Aku bangun pagi ini dengan perasaaan segar dan bersemangat karena aku memiliki hal penting untuk dilakukan hari ini. Aku bergegas menuju ke kamar mandi dan mandi untuk membuat tubuhku semakin segar.
Setelah mandi, aku pergi menuju ke ruang tamu dan mendapati ibuku yang tengah memasak sarapan. Dia tampak heran melihat aku yang masih pagi begini sudah mandi.
“Mau kemana pagi-pagi sekali?” tanya ibuku.
“Tidak kemana-mana, sedang ingin saja,” jawabku seraya tersenyum dan menunjukkan gigiku.
Ibuku hanya menggelengkan kepala dan memasang ekspresi yang mengisyaratkan “terserah kau saja” di wajahnya.
“Dimana ayah?” tanyaku.
“Sepertinya di taman, bersama Finn,” jawab ibuku seraya membalik telur goreng.
Semenjak Finn datang, ayahku selalu bangun sangat pagi dan menghabiskan waktu bersama Finn sampai waktu sarapan. Entah itu jalan-jalan pagi mengelilingi lingkungan rumah kami, atau hany
Pagi sudah datang. Tidak aku sangka aku sudah semalaman menatap layar ponsel ku. Yah, aku tau ini tidak sehat. Tapi sebenarnya ini jauh lebih baik daripada harus mendengarkan orang tua ku saling menyakiti di lantai bawah. Tidak ada hari tanpa ayahku yang tukang selingkuh dan ibuku yang suka sekali mabuk saling menyakiti baik secara fisik maupun psikis. Aku tidak mengerti kenapa mereka bisa menikah.Hey, aku belum memperkenalkan diri, aku Ava. Agatha Vavreu. Aku lebih suka dipanggil Ava karena itu terkesan singkat, padat, dan jelas daripada Agatha. Jadi, aku tidak akan menoleh jika dipanggil Agatha maupun Vavreu. Aku siswi kelas 3 SMA dengan tinggi 163 cm dan berat 58 kg. Lumayan ideal untuk orang yang dapur rumahnya kosong. Orang tua ku senang bermain lempar tangkap menggunakan perabotan dapur. Aku hanya menggunakan dapur untuk memasak air karena hanya panci untuk memasak air lah yang tidak pecah. Aku selalu membeli makanan di luar atau memakai layanan delivery. Hey, walaupun
Aku berteriak. Hanya berteriak. Aku merasa tidak berguna karena aku hanya bisa berteriak. Tatapan kosong itu masih bisa terlihat meski dia sudah berada begitu jauh di bawah. Terlebih, senyumannya yang menurutku itu adalah sebuah senyuman yang tulus. Seakan-akan merasa terbebas. Padahal aku tidak mengenal siapa dia. Tapi apa yang dia lakukan membuat ku sangat terpukul. Orang-orang disekitar ku ikut berteriak.“Pembunuh.”“Wanita ini sudah membiarkannya mati.”“Tidak punya hati.”“Aku tidak akan bisa tidur jika aku jadi dia.”Suara-suara itu muncul di belakang ku. Aku rasa mereka benar. Manusia macam apa yang diam saja melihat orang yang berada di depannya akan mengakhiri hidupnya?. Sial, aku benar-benar merasa jika dia mati karena aku. Namun tiba-tiba saja aku merasa seseorang menarik tanganku dengan kuat. Membuatku menjauh dari kerumunan orang-orang yang masih shock karena apa yang mereka lihat. Aku m
Aku membuka mataku dan menemukan diriku sedang terbaring di atas kasur. Badanku terasa sakit di beberapa titik. Tanganku yang sebelumnya berdarah sekarang sudah diperban. Terasa nyeri sekali. Aku mengambil dompet dan ponsel ku lalu melangkah keluar dari ruangan ini dengan tertatih-tatih. Aku bisa melihat Liam sedang tertidur diatas sofa.“Liam, bangun.” Aku mencoba membangunkan Liam dan mengguncang-guncangkan tubuhnya. Dia terbangun lalu mengucek matanya dan duduk diatas sofa. Dia kemudian memperhatikan aku, sepertinya dia cemas sekaligus kesal dengan apa yang sudah terjadi hari ini.“Apa yang sudah kau lakukan? Kenapa kau menyakiti dirimu sendiri?” tanya Liam.“Aku tidak tahu, Liam. Rasanya tanganku bergerak sendiri. Bukan aku yang menggerakkannya.”“Jadi menurutmu sesuatu yang tak terlihat menggerakan tanganmu? Menurutmu apartemen ku berhantu? Jika itu alasanmu menyakiti dirimu kau sungguh sudah gila.”
Liam’s POVAku mencoba untuk tetap sadar setelah orang-orang brengsek ini memukuliku. Mereka memukuli ku karena aku meninju salah satu dari ke empat orang ini karena mereka tertangkap basah olehku hendak memperkosa seorang wanita di depan ku. Namun aku tidak berdaya menghadapi mereka. Hal terakhir yang aku ingat adalah salah satu dari mereka menendang wajahku dan semuanya menjadi gelap.Saat aku bangun seluruh badanku terasa sakit dan sepertinya wanita tadi pada akhirnya bernasib buruk, karena aku menemukan dirinya tergeletak dengan pakaian yang sudah terkoyak-koyak dan darah di kepala dan disekitar pahanya beberapa meter dari tempat aku pingsan. Aku menghampirinya dan memeriksa apakah dia masih bernapas atau tidak. Dia bernapas.Aku lalu menutupi badannya dengan jaket yang aku pakai dan menggendongnya ke mobil pick-up usang ku. Aku tidak mungkin membawanya ke rumah sakit karena aku tidak mungkin memiliki uang untuk membayarnya. Jadi
Hari ini adalah hari ketiga masuk sekolah setelah libur kenaikan kelas. Namun, ini adalah awal semester terburuk yang pernah aku alami. Sebuah video tersebar di sekolah dan sosial media. Video tersesbut adalah video Alita yang tengah diperkosa oleh orang-orang brengsek itu. Hari itu, Alita langsung menjadi pusat perhatian satu sekolah. Beberapa merasa prihatin dengan apa yang sudah dilalui Alita dan mencoba membuat Alita merasa lebih baik. Namun, yang lainnya seperti tidak memiliki otak di dalam kepalanya.Seminggu kemudian, Alita tidak pernah lagi datang ke sekolah. Mungkin karena dia tidak tahan berkali-kali dikerjai dan dicap pelacur oleh murid sekolah ini. Bahkan, dia pun menolak menemuiku dan melarangku datang kerumahnya di minggu pertama sejak ia mengurung diri.Aku pun tidak tahan lagi. Apakah mereka tidak mengerti jika Alita adalah korban dari pemerkosaan? Kenapa mereka begitu kekanak-kanakan menganggap kasus pemerkosaan adalah hal yang lucu? Aku tidak tahan me
Dia mencoba menyembunyikan air matanya. Namun aku masih bisa melihatnya. Dia lalu tersenyum kepadaku, namun aku bisa melihat kalau itu adalah senyuman yang dipaksakan. Aku merasa kesal dengannya, namun tidak sampai membencinya. Dia memberiku peringatan sebelum menceritakan cerita itu. Namun, aku pun merasa kasihan dengannya yang sudah kehilangan orang yang ia cintai. Dia memang tidak peka, sikap bodohnya membuatnya ingin membunuh dirinya sendiri. Tapi tidak semuanya salah Liam. Tentu saja dia akan merasa bersalah atas kematian Alita karena dia mencintainya.“Bagaimana? Kau membenciku?” tanya Liam kepadaku.“Tidak.”“Syukurlah.”“Lalu, bagaimana kau bisa tetap hidup?”“Sepertinya seseorang menemukan diriku dan pihak sekolah membawaku kerumah sakit. Aku tidak pernah tau siapa dia karena satu sekolah menjaga jarak denganku.”“Eric?”“Dia baru mengetahuinya dari
Ayah menghampiriku dan menampar aku dengan keras hingga aku terjatuh. Kepala ku yang terasa sangat pusing kemudian ditendang oleh ayahku yang sepertinya belum puas menamparku. Ibuku hanya melihat dari sofa dengan tatapan yang memang kesal.“KAU ANAK SIALAN. KENAPA KAU MEMPERMALUKAN AKU?” tanya ayahku dengan berteriak di telingaku. Aku tidak bisa menjawab karena kepalaku terasa sakit sekali.“Ayah, sakit,” kataku dengan lemas.Namun, ayah menginjak jari-jariku dan menendang tubuhku. Rasanya benar-benar sakit. Aku berteriak namun ayahku menutup mulutku menggunakan sepatunya.“KAU BENAR-BENAR BODOH. NAMA BAIK AYAHMU SEKARNG TERCEMAR. DAN ITU SEMUA SALAHMU ANAK SIALAN.”Aku meronta-ronta meminta ayahku melepaskan sepatunya dari mulutku. Namun dia semakin menjejalkan sepatu mahalnya itu di mulut anak perempuannya yang membuat salah satu gigiku ada yang patah Kau kejam sekali, ayah.Ayahku kemudian melepas
Hari senin yang cerah. Aku sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah. Aku mengambil kunci mobil dan berangkat ke sekolah. Ayah sedang sarapan dan dia terlihat tidak senang melihatku, dia lalu melempar gelas yang ia pegang ke arahku. Aku buru-buru berlari mengambil kunci mobil dan pergi keluar menuju mobil. Ibuku yang sedang berada di luar rumah berpura-oura tidak melihatku dan lanjut memainkan ponselnya.Saat aku sampai sekolah, aku sudah menduga bahwa orang-orang akan memperhatikan aku dengan tatapan seolah-olah aku binatang yang menjijikan. Sekolah tempatku belajar adalah sekolah elite berisikan murid-murid dengan orang tua yang kaya.Saat aku masuk kelas seluruh murid di kelas menjaga jarak denganku. Semuanya berbisik-bisik soal kasus itu dan juga memar di wajahku. Aku rasa mereka pun paham bagaimana cara orang-orang kaya menyelesaikan masalah, namun mereka tidak tahu bagaimana ayahku menyelesaikan masalahnya denganku. Aku tidak peduli bagaimana mereka memperlakukank