aruna dan jamaah lain.

Sesekali aku mendapati mata Mas Faiz mencuri pandang ke arahku, aku jadi grogi dan berusaha membuang pandangan ke tempat lain.

Setelah pengajian selesai para jamaah menikmati jamuan dari tuan rumah.

"Kue buatan Ibu mbak Geeza enak ya Mah." 

"Iya sayang, ngomong-ngomong Mba Geeza punya pacar gak nih?" tanya bude Aruna.

"Hehe ... kenapa Bude tanya soal itu?" Aku malu.

"Ya kalau jomblo, 'kan Faiz ada kesempatan deketin mbak Geeza," celetuknya.

"Hah ...." Aku bingung dengan pertanyaan Bude. "Bude, aku kan jadi gak enak."

"Kenapa? Santai aja. Jujur, Arumi dan Bude suka sama Geeza. Kalau Allah mengizinkan kami ingin Faiz berjodoh dengan mbak," ucap Bude Aruna.

"Uhuk ... uhuk." 

Aku tersedak, dengan sigap Mas Faiz membawa segelas air putih untukku dari sebrang sana.

"Pelan-pelan makannya," ucap Mas Faiz sambil menepuk pelan punggung ku. Dari kejauhan terlihat Bude tersenyum kearah kami.

"Tuh kan, Kakak bilang apa. Kalian serasi sekali."

"Kakak!! Jangan bikin Faiz malu deh."

"Sudah saat nya kamu buka hati, Iz!" Bude melirik Mas Faiz sambil berlalu membawa nampan berisi piring kotor.

"Aku boleh pulang sekarang Mas?"

"Jadi gak enak, gak usah diambil hati kata-kata Kak Aruna. Dia dan Arumi memang pengen aku cepet-cepet dapat pasangan."

"Wajarlah Mas, mereka pasti ingin yang terbaik agar Mas bahagia."

Handphone Mas Faiz berdering ternyata panggilan dari Kak Arumi. Senang sekali mendengar perkembangan kondisi Saina yang perlahan membaik.

Tetiba Mas Faiz mendekat dan mengubah mode panggilan ke vidio call.

"Suster Ageeza juga ikut pengajian, Rum!"

"Alhamdulillah, terima kasih Suster sudah ikut mendoakan Saina," ucap kak Arumi dilayar pipih.

"Sama-sama, Kak, bagaimana kabar Kakak dan Bang Sakti sehat kan?"

"Alhamdulillah, Suster, kami baik."

"Udah Rum, Kakak mau anter Suster Ageeza pulang nanti kemalaman."

"Oke, Kak, hati-hati di jalan ya ... Assalamualaikum," pamit kak Arumi.

"Walaikumsallam."

Setelah berpamitan pada keluarga Mas Faiz, aku di antarkan pulang. Bude mengisi kembali tupper wa** milik Ibu dengan makanan buatannya, padahal sudah di larang tapi bude memaksa.

"Kata Arumi" Sekarang rambut Saina mulai rontok. "Aku gak tahu harus bawa dia berobat kemana lagi," keluh Mas Faiz

"Bukankah di Singapura itu Rumah Sakit bagus, Mas? Banyak orang kanker sembuh, berobat dari sana."

"Saina anak kecil, apa mungkin dia terus bertahan?"

"Kita berdo'a terus Mas jangan pernah putus, masalah hasilnya kita pasrahkan pada Allah."

"Terima kasih Geeza," ucap Mas Faiz.  

Pandagan Mas Faiz lurus ke depan sambil mengendalikan kemudi tanpa melihat ke arahku sedikitpun.

Abang sudah mondar-mandir di teras, dia tidak akan tenang kalau adik gadis nya belum pulang.

"Assalamualsikum,Bang, maaf Bang pulangnya kemalaman." Mas Faiz menyimpan barang bawaanku di atas meja.

"Terima kasih sudah antar, Mas, Geeza masuk duluan ya." Mas Faiz mengangguk.

  "Bisa ngobrol sebentar, Mas?" tanya Bang Gaza.

"Boleh," dua laki-laki dewasa itu duduk di teras sementara aku langsung masuk ke kamar.

"Maaf Mas Ageeza tidak bisa mengambil job pemotretan selanjutnya, kemarin karena mepet aja, gak ada model pengganti."

"Gak masalah Bang, aku tidak memaksa. Nanti biar aku yang ngobrol sama Pak Bachir, Abang jangan khawatir."

"Oke, makasih ya, Mas," ucap Bang Gaza.

"Sama-sama aku pamit Bang, sudah malam. Assalamualsikum."

"Waalaikumsallam, hati-hati di jalan Mas."

Malam ini udara terasa begitu dingin. Aku tidak mandi malam, hanya bersih-bersih sekedar cuci muka dan gosok gigi.

Setelah berganti pakaian aku mengambil handphone lalu membaringkan tubuh di tempat tidur.

"Duh kenapa lampu nya kerlap-kerlip? Apa rusak ya?" Aku mematikan sakelar tapi lampu kembali menyala. 

"Dokter! Jangan iseng deh. Aku cape mau istirahat, jangan main-main."

"Aku cemburu, Za, kenapa laki-laki tadi terus memandang kamu? Ingin rasanya matanya ku tu**k, ngelihatin kamu sampai gak ngedip-ngedip."

"Ngelihatin aku di mana sih, Dok? jangan lebay, Mas Faiz kan Om-nya Saina. Gak mungkin dia suka sama bocah kaya aku."

"Di studio foto, dia terus memandang foto kamu dari layar komputer."

"Lucu, ya iyalah, Dok. Mas Faiz kan owner celana jeans yang aku pake photo shoot kemarin."

"Pokoknya kamu milik aku, gak boleh ada yang lain!" tegasnya.

"Apaan sih, dasar hantu posesif."

"Terserah Dokter sajalah. Bebas! ya hantu mah, mau kek gimana juga. Untuk saat ini aku sama Mas Faiz gak ada hubungan apa-apa begitupun dengan Dokter kan?" tekanku.

"Kamu penyelamatku, Za, kamu yang akan membangunkan tidur panjangku. Menyembuhkan semua lukaku," ujar dr. Doddy.

"Semoga aku bisa, sekarang biarkan aku istirahat ya?" pintaku.

"Tidurlah, aku selalu menjaga di sampingmu meskipun kamu tak selalu melihatku."

"Dasar dokter bucin!" ejekku.

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ana Erliy
horor tp nggak serem, seru malah. Hai...aku hadir
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status