“Ya, detik ini juga kita putus. Maaf Jack, tapi aku tidak mungkin bertunangan denganmu, juga tidak bisa lebih lama lagi menjadi kekasihmu.”
Para tamu mulai berbisik-bisik, sedangkan ketiga sahabat Sophie tersenyum penuh arti.
“Kenapa? Apa ada yang salah? Apa aku melakukan hal yang menyinggungmu?” Jack tersenyum getir. Pertanyaannya membuat Sophie menggeleng. “Lalu?”
“Jack Marshall, coba pikirkan, wanita kelas atas mana yang mau mengorbankan masa depannya demi pengantar pizza? Gajimu bahkan tidak cukup untuk membayar tagihan listrik rumahku.”
Kedua pupil Jack membesar. Ada sesuatu yang seperti menghantam hatinya dengan sangat keras. Dengan suara parau dia berkata, “Tapi katamu-”
“Aku tidak peduli pada harta, kelas sosial, dan semacamnya?” Sophie memotong perkataan Jack. “Dengar, hanya orang bodoh yang menganggap ucapan itu serius.”
“Jika kamu tidak serius, untuk apa acara ini?”
“Untuk memberitahu semua orang kalau kita sudah putus. Detik ini maupun esok dan seterusnya, aku bukan lagi pacarmu. Mengerti?!” Bola mata Sophie nyaris keluar dari soketnya.
Meski hati Jack hancur, dia berlutut dan memegang tangan Sophie dengan tangannya yang bergetar. Kenangan manis saat mereka bersama terlintas di benaknya. Binar harap jelas memenuhi sorot mata Jack saat mendongak demi melihat kekasihnya. “Sophie, aku mohon, biarkan aku menjadi pacarmu. Aku sangat mencintaimu.”
Tiba-tiba terdengar suara tepuk tangan dari arah tangga. Semua orang termasuk Jack menoleh. Terlihat seorang lelaki dengan setelan jas hitam berjalan mendekat. Suara ketukan sepatunya yang bermerk menjadi suara satu-satunya yang mengiringi tepuk tangan tersebut.
“Bagus Sophie, aku sangat senang. Aku benar-benar puas dengan hiburan ini.”
Jack langsung memandang Sophie. Wanita yang beberapa detik lalu menjadi mantan pacarnya itu tersenyum lebar.
“Apa itu artinya, kita berpacaran sekarang?”
“Apa?” Jantung Jack nyaris lepas karena pertanyaan gila Sophie.
Sengaja mengabaikan keterkejutan Jack, lelaki tampan itu menjawab mantap, “Tentu saja!” Tanpa ragu dia merangkul pinggang Sophie di hadapan Jack. “Seperti janjiku, jika kamu berhasil memberikan hiburan menyenangkan, maka aku akan menerimamu menjadi pacarku.”
“STOP!” teriak Jack sambil mendorong kuat pria itu ketika hendak mencium bibir Sophie. Saking kuatnya, dia membuat pria tersebut terhuyung cukup jauh ke belakang.
“Jack! Apa kau sudah gila?! Berani sekali kau mendorong pacarku?!” Sophie mendorong bahu Jack dengan kesal sebelum menghampiri pacar barunya. “David, apa kau baik-baik saja?”
Hati Jack remuk. Ini kali pertama Sophie membentak dan menyebutnya sebagai orang gila. Wanita yang sangat dia cintai berkhianat atas nama masa depan. Cinta tulusnya selama ini ternyata hanya dipandang sebagai hiburan semata. Dia menggertakkan gigi saat menatap tajam pacar baru Sophie.
Itu adalah David Guillon, seorang manajer keuangan di perusahaan terkenal Big Roodgrup. Bukan hanya karier yang cemerlang, David juga berasal dari salah satu keluarga terpandang di kota Rhineland. Orang tuanya memiliki ruko optik tiga lantai di kompleks bisnis Roodenburg Highway. Dengan kata lain, menjadi pacar lelaki itu sama artinya dengan mendekat pada masa depan yang cerah.
“Jack, sekarang juga tinggalkan tempat ini!”
“Sophie, aku mohon, pikirkan kembali keputusanmu. Dia bukan pria yang baik. Semua orang tahu dia berpacaran hanya untuk bersenang-senang. Dia tidak mencintaimu Sophie.”
“CUKUP! Kamu benar-benar idiot Jack, menghina seseorang yang berada tinggi di langit selagi kamu berada jauh di dalam tanah. Cepat pergi atau aku akan meminta satpam untuk menyeretmu keluar.”
“Sophie, tenanglah.” David tersenyum memegang pundak pacarnya. “Kamu jangan mengusir mantanmu. Aku tidak akan membiarkan dia pergi sebelum mendapat sedikit pelajaran.” Dia menyeringai sebelum berteriak, “Kalian! Hajar pengantar pizza itu!”
Beberapa orang lelaki bertubuh kekar langsung mengepung Jack. Dengan membabi buta mereka menghajarnya tanpa ampun.
Jack tidak memberikan perlawanan sama sekali. Dia hanya terus memandang Sophie yang juga melihatnya dengan kening berkerut. Sesekali erangan kesakitan terdengar di sela-sela bunyi hantaman. Hingga kemudian Jack jatuh tersungkur atas tendangan keras di punggungnya.
Jack tengkurap tak berdaya. Darah di pelipisnya merembes, jatuh melintangi wajah. Dalam kondisi demikian, dia masih terus menatap Sophie.
David mendekati Jack. Dia mengangkat tinggi kakinya.
Bug!
Para tamu memejamkan mata ketika David menghentakkan kakinya kuat-kuat, hanya setengah jengkal dari wajah Jack.
“Bersyukurlah karena malam ini hatiku sedang senang karena mendapatkan pacar baru. Jika tidak, bekas sepatuku pasti sudah tercetak di wajahmu.” David mendorong bahu Jack dengan kakinya hingga terlentang.
“Sophie.”
Rahang David mengeras mendengar Jack menyebut nama itu. Dia memasukkan kedua tangannya ke saku celana sebelum menginjak perut Jack. “Jangan pernah menyebut nama kekasihku dengan mulut kotormu itu!”
David menekan injakan kakinya hingga membuat Jack melenguh kesakitan. Beberapa tamu menutup mulutnya dengan kedua tangan melihat wajah Jack yang memerah menahan sakit.
“Kalian! Seret pecundang ini keluar!”
Para pria berotot yang tadi menghajar Jack langsung membawanya pergi. Mereka menutup pintu aula saat Jack sudah ditendang dari sana.
‘Sophie,’ batin Jack terduduk menatap pintu aula. Dengan hati hancur Jack berusaha bangkit. Dia berjalan dengan tangan bertumpu pada tembok.
Seorang pelayan hotel yang berpapasan dengannya merasa iba. Namun, Jack menolak saat pelayan itu menawarkan diri untuk membantunya keluar dan mendapatkan taksi.
Jack berjalan terhuyung sendiri. Selama melangkah, hanya ada Sophie di kepalanya. Dia meratapi nasibnya yang sial. Andai saja dirinya memiliki latar belakang keluarga yang bagus, pasti kini dia tengah bertukar cincin dengan Sophie di aula hotel.
‘Tuhan, sekali saja berikan keajaiban padaku, maka aku akan memukul kesombongan mereka.’
Jack tersenyum getir menyadari harapannya yang mustahil. Sebuah napas kabur dari mulutnya ketika melewati gerbang hotel. Dia berdiri di pinggir jalan.
‘Aku bahkan tidak punya uang untuk membayar taksi.’
Detik itu pula sebuah mobil Mercedes Benz hitam menghampiri Jack. Dua orang pria berotot keluar. Jika dibandingkan dengan pria-pria yang menghajarnya tadi, mereka jelas lebih kekar.
“Jika kalian menginginkan uang, aku tidak punya. Dompet bahkan ATM-ku kosong. Aku menghabiskan gajiku untuk membeli jas mahal ini. Dan sekarang jas ini basah oleh anggur dan darahku. Tapi jika kalian mau, aku akan memberikannya.”
Dengan frustrasi Jack hendak melepas jasnya. Namun terhenti saat dua pria itu membungkuk hormat. “Tuan Muda.”
“Apa?”
“Tuan Muda, ikutlah bersama kami.”“Tidak, kalian tidak akan mendapatkan apa pun jika menculikku. Aku sebatangkara dan sangat, miskin.”“Tidak Tuan Muda. Mari ikut kami menemui kakek anda. Tuan Roodenburg sudah mencari anda selama puluhan tahun.”“Tu-tuan Roodenburg? Konglomerat paling kaya di negara ini mencariku? U-untuk apa?”“Tuan Muda adalah cucu dari Tuan Tom Roodenburg. Andalah pewaris tunggal dari keluarga Roodenburg.”Rahang Jack sempat jatuh membentur tanah sebelum tertawa keras. Itu adalah hal paling konyol yang pernah dia dengar. Seandainya saja dia memang cucu dari Tom Roodenburg, Shopie tidak akan mencampakkannya dengan begitu keji.“Dengar, hatiku pasti akan meledak jika apa yang kalian katakan itu benar. Tapi terima kasih, karena kalian sekarang aku tahu, kalau aku masih bisa tertawa. Sayang sekali aku bukan orang yang kalian cari. Namaku Jack Marshall.” Jack memegang pundak salah satu pria di depannya. “Maafkan aku kawan, tapi aku sungguh tidak memiliki hubungan apa p
Seperti biasa, Jack pergi ke tempat kerjanya dengan mengendarai sepedah. Dia memasuki kompleks Roodenburg Highway dengan dada penuh.‘Ini pagi pertamaku sebagai pewaris.’ Jack tertawa sendiri. ‘Siapa mengira kompleks bisnis elite ini ternyata milikku. Aku hampir mati karena senang!’Dalam lamunan yang membahagiakan itu, tiba-tiba suara klakson memekak di telinga. Jack yang terkejut sampai berjingkat dan nyaris kehilangan keseimbangan. Gelak tawa keras terdengar dari arah belakang. Jack menoleh demi melihat siapa yang begitu arogan sehingga membunyikan klakson saat jalan masih cukup lebar untuk dilalui.Jack menggertakkan gigi melihat tiga pemuda menaiki mobil sport BMW Seri 3 warna abu-abu. Itu adalah pacar baru Shopie, David, bersama teman-temannya. Ketiganya turun dengan congkaknya, mendekat pada Jack. Sementara itu, Jack masih diam, hanya menatap David tanpa berkedip. Masih hangat dalam benaknya bagaimana tadi malam dirinya dipermalukan, dihina, dihajar, dan diusir dari pesta per
Jack menelan ludah mendengar suara yang sangat familier di telinganya. ‘Untuk apa dia mencariku?’ batinnya mulai was-was.Claire yang baru memasuki dapur langsung menepuk pundak Jack. “Kenapa tunanganmu memanggilmu seperti itu? Dia terdengar sangat marah. Apa kalian bertengkar?”Jack menggeleng. “A-aku akan menemuinya.” Dia berjalan cepat ke depan. ‘Apa belum cukup memakiku di depan para tamu semalam, hingga masih harus melanjutkan makian di depan para pelanggan.’ Dia berusaha keras meredam amarah.Melihat Sophie berdiri di antara meja pelanggan, ada sesuatu yang terasa nyeri di sudut hatinya. Lalu, bayangan pengkhianatan Sophie terlintas di kepalanya. Namun, Jack berusaha setengah mati untuk tersenyum.“Ada yang bisa-”PLAK!Para pengunjung kedai terbelalak melihat Jack ditampar Sophie . Tanpa terkecuali Claire yang sampai menutup mulutnya dengan kedua tangan. Tidak berhenti sampai di situ, Sophie juga meraih segelas jus dari meja pelanggan untuk disiramkan ke wajah Jack.“Bajingan
Jack telah memasukkan beberapa pizza pesanan pelanggan ke dalam boks besar. Claire datang mendekat saat dia hendak membawa boks ke depan.“Apa Tuan James memotong gajimu lagi? Apa dia memarahimu seperti Shopie? Aku menyesal tidak bisa berbuat apa-apa. Maafkan aku, tapi aku ingin menampar Shopie lebih dari siapa pun.”Jack tersenyum. Dia mendekatkan mulutnya ke telinga Claire. “Kamu harus melakukannya untukku.”“Tentu saja! Syukurlah kalian berpisah. Jika tidak, dia akan menyulitkanmu. Dia tidak akan mau makan pizza setiap hari. Dia juga tidak akan sudi tinggal di kosmu atau duduk di boncengan sepedah tuamu.”“Kamu mengejek atau menghiburku?”“Aku ingin menghiburmu, tapi kamu lebih pantas untuk diejek.”“Dasar! Baiklah, aku harus pergi sekarang sebelum Tuan James keluar dan memakiku lagi.”Jack membawa boks pizza dari dapur ke tempat parkir. Lelaki itu mengaitkan tali boks ke sepedah buluknya. “Siap. Para pelanggan akan tersenyum melihat pesanan mereka datang.” Jack hendak mengambil
Seketika itu pula semua orang mulai bising. Mereka kompak bertanya-tanya siapa sebenarnya lelaki dengan pakaian kotor, tetapi memiliki kartu hitam, dan sekarang bertingkah seolah begitu berkuasa itu. Banyak yang berpikir bahwa Jack adalah konglomerat yang menyamar, tetapi tidak sedikit juga pengunjung yang menganggap Jack sebagai pencuri.Memangnya orang kaya mana yang mau repot-repot menjadi pengantar pizza?“Hei! Jangan kurang ajar!” bentak si satpam sangat keras. Dia berjalan cepat menghampiri Jack. Tanpa basa-basi dia memborgol tangannya. “Jika aku tahu gembel ini ternyata pencuri, sudah sejak tadi aku menghajarmu.” Si satpam telah mengangkat tangannya yang terkepal, bersiap untuk memberi tinju pada Jack.Sebuah napas kabur dari mulut Jack. “Kamu akan menyesal karena melakukan ini padaku.”“Bukan aku, tapi kamu. Berani sekali mengancam Nyonya Nathalie. Sekarang katakan, siapa pemilik kartu hitam itu?! Atau tongkat ini akan memecahkan tempurung kepalamu!”Nathalie yang sempat berge
Seperti mendengar kata harti Nathalie, pemilik toko menjawab, “Apa kamu tahu siapa orang yang kau kira pencuri itu?” Dia membuat Nathalie menggeleng dengan perasaan was-was. “Dia adalah Tuan Muda Roodenburg!”Kali ini Nathalie seperti lupa pada rasa sakit di pipinya. Kedua tangannya berpindah ke depan mulutnya yang menganga. Matanya kini memancarkan ketakutan yang sampai membuat tubuhnya bergetar.Sementara itu, para pengunjung yang tadi sempat menggosipkan Jack, mulai mundur perlahan. Mereka kompak menelan ludah bersama ketakutan yang lebih besar dari kata takut itu sendiri.“Bisa-bisanya kamu menuduh Tuan Muda mencuri? Atas dasar apa kamu berani membuat beliau diborgol seperti itu?!”“Tu-tuan, sa-saya benar-benar tidak tahu. Anda benar, saya memang bodoh, dungu, idiot. Saya pantas dipukul.” Nathalie memukuli kepalanya sendiri.“Benar, itu sangat benar. Oleh sebab itu, detik ini juga kamu dipecat dari toko ini!”“Ta-tapi.” Nathalie tidak melanjutkan ucapannya. Dengan cepat dia mengh
Mobil yang ditumpangi Jack dan Matthew berhasil menyita perhatian para pejalan kaki dan pengendara mobil lainnya di sepanjang SweetRoad City. Meski kompleks perumahan tersebut tergolong elite, desain eksterior mobil Lamborghini jenis Veneno Roadster itu memang sulit diabaikan.Pemandangan tersebut membuat Jack tersenyum konyol. Sepanjang kariernya sebagai pengantar pizza, baru kali ini orang-orang begitu memperhatikan kedatangannya. Biasanya, jangankan dilihat, para penghuni kompleks akan memalingkan wajah darinya. Kalaupun mereka menatapnya, pasti hanya untuk mencaci saja.“Sebelah sana!” Dengan semangat Jack menunjuk sebuah rumah mewah yang menjadi pelanggan pertama penerima pizza darinya.Matthew mengangguk mengerti. Dalam hatinya dia ingin sekali bertanya, sampai kapan sang tuan akan menjalani pekerjaan sebagai pengantar pizza. Namun, tentu saja dia tidak berani mengutarakannya karena merasa tidak berhak untuk itu.Ketika Matthew memarkir mobil di depan rumah yang dimaksud, satu p
Senin malam Jack terlihat berdiri di depan cermin di kosnya. Cermin itu baru dipasang Ross beberapa hari lalu bersamaan dengan furnitur-furnitur lainnya.Jack menggaruk dahinya yang tidak gatal. Berulang kali dia mendengkus kesal.Sebetulnya, pria itu sudah siap berangkat ke Hotel BlueLux untuk pertemuan. Namun, bayangan malam kelam itu tidak bisa pergi dari kepalanya. Terlebih setelah pandangannya bergeser pada jas putih yang digantung Ross di dinding. Sebuah napas kabur juga dari mulutnya.Meski jas itu telah bersih dari bercak darah dan minuman, sama sekali tidak menghapus apa pun dalam benaknya. Jack tersenyum getir. Dia memegang pipi sambil terus menatap bayangannya di cermin. Plak!Dia memejamkan mata mengingat Shopie menamparnya dengan keras di depan para pengunjung King Pizza.“Tidak, kekejian itu tidak akan menimpaku lagi. Semua hanya masa lalu. Bahkan jika nanti aku bertemu Shopie, sama sekali tidak berpengaruh padaku. Dia bukan siapa-siapaku lagi.” Jack menautkan kancing d