Barry terkejut dengan pertanyaan Amel yang tidak di duga sama sekali, Amel masih tidak menyadari kata yang baru saja keluar dari bibirnya. Sebelum Amel berubah pikiran dengan cepat Barry mengajak Amel turun dan masuk ke dalam rumah, rumah ini masih ada yang membersihkan atas permintaan Barry takut sewaktu – waktu ada tamu atau dirinya ingin mengenang sang istri. Barry menatap Amel yang tampak menilai isi rumah ini lalu mengangguk perlahan, pandangan Amel teralihkan pada foto pernikahan yang dipajang di ruang keluarga.
“Bukan Bu Tina?,” Amel menatap Barry bingung.
Barry tersenyum “Tina adalah adik iparku jadi jelas bukan foto dia yang aku pajang bisa marah Raffi,” Barry melingkarkan lengannya dengan memeluk Amel “nanti kita ganti dengan foto kita,” bisik Barry sambil menahan nafsu untuk menyentuh Amel.
“Ada yang ingin aku bicarakan,” ucap Amel tanpa melepaskan tangan Barry “orang tua aku ingin bertemu.”
Barry melepaskan pelukan dan menarik bahu Amel agar menatapnya “kamu serius?,” Amel mengangguk “apa kamu tidak malu bersama duda?.”
Amel menggelengkan kepala “bimbing aku, mas.”
Barry tidak menyangka kata yang keluar dari bibir Amel bahkan dirinya tidak bertanya jauh mengenai semua masa lalunya. Barry langsung menarik Amel menciumnya dengan lembut menyampaikan seluruh perasaannya, melamar Amel itu karena merasa kasihan pada anak – anak dan Tina karena bagaimana pun Barry membutuhkan pendamping dan itu bukan Siska. Amel gadis yang dia lihat sewaktu pertama kali bertemu ketika bimbingan di rumah mertuanya dan mulai tersentuh ketika melihat bagaimana sayangnya pada kembar.
Ciuman Barry semakin menuntut bahkan kini sudah menggendong Amel tanpa melepaskan ciuman dengan berjalan memasuki kamar utama tempat di mana dulu Barry bersama sang istri. Amel tidak melepaskan ciuman Barry sama sekali bahkan menikmati semua sentuhan yang diberikan, pengalaman pertama Amel kali ini bersama seorang pria dengan ciuman panasnya bahkan sampai masuk ke dalam kamar di mana semua serba pertama bagi Amel. Barry yang menatap bibir bengata Amel semakin tidak terkendