Di sebuah ruang rias, terlihat seorang lelaki berdiri menatap bayangan wanita yang duduk di depannya. Dia tersenyum sebelum memeluk wanita itu dari belakang.
“Jack, biarkan aku menyelesaikan riasanku.”
“Seperti ini saja kamu sudah sangat cantik, tidak perlu ditambahi riasan lagi. Ini lebih dari cukup untuk memukau semua orang.”
“Cukup saja tidak cukup bagiku Jack. Aku ingin tampil sempurna. Bukan hanya memukau, tetapi juga memikat hati semua orang.”
Jack berpindah ke depan kekasihnya untuk berlutut. “Terima kasih banyak sudah menerimaku. Terkadang aku berpikir kalau kau adalah malaikat. Rasanya aku masih tidak percaya, wanita sempurna sepertimu mau bertunangan dengan pengantar pizza sepertiku. Kamu bahkan memesan hotel ini untuk pertunangan kita. Aku berjanji akan bekerja lebih keras untuk membahagiakanmu.” Dia mencium tangan wanita itu.
“Jack, aku tahu kamu akan melakukannya. Sekarang, keluarlah untuk menyapa para tamu. Aku mengundang semua temanku untuk malam tak terlupakan ini.”
Jack mengangguk mengerti. Dia berdiri dan meninggalkan Sophie. Saat berjalan menuju aula hotel, jantungnya berdetak semakin cepat. Tidak dipungkiri, segala perlakuan buruk yang dia terima selama ini membuatnya sedikit gugup.
‘Tidak, mereka datang untuk berpesta, bukan untuk menghinaku.’
Jack menghela napas panjang sebelum membuka pintu aula. Derit pintu pun seperti menghentikan waktu hingga para tamu bergeming melihatnya.
Dia berdeham sambil melonggarkan pita jasnya. “Sho-Sophie akan segera ke mari.”
“Jack?!” Pekikan dari salah satu teman Sophie, Lady Glover, menjadi suara pertama yang terdengar setelah beberapa saat ruangan itu hening. Gadis tersebut mendekat dengan mulut terbuka dan sorot mata berbinar terang.
“Wow Jack Marshall, apa ini kamu?” Lady memandang lekat lelaki di hadapannya dari ujung kaki sampai ujung kepala.
Jack tersipu. Dia tersenyum mengingat bagaimana dia memuji diri sendiri di depan cermin tadi. Sebagai pengantar pizza ternyata dia terlihat sangat keren dengan balutan jas putih itu.
“Kamu sama sekali tidak terlihat seperti pengantar pizza. Penampilanmu sangat berkelas.”
“Tapi Lady, kenyataannya dia tetap pengantar pizza.” Grace Hogan, teman Sophie turut menimpali. Ucapan sarkasnya itu cukup untuk membuat beberapa tamu menahan tawa.
Seorang wanita lainnya kemudian menghampiri Jack. Dia tersenyum miring saat bertanya, “Jika kamu dan Sophie sampai menikah, bagaimana kamu akan membiayai kebutuhannya? Apa kamu akan memberikan pizza untuk sarapan, makan siang, dan makan malam?”
Kali ini semua tamu tertawa. Mereka yang merupakan teman-teman, kerabat, dan kolega Sophie berbisik-bisik membicarakan Jack.
“Mary, perkataanmu itu sangat kasar. Apa kamu tidak melihat, kita berada di hotel bintang lima sekarang. Padahal ini baru acara pertunangan. Siapa tahu, di balik kemiskinannya, ternyata Jack seorang milyader.”
“Milyader? Lady, kamu tahu pasti acara pertunangan ini sepenuhnya didanai oleh Sophie. Jangankan menyewa hotel, uang kos saja Jack belum membayarnya.”
“Benarkah? Kasihan sekali. Begini saja, Jack setelah acara ini, datanglah ke rumahku. Kamu bisa membuang kotoran anjingku dan aku akan memberikan sejumlah uang untukmu.”
Tawa para undangan semakin keras. Jack mengepalkan tinjunya. Namun, dia berusaha menahan diri karena tidak ingin merusak acara pertunangannya sendiri. Lagipula, yang akan menjadi tunangannya bukanlah wanita-wanita bermulut pedas itu, melainkan Sophie Parker, wanita cantik dan baik hati.
“Lihatlah, sepertinya pengantar pizza kita sedang marah. Bagaimana jika dia mengambek dan tidak mau lagi mengantar pizza ke rumahku?”
“Tenang saja, Jack sangat sabar. Dia tidak akan menolak untuk mengantar pizza ke rumahmu. Dia bahkan mau melakukan apa saja untuk mendapatkan uang, misalnya membelikan pembalut untukmu, mengganti popok nenekmu, bahkan menggonggong di depan rumahmu sebagai anjing penjaga.”
Kali ini rahang Jack mengeras. Kehidupan yang sulit memang membuatnya terpaksa melakukan pekerjaan sampingan apa saja untuk bertahan, seperti berbelanja, membantu merawat para orang tua di panti jompo, sampai dengan menjaga binatang peliharaan yang ditinggal majikannya pergi ke luar kota.
“Kalian bisa menikmati hidangannya selagi menunggu Sophie ke mari.” Jack masih berusaha ramah. Lagipula ini bukan pertama kalinya dia dihina teman kekasihnya sendiri. Sejak awal hubungannya dengan Sophie, mereka bertiga memang sudah tidak senang padanya.
“Tentu saja! Sebenarnya kami ingin minum anggur, tetapi para pelayan terlihat sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Jadi, bisakah kamu mengambilkan minum untuk kami, Jack? Kamu biasa melayani para pengunjung kedai pizza juga bukan?”
Jack menatap lekat sahabat kekasihnya itu dengan wajah dingin. Namun, kemudian dia mampu tersenyum. “Tentu, tunggu sebentar, aku akan mengambilnya.”
Jack berbalik untuk mengambil minum. Jika bukan karena dia tahu Sophie sangat menyayangi para sahabatnya, sudah sejak tadi dia memberikan sedikit tamparan untuk ketiganya agar otak mereka bisa berfungsi.
Tak lama berselang, Jack sudah kembali membawa nampan berisi tiga gelas anggur. Masih dengan senyum dipaksakan dia memberikan gelas tersebut pada Lady, Grace, dan Mary.
“Aku akan melihat Sophie dulu.” Jack merasa perlu untuk menenangkan diri dengan keluar dari tempat itu. Dia tidak mau kesabarannya habis dan keributan tidak bisa dihindari. Jika itu sampai terjadi, Sophie pasti akan merasa sangat malu.
Secara mengejutkan, ketika Jack telah berbalik, ketiga sahabat Sophie dengan kompak menyiramkan anggur ke tubuh lelaki itu. Tanpa rasa bersalah mereka justru tertawa terbahak-bahak saat melihat Jack berbalik lagi dengan wajah marah.
“Ya ampun, maaf ya Jack, kamu jadi basah seperti ini. Aku sarankan kamu ganti baju dengan pakaian pengantar pizza saja.”
“Benar, jika dilihat-lihat kamu lebih cocok dengan pakaian seperti itu daripada mengenakan jas seperti ini.”
“Kamu tidak akan bertunangan dengan Sophie dengan pakaian basah bukan? Sophie pasti malu menjadi kekasihmu.”
“BERHENTI!”
Semua orang menoleh ke arah suara yang ternyata bersumber dari Sophie. Wanita dengan gaun putih elegan itu berdiri di ambang pintu dengan kedua alis bertaut. Matanya memerah menatap tajam ke depan. Dia berjalan tergesa, mendekat pada Jack dan teman-temannya.
Sophie mengacungkan telunjuknya ke depan teman-temannya secara bergantian. “Jangan bicara sembarangan.”
Jack tersenyum haru. Dia memegang lengan kekasihnya. “Sophie, tenanglah.”
“Tidak! Mulai detik ini aku tidak mau lagi mendengar siapa pun menyebutku sebagai kekasihmu Jack.”
“A-apa?”
“Ya, detik ini juga kita putus. Maaf Jack, tapi aku tidak mungkin bertunangan denganmu, juga tidak bisa lebih lama lagi menjadi kekasihmu.”Para tamu mulai berbisik-bisik, sedangkan ketiga sahabat Sophie tersenyum penuh arti.“Kenapa? Apa ada yang salah? Apa aku melakukan hal yang menyinggungmu?” Jack tersenyum getir. Pertanyaannya membuat Sophie menggeleng. “Lalu?”“Jack Marshall, coba pikirkan, wanita kelas atas mana yang mau mengorbankan masa depannya demi pengantar pizza? Gajimu bahkan tidak cukup untuk membayar tagihan listrik rumahku.”Kedua pupil Jack membesar. Ada sesuatu yang seperti menghantam hatinya dengan sangat keras. Dengan suara parau dia berkata, “Tapi katamu-”“Aku tidak peduli pada harta, kelas sosial, dan semacamnya?” Sophie memotong perkataan Jack. “Dengar, hanya orang bodoh yang menganggap ucapan itu serius.”“Jika kamu tidak serius, untuk apa acara ini?”“Untuk memberitahu semua orang kalau kita sudah putus. Detik ini maupun esok dan seterusnya, aku bukan lagi p
“Tuan Muda, ikutlah bersama kami.”“Tidak, kalian tidak akan mendapatkan apa pun jika menculikku. Aku sebatangkara dan sangat, miskin.”“Tidak Tuan Muda. Mari ikut kami menemui kakek anda. Tuan Roodenburg sudah mencari anda selama puluhan tahun.”“Tu-tuan Roodenburg? Konglomerat paling kaya di negara ini mencariku? U-untuk apa?”“Tuan Muda adalah cucu dari Tuan Tom Roodenburg. Andalah pewaris tunggal dari keluarga Roodenburg.”Rahang Jack sempat jatuh membentur tanah sebelum tertawa keras. Itu adalah hal paling konyol yang pernah dia dengar. Seandainya saja dia memang cucu dari Tom Roodenburg, Shopie tidak akan mencampakkannya dengan begitu keji.“Dengar, hatiku pasti akan meledak jika apa yang kalian katakan itu benar. Tapi terima kasih, karena kalian sekarang aku tahu, kalau aku masih bisa tertawa. Sayang sekali aku bukan orang yang kalian cari. Namaku Jack Marshall.” Jack memegang pundak salah satu pria di depannya. “Maafkan aku kawan, tapi aku sungguh tidak memiliki hubungan apa p
Seperti biasa, Jack pergi ke tempat kerjanya dengan mengendarai sepedah. Dia memasuki kompleks Roodenburg Highway dengan dada penuh.‘Ini pagi pertamaku sebagai pewaris.’ Jack tertawa sendiri. ‘Siapa mengira kompleks bisnis elite ini ternyata milikku. Aku hampir mati karena senang!’Dalam lamunan yang membahagiakan itu, tiba-tiba suara klakson memekak di telinga. Jack yang terkejut sampai berjingkat dan nyaris kehilangan keseimbangan. Gelak tawa keras terdengar dari arah belakang. Jack menoleh demi melihat siapa yang begitu arogan sehingga membunyikan klakson saat jalan masih cukup lebar untuk dilalui.Jack menggertakkan gigi melihat tiga pemuda menaiki mobil sport BMW Seri 3 warna abu-abu. Itu adalah pacar baru Shopie, David, bersama teman-temannya. Ketiganya turun dengan congkaknya, mendekat pada Jack. Sementara itu, Jack masih diam, hanya menatap David tanpa berkedip. Masih hangat dalam benaknya bagaimana tadi malam dirinya dipermalukan, dihina, dihajar, dan diusir dari pesta per
Jack menelan ludah mendengar suara yang sangat familier di telinganya. ‘Untuk apa dia mencariku?’ batinnya mulai was-was.Claire yang baru memasuki dapur langsung menepuk pundak Jack. “Kenapa tunanganmu memanggilmu seperti itu? Dia terdengar sangat marah. Apa kalian bertengkar?”Jack menggeleng. “A-aku akan menemuinya.” Dia berjalan cepat ke depan. ‘Apa belum cukup memakiku di depan para tamu semalam, hingga masih harus melanjutkan makian di depan para pelanggan.’ Dia berusaha keras meredam amarah.Melihat Sophie berdiri di antara meja pelanggan, ada sesuatu yang terasa nyeri di sudut hatinya. Lalu, bayangan pengkhianatan Sophie terlintas di kepalanya. Namun, Jack berusaha setengah mati untuk tersenyum.“Ada yang bisa-”PLAK!Para pengunjung kedai terbelalak melihat Jack ditampar Sophie . Tanpa terkecuali Claire yang sampai menutup mulutnya dengan kedua tangan. Tidak berhenti sampai di situ, Sophie juga meraih segelas jus dari meja pelanggan untuk disiramkan ke wajah Jack.“Bajingan
Jack telah memasukkan beberapa pizza pesanan pelanggan ke dalam boks besar. Claire datang mendekat saat dia hendak membawa boks ke depan.“Apa Tuan James memotong gajimu lagi? Apa dia memarahimu seperti Shopie? Aku menyesal tidak bisa berbuat apa-apa. Maafkan aku, tapi aku ingin menampar Shopie lebih dari siapa pun.”Jack tersenyum. Dia mendekatkan mulutnya ke telinga Claire. “Kamu harus melakukannya untukku.”“Tentu saja! Syukurlah kalian berpisah. Jika tidak, dia akan menyulitkanmu. Dia tidak akan mau makan pizza setiap hari. Dia juga tidak akan sudi tinggal di kosmu atau duduk di boncengan sepedah tuamu.”“Kamu mengejek atau menghiburku?”“Aku ingin menghiburmu, tapi kamu lebih pantas untuk diejek.”“Dasar! Baiklah, aku harus pergi sekarang sebelum Tuan James keluar dan memakiku lagi.”Jack membawa boks pizza dari dapur ke tempat parkir. Lelaki itu mengaitkan tali boks ke sepedah buluknya. “Siap. Para pelanggan akan tersenyum melihat pesanan mereka datang.” Jack hendak mengambil
Seketika itu pula semua orang mulai bising. Mereka kompak bertanya-tanya siapa sebenarnya lelaki dengan pakaian kotor, tetapi memiliki kartu hitam, dan sekarang bertingkah seolah begitu berkuasa itu. Banyak yang berpikir bahwa Jack adalah konglomerat yang menyamar, tetapi tidak sedikit juga pengunjung yang menganggap Jack sebagai pencuri.Memangnya orang kaya mana yang mau repot-repot menjadi pengantar pizza?“Hei! Jangan kurang ajar!” bentak si satpam sangat keras. Dia berjalan cepat menghampiri Jack. Tanpa basa-basi dia memborgol tangannya. “Jika aku tahu gembel ini ternyata pencuri, sudah sejak tadi aku menghajarmu.” Si satpam telah mengangkat tangannya yang terkepal, bersiap untuk memberi tinju pada Jack.Sebuah napas kabur dari mulut Jack. “Kamu akan menyesal karena melakukan ini padaku.”“Bukan aku, tapi kamu. Berani sekali mengancam Nyonya Nathalie. Sekarang katakan, siapa pemilik kartu hitam itu?! Atau tongkat ini akan memecahkan tempurung kepalamu!”Nathalie yang sempat berge
Seperti mendengar kata harti Nathalie, pemilik toko menjawab, “Apa kamu tahu siapa orang yang kau kira pencuri itu?” Dia membuat Nathalie menggeleng dengan perasaan was-was. “Dia adalah Tuan Muda Roodenburg!”Kali ini Nathalie seperti lupa pada rasa sakit di pipinya. Kedua tangannya berpindah ke depan mulutnya yang menganga. Matanya kini memancarkan ketakutan yang sampai membuat tubuhnya bergetar.Sementara itu, para pengunjung yang tadi sempat menggosipkan Jack, mulai mundur perlahan. Mereka kompak menelan ludah bersama ketakutan yang lebih besar dari kata takut itu sendiri.“Bisa-bisanya kamu menuduh Tuan Muda mencuri? Atas dasar apa kamu berani membuat beliau diborgol seperti itu?!”“Tu-tuan, sa-saya benar-benar tidak tahu. Anda benar, saya memang bodoh, dungu, idiot. Saya pantas dipukul.” Nathalie memukuli kepalanya sendiri.“Benar, itu sangat benar. Oleh sebab itu, detik ini juga kamu dipecat dari toko ini!”“Ta-tapi.” Nathalie tidak melanjutkan ucapannya. Dengan cepat dia mengh
Mobil yang ditumpangi Jack dan Matthew berhasil menyita perhatian para pejalan kaki dan pengendara mobil lainnya di sepanjang SweetRoad City. Meski kompleks perumahan tersebut tergolong elite, desain eksterior mobil Lamborghini jenis Veneno Roadster itu memang sulit diabaikan.Pemandangan tersebut membuat Jack tersenyum konyol. Sepanjang kariernya sebagai pengantar pizza, baru kali ini orang-orang begitu memperhatikan kedatangannya. Biasanya, jangankan dilihat, para penghuni kompleks akan memalingkan wajah darinya. Kalaupun mereka menatapnya, pasti hanya untuk mencaci saja.“Sebelah sana!” Dengan semangat Jack menunjuk sebuah rumah mewah yang menjadi pelanggan pertama penerima pizza darinya.Matthew mengangguk mengerti. Dalam hatinya dia ingin sekali bertanya, sampai kapan sang tuan akan menjalani pekerjaan sebagai pengantar pizza. Namun, tentu saja dia tidak berani mengutarakannya karena merasa tidak berhak untuk itu.Ketika Matthew memarkir mobil di depan rumah yang dimaksud, satu p