Share

Luka

last update Last Updated: 2021-03-28 18:47:05

Aku membuka mataku dan menemukan diriku sedang terbaring di atas kasur. Badanku terasa sakit di beberapa titik. Tanganku yang sebelumnya berdarah sekarang sudah diperban. Terasa nyeri sekali. Aku mengambil dompet dan ponsel ku lalu melangkah keluar dari ruangan ini dengan tertatih-tatih. Aku bisa melihat Liam sedang tertidur diatas sofa.

“Liam, bangun.” Aku mencoba membangunkan Liam dan mengguncang-guncangkan tubuhnya. Dia terbangun lalu mengucek matanya dan duduk diatas sofa. Dia kemudian memperhatikan aku, sepertinya dia cemas sekaligus kesal dengan apa yang sudah terjadi hari ini.

“Apa yang sudah kau lakukan? Kenapa kau menyakiti dirimu sendiri?” tanya Liam.

“Aku tidak tahu, Liam. Rasanya tanganku bergerak sendiri. Bukan aku yang menggerakkannya.”

“Jadi menurutmu sesuatu yang tak terlihat menggerakan tanganmu? Menurutmu apartemen ku berhantu? Jika itu alasanmu menyakiti dirimu kau sungguh sudah gila.”

“Ya. Mungkin hantu dari pria yang sudah aku bunuh kembali dan mencoba membunuhku, yang mana itu jauh lebih baik daripada beban yang harus aku tanggung sekarang ini.” Aku merasa kesal mendengar apa yang dia katakan. Mana mungkin alasan ku adalah karena hantu.

“Sudah ku bilang, kau tidak membunuhnya. Ava.”

“Baiklah, aku tidak membunuhnya. Aku membiarkan dia mati.”

“Ava…”

“Sudahlah, Liam. Aku ingin pulang. Sekarang sudah malam dan aku ingin pulang,” ucapku sambil melepaskan perban yang membalut tangan ku.

“Hey, itu belum sembuh. Kau tidak boleh membukanya dulu.”

“Diam lah Liam. Aku sedang tidak ingin mendengar seseorang bicara. Dimana nenek? Aku ingin berpamitan dengannya.”

“Dia sedang tidur di kamarnya.”

“Baiklah, sampaikan saja salam ku untuknya. Selamat tinggal. Terima kasih atas kebaikan mu,” kataku sambil melangkah ke pintu keluar.

“Hey, tunggu!” teriak Liam.

Aku tidak menggubrisnya dan menuruni tangga. Namun sepertinya dia tidak menyerah. Dia ikut menuruni tangga dan pada akhirnya aku sampai diluar bersama dirinya.

“Aku akan mengatarmu. Ikutlah dengan ku. Ada yang ingin ku bicarakan.” Kata Liam dengan nada memelas.

“Aku tidak mau Liam. Aku bisa pulang sendiri dengan menelpon taksi.”

“Aku mohon. Aku ingin membicarakan sesuatu”

Aku menghela napas dan menganggukkan kepalaku sambil berjalan menuju mobil pick-up Liam.  Dia langsung menyusulku dan duduk di kursi pengemudi. Dia lalu menaikkan lengan kiri bajunya dan menunjukkan pergelangan tangan kirinya kepada ku. Aku terkejut merlihat bekas sayatan seperti yang aku lihat di pria yang melompat pagi ini.

“I-itu, apa yang sudah terjadi dengan tanganmu?” tanyaku dengan sedikit terbata-bata

“Ini bagian dari masa lalu ku. Sudah satu tahun sejak aku mendapatkannya.”

“Kau mencoba mengakhiri hidupmu?” tanya ku yang masih syok karena luka itu.”

“Sayangnya aku tidak seberuntung pria itu yang berhasil mengakhiri hidupnya. Aku malah berhasil bertahan dan masih hidup sampai sekarang.”

“Kenapa kau menyayangkan hal itu, bodoh. Kau sangat beruntung masih bisa hidup.”

“Bagaimana mungkin aku merasa itu sebuah keberuntungan ketika aku sendiri tidak sanggup lagi menanggung semua penderitaan yang aku rasakan.”

Aku terdiam. Suasana di dalam mobil ini menjadi begitu tenang. Liam lalu menyalakan mobilnya dan mengendarainya menuju jalan utama. Beberapa menit berlalu tanpa ada satu pun dari kami yang bicara.

“Liam …”

“Ya, ada apa?”

“Bisa kah kita mampir sebentar ke Wendy’s? Aku lapar,” ucapku. Sebenarnya aku tidak lapar. Aku hanya ingin agar aku bisa sedikit berlama-lama dengannya. Aku penasaran dengan apa yang sudah dia lalui sebelum bertemu aku.

“Tentu saja.”

Liam pun mengendarai mobilnya menuju Wendy’s dan memarkirkan mobilnya. Kami berdua turun dari mobil dan masuk ke dalam. Suasana di dalam sangatlah tenang, hanya ada 7 orang pelanggan termasuk aku dan Liam. Aku menuju kasir untuk memesan makanan ku namun aku tidak melihat Liam yang sebelumnya berada di belakang ku. Ternyata dia sudah duduk di salah satu meja yang berada di dekat jendela. Aku terpaksa kembali untuk menghampirinya.

“Kau tidak ingin makan?” tanyaku kepada Liam.

“Aku tidak punya uang. Aku hanya berniat bicara denganmu sambil mengantarmu pulang,” jawab Liam

“Kau hanya ingin menunjukkan luka di tanganmu itu?”

“Sebenarnya tidak, tapi karena suasana di mobil terasa aneh, aku jadi bingung bagaimana aku memulainya.”

“Pesan lah sesuatu. Aku akan mentraktirmu, hitung-hitung balas budi, karena kau sudah baik kepadaku. Aku juga ingin mendengar ceritamu tentang luka itu,” ucapku sambil memainkan rambutku.

“Tak perlu repot-repot membalas kebaikan ku. Itu sudah seharusnya di lakukan. Kenapa kau ingin mengetahuinya?” tanya Liam.

“Sudahlah pesan saja.” Aku kemudian menarik lengan baju Liam menuju kasir.

“H-hey, baiklah.”

“Satu Premium Burgers, satu Spicy Cheese Burgers, satu Beef Spaghetti, Large French Fries, satu Crispy Chick-“

“Hey, kau yakin bisa menghabiskan semuanya?” tanya Liam memotong pembicaraan ku dengan kasir.

“Hmm, entahlah.”

“Lalu kenapa kau membeli sebanyak itu?”

“Kenapa ya? Karena aku kaya?”

“Anak bos minyak memang beda.”

Aku hanya tertawa mendengarnya. Biarlah, sepertinya aku jadi merasa lapar setelah pergi ke tempat ini.

“Apakah anda sudah selesai dengan pesanan anda?” tanya kasir yang sedang mencatat pesanan ku.

“Belum, hmm, satu Crispy Chicken Burgers, satu Baked Potato dan minumnya air mineral saja. Oh iya, akum au Volcano Frosty juga. Bagaimana denganmu, Liam?” tanyaku kepada Liam sambil tersenyum menyebalkan.

“Wanita gila. Aku pesan Beef Burgers dan Lemon Tea saja,” kata Liam sambil memebrikan tatapan kesal kepada ku.

“Hanya itu yang kau makan? Apakah kau ini benar-benar pria?”

“Sebaliknya, dengan makan sebanyak itu, apakah kau benar-benar wanita? Biasanya wanita sangat menjaga makannya. Karena takut dirinya akan menjadi gendut.”

“Persetan dengan menjadi gendut. Lagipula apa aku memang terlihat gendut, Liam?” tanyaku kepada Liam.

“Entahlah. Kau terlihat normal.”

“Memang yang tidak normal itu seperti apa?” tanyaku kesal.

“M-maksudku, sudahlah lupakan, kita sedang berada di depan kasir.”

“Huh menyebalkan,” kataku sambil mengeluarkan uang dari dompetku.

“Baiklah, karena pesanan anda lumayan banyak, kami akan mengantarkannya. Silahkan tunggu di meja. Terima kasih.”

Liam lalu melihatku dengan tatapan ‘lihat kan apa yang sudah kau lakukan sehingga makanannya menjadi lama untuk datang’. Namun aku pura-pura tidak melihatnya lalu pergi menuju meja dan menunggu makanan. Aku memperhatikan bekas luka di tangan Liam.

“Apa yang sudah ia lalui ya,” batinku.

Aku lalu mengalihkan pandanganku menuju wajahnya. Cukup lama aku memperhatikannya. Alisnya tebal dan hidungnya mancung. Matanya yang berwarna biru terang sedang melihat keluar jendela. Sepertinya dia merasa kalau dia sedang diperhatikan.

“Apa?” tanya Liam yang membuatku terkejut.

“T-tidak,” jawabku gugup.

“Ada apa dengan wajahku?”

“Tidak ada, hanya wajahmu terlihat… normal.”

“Memang yang tidak normal itu seperti apa?” tanya Liam dengan nada kesal.

“Hidung ada 2 dan mata ada 3, lalu mulutmu terletak di dahi. Itu tidak normal.”

Liam menghela nafas mendegarnya. Aku tertawa melihatnya. Padahal sebelumnya mood ku sedang buruk karena aku masih memikirkan pria yang melompat itu. Mungkin mood ku kembali karena membayangkan pesanan ku yang sekarang sedang di bawakan oleh pelayan.

“Silahkan,” kata pelayan itu seraya meletakan makanan di meja ku.

Aku langsung mengambil burger menggunakan tangan kanan ku dan kentang dengan tangan kiri ku dan melahap keduanya. Sepertinya, mood ku memang kembali karena aku memang ingin makan. Padahal, sebelumnya aku minta Liam untuk mampir ke Wendy’s hanya karena aku ingin bicara dengannya. Persetan dengan alasan ku. Aku lapar.

Liam memperhatikan aku makan dengan sedikit tidak percaya. Dia lalu tersenyum dan mengetawai aku serta meledekku yang akan menjadi gendut. Aku tidak peduli, aku lapar.

“Burpp,” aku bersendawa setelah menghabiskan semua yang aku pesan. Tinggal Volcano Frosty yang belum aku eksekusi.

“Aku tidak percaya kau bisa menghabiskan semuanya,” kata Liam

“Yah aku juga tidak percaya. Well, karena aku sudah kenyang. Ceritakan lah soal luka di tangan mu itu.”

“Kau benar-benar ingin mendengarnya?” tanyanya sambil meletakkan gelas Lemon Tea nya di atas meja.

“Tentu saja.”

“Kau tidak akan membenci ku?”

“Kenapa aku harus membenci mu?”

“Kau mungkin akan membenci ku setelah aku menceritakan ini.”

Apa yang dia katakan membuatku ragu untuk mendengarkan ceritanya. Tapi di sisi lain, aku penasaran dan ingin tahu apa yang sudah ia lalui. Aku lalu memperhatikannya dengan seksama. Mata birunya mengeluarkan air mata. Sial, cerita macam apa yang akan aku dengar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Don't Be Silly. It's Precious   Seperti aku

    Aku bangun pagi ini dengan perasaaan segar dan bersemangat karena aku memiliki hal penting untuk dilakukan hari ini. Aku bergegas menuju ke kamar mandi dan mandi untuk membuat tubuhku semakin segar.Setelah mandi, aku pergi menuju ke ruang tamu dan mendapati ibuku yang tengah memasak sarapan. Dia tampak heran melihat aku yang masih pagi begini sudah mandi.“Mau kemana pagi-pagi sekali?” tanya ibuku.“Tidak kemana-mana, sedang ingin saja,” jawabku seraya tersenyum dan menunjukkan gigiku.Ibuku hanya menggelengkan kepala dan memasang ekspresi yang mengisyaratkan “terserah kau saja” di wajahnya.“Dimana ayah?” tanyaku.“Sepertinya di taman, bersama Finn,” jawab ibuku seraya membalik telur goreng.Semenjak Finn datang, ayahku selalu bangun sangat pagi dan menghabiskan waktu bersama Finn sampai waktu sarapan. Entah itu jalan-jalan pagi mengelilingi lingkungan rumah kami, atau hany

  • Don't Be Silly. It's Precious   Keributan di rumah

    Malam menyapa. Kegiatan bakti sosial itu berlangsung sampai sore dan kami semua melewatkan jam makan siang sehingga kami memutuskan untuk makan bersama di restoran. Aku melihat unggahan akun sosial media yayasan kami yang dikelola oleh Yura sebagai bagian dokumentasi.Semua komentar positif dilontarkan oleh para pengguna sosial media di tiap unggahan serta semua hati dan ibu jari yang berjumlah ribuan berada disana. Aku tersenyum bahagia, dan aku ingin sedikit berteriak mengetahui rasa senangku, tapi aku tidak ingin terlihat memalukan di restoran ini.“Haruskah kita melakukan rapat sekarang? Nyonya ketua?” tanya Mason seraya menyeruput es tehnya.“Entahlah, aku rasa kita bisa melakukannya di pertemuan berikutnya, aku memiliki semua hal yang perlu kita evaluasi, aku bisa melakukan pertemuan kapan saja, tergantung kepada kalian, mungkin ada yang sibuk? Atau tidak bisa datang? Karena itu, untuk menghindari hal tersebut, aku ingin agar kita menyesu

  • Don't Be Silly. It's Precious   Diberkati

    “Ada satu tempat lagi yang harus kita datangi, ini sangat penting, jadi kau tidak boleh menolak, ajak saja Finn, mereka tidak melarang anjing untuk datang,” ucap Carla seraya menyeruput minumannya.“Kemana?” tanyaku ingin tahu.Carla tidak menjawab dan Finn mengonggong dari belakang. Dia tampak senang berada di dalam mobil, dan aku mengelus kepalanya.Kami lalu masuk ke sebuah komplek perumahan elit dimana banyak sekali rumah-rumah berukuran besar. Aku tidak pernah pergi kesini sebelumnya, jadi ini semua terasa asing untukku.“Ini mau kemana? Aku tidak pernah kesini,” ucapku kebingungan.Carla masih tidak menjawab, namun dia tersenyum riang dan kami kemudian berhenti di sebuah rumah mewah dengan banyak mobil terparkir di depannya. Carla lalu mengajak kami masuk ke dalam dan aku membukakan pintu untuk Finn. Ketika aku sampai di depan pintu, terdengar suara berisik dari dalam.“Hai Ava!” teriak s

  • Don't Be Silly. It's Precious   Finn

    “SELAMAT DATANG DI PET CONVENTION TAHUNAN!!”Seorang wanita menyambut kami yang tengah berjalan memasuki sebuah tanah lapang yang dipenuhi tenda-tenda dan balon-balon. Carla yang terlihat sangat bersemangat menarik tanganku menuju ke salah satu dari tenda-tenda itu.Aku melihat ke sekelilingku dan memang benar, ada banyak sekali binatang-binatang unik dan lucu disini. Aku menghampiri sebuah tenda yang memiliki beberapa ekor landak berwarna putih dan aku mengelus duri-duri di punggungnya dengan lembut. Landak itu terlihat menyukai perlakuanku kepadanya. Entahlah, dia memejamkan matanya dan terlihat santai, jadi aku berasumsi kalau dia menyukaiku.“Ava Ava!! Lihat ini, dia sangat lucu!” teriak Carla dari tenda disebelahku. Dia menggendong seekor anak monyet berwarna putih.“Ah kau benar, dia sangat lucu!” ucapku seraya mengelus rambut putihnya. Dia juga terlihat mneyukainya.“Dia spesies yang langka, negara t

  • Don't Be Silly. It's Precious   Solusi(?)

    Sesampainya dirumah, aku membaringkan tubuhku di atas ranjang empuk di kamarku dan memandangi langit-langit kamarku. Aku memperhatikan lenganku yang terlihat sedikit berisi dibandingkan beberapa bulan yang lalu.“Aku rasa aku sedikit gendut, sepertinya memang benar,” gumamku seraya meremas lengan kiriku dengan tanganku.Aku lalu berdiri menghadap cermin dan memandangi cermin. Memandangi tubuhku dan beralih menatap mataku sendiri yang juga menatapku di sisi lain cermin.Asap. Dimana-mana ada asap, dan cerminku mulai retak. Luka di wajahku yang sudah mengering, terkelupas. Kakiku bergemetar hebat. Aku sudah mengalami ini berkali-kali, namun, aku masih merasa takut. Di dalam hati, aku berteriak. Ketika aku mengalihkan pandangan ke tempat tidurku, disana terbaring tubuh Carla dengan darah berlumuran dimana-dimana.“AVA!!”Aku menoleh, mencari asal suara yang ternyata datang dari ibuku yang tengah memperhatikan aku dari pintu kam

  • Don't Be Silly. It's Precious   Urusan wanita

    Makanan yang kami pesan datang dan aku masih belum menyentuh steak yang aku pesan. Aku masih memikirkan semua yang Liam katakan seraya melihat ke arah ayah dan ibuku yang tengah bercanda bersama Ruby dan juga nenek Liam.“Beberapa jam sebelum makan malam, menghabiskan waktu bersama kedua orang tuaku yang menyenangkan ini,” ucapku dalam hati.Sejak awal bertemu dengannya, dia merubah hidupku. Dan aku rasa aku sudah mengatakannya ratusan kali. Gadis bergelimang harta namun sarat akan kasih sayang, gadis yang memiliki sebuah istana namun tidak bisa dianggap rumah, gadis yang bisa mendapatkan semua yang dia inginkan kecuali cinta yang tulus, semuanya berubah hanya dalam satu hari dimana aku memutuskan untuk mencari sarapan di pagi yang cerah dalam kondisi mengantuk.“Ava, sayang, kenapa kau tidak makan?” tanya ayahku yang tengah mengobrol dengan Liam. Dia melihatku dengan wajah khawatir.“Ah iya, aku hanya sedang memikir

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status