Share

Bab 2

“Ya, detik ini juga kita putus. Maaf Jack, tapi aku tidak mungkin bertunangan denganmu, juga tidak bisa lebih lama lagi menjadi kekasihmu.”

Para tamu mulai berbisik-bisik, sedangkan ketiga sahabat Sophie tersenyum penuh arti.

“Kenapa? Apa ada yang salah? Apa aku melakukan hal yang menyinggungmu?” Jack tersenyum getir. Pertanyaannya membuat Sophie menggeleng. “Lalu?”

“Jack Marshall, coba pikirkan, wanita kelas atas mana yang mau mengorbankan masa depannya demi pengantar pizza? Gajimu bahkan tidak cukup untuk membayar tagihan listrik rumahku.”

Kedua pupil Jack membesar. Ada sesuatu yang seperti menghantam hatinya dengan sangat keras. Dengan suara parau dia berkata, “Tapi katamu-”

“Aku tidak peduli pada harta, kelas sosial, dan semacamnya?” Sophie memotong perkataan Jack. “Dengar, hanya orang bodoh yang menganggap ucapan itu serius.”

“Jika kamu tidak serius, untuk apa acara ini?”

“Untuk memberitahu semua orang kalau kita sudah putus. Detik ini maupun esok dan seterusnya, aku bukan lagi pacarmu. Mengerti?!” Bola mata Sophie nyaris keluar dari soketnya.

Meski hati Jack hancur, dia berlutut dan memegang tangan Sophie dengan tangannya yang bergetar. Kenangan manis saat mereka bersama terlintas di benaknya. Binar harap jelas memenuhi sorot mata Jack saat mendongak demi melihat kekasihnya. “Sophie, aku mohon, biarkan aku menjadi pacarmu. Aku sangat mencintaimu.”

Tiba-tiba terdengar suara tepuk tangan dari arah tangga. Semua orang termasuk Jack menoleh. Terlihat seorang lelaki dengan setelan jas hitam berjalan mendekat. Suara ketukan sepatunya yang bermerk menjadi suara satu-satunya yang mengiringi tepuk tangan tersebut.

“Bagus Sophie, aku sangat senang. Aku benar-benar puas dengan hiburan ini.”

Jack langsung memandang Sophie. Wanita yang beberapa detik lalu menjadi mantan pacarnya itu tersenyum lebar.

“Apa itu artinya, kita berpacaran sekarang?”

“Apa?” Jantung Jack nyaris lepas karena pertanyaan gila Sophie.

Sengaja mengabaikan keterkejutan Jack, lelaki tampan itu menjawab mantap, “Tentu saja!” Tanpa ragu dia merangkul pinggang Sophie di hadapan Jack. “Seperti janjiku, jika kamu berhasil memberikan hiburan menyenangkan, maka aku akan menerimamu menjadi pacarku.”

“STOP!” teriak Jack sambil mendorong kuat pria itu ketika hendak mencium bibir Sophie. Saking kuatnya, dia membuat pria tersebut terhuyung cukup jauh ke belakang.

“Jack! Apa kau sudah gila?! Berani sekali kau mendorong pacarku?!” Sophie mendorong bahu Jack dengan kesal sebelum menghampiri pacar barunya. “David, apa kau baik-baik saja?”

Hati Jack remuk. Ini kali pertama Sophie membentak dan menyebutnya sebagai orang gila. Wanita yang sangat dia cintai berkhianat atas nama masa depan. Cinta tulusnya selama ini ternyata hanya dipandang sebagai hiburan semata. Dia menggertakkan gigi saat menatap tajam pacar baru Sophie.

Itu adalah David Guillon, seorang manajer keuangan di perusahaan terkenal Big Roodgrup. Bukan hanya karier yang cemerlang, David juga berasal dari salah satu keluarga terpandang di kota Rhineland. Orang tuanya memiliki ruko optik tiga lantai di kompleks bisnis Roodenburg Highway. Dengan kata lain, menjadi pacar lelaki itu sama artinya dengan mendekat pada masa depan yang cerah.

“Jack, sekarang juga tinggalkan tempat ini!”

“Sophie, aku mohon, pikirkan kembali keputusanmu. Dia bukan pria yang baik. Semua orang tahu dia berpacaran hanya untuk bersenang-senang. Dia tidak mencintaimu Sophie.”

“CUKUP! Kamu benar-benar idiot Jack, menghina seseorang yang berada tinggi di langit selagi kamu berada jauh di dalam tanah. Cepat pergi atau aku akan meminta satpam untuk menyeretmu keluar.”

“Sophie, tenanglah.” David tersenyum memegang pundak pacarnya. “Kamu jangan mengusir mantanmu. Aku tidak akan membiarkan dia pergi sebelum mendapat sedikit pelajaran.” Dia menyeringai sebelum berteriak, “Kalian! Hajar pengantar pizza itu!”

Beberapa orang lelaki bertubuh kekar langsung mengepung Jack. Dengan membabi buta mereka menghajarnya tanpa ampun.

Jack tidak memberikan perlawanan sama sekali. Dia hanya terus memandang Sophie yang juga melihatnya dengan kening berkerut. Sesekali erangan kesakitan terdengar di sela-sela bunyi hantaman. Hingga kemudian Jack jatuh tersungkur atas tendangan keras di punggungnya.

Jack tengkurap tak berdaya. Darah di pelipisnya merembes, jatuh melintangi wajah. Dalam kondisi demikian, dia masih terus menatap Sophie.

David mendekati Jack. Dia mengangkat tinggi kakinya.

Bug!

Para tamu memejamkan mata ketika David menghentakkan kakinya kuat-kuat, hanya setengah jengkal dari wajah Jack. 

“Bersyukurlah karena malam ini hatiku sedang senang karena mendapatkan pacar baru. Jika tidak, bekas sepatuku pasti sudah tercetak di wajahmu.” David mendorong bahu Jack dengan kakinya hingga terlentang.

“Sophie.”

Rahang David mengeras mendengar Jack menyebut nama itu. Dia memasukkan kedua tangannya ke saku celana sebelum menginjak perut Jack. “Jangan pernah menyebut nama kekasihku dengan mulut kotormu itu!” 

David menekan injakan kakinya hingga membuat Jack melenguh kesakitan. Beberapa tamu menutup mulutnya dengan kedua tangan melihat wajah Jack yang memerah menahan sakit.

“Kalian! Seret pecundang ini keluar!”

Para pria berotot yang tadi menghajar Jack langsung membawanya pergi. Mereka menutup pintu aula saat Jack sudah ditendang dari sana.

‘Sophie,’ batin Jack terduduk menatap pintu aula. Dengan hati hancur Jack berusaha bangkit. Dia berjalan dengan tangan bertumpu pada tembok. 

Seorang pelayan hotel yang berpapasan dengannya merasa iba. Namun, Jack menolak saat pelayan itu menawarkan diri untuk membantunya keluar dan mendapatkan taksi. 

Jack berjalan terhuyung sendiri. Selama melangkah, hanya ada Sophie di kepalanya. Dia meratapi nasibnya yang sial. Andai saja dirinya memiliki latar belakang keluarga yang bagus, pasti kini dia tengah bertukar cincin dengan Sophie di aula hotel.

‘Tuhan, sekali saja berikan keajaiban padaku, maka aku akan memukul kesombongan mereka.’

Jack tersenyum getir menyadari harapannya yang mustahil. Sebuah napas kabur dari mulutnya ketika melewati gerbang hotel. Dia berdiri di pinggir jalan.

‘Aku bahkan tidak punya uang untuk membayar taksi.’

Detik itu pula sebuah mobil Mercedes Benz hitam menghampiri Jack. Dua orang pria berotot keluar. Jika dibandingkan dengan pria-pria yang menghajarnya tadi, mereka jelas lebih kekar.

“Jika kalian menginginkan uang, aku tidak punya. Dompet bahkan ATM-ku kosong. Aku menghabiskan gajiku untuk membeli jas mahal ini. Dan sekarang jas ini basah oleh anggur dan darahku. Tapi jika kalian mau, aku akan memberikannya.” 

Dengan frustrasi Jack hendak melepas jasnya. Namun terhenti saat dua pria itu membungkuk hormat. “Tuan Muda.”

“Apa?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status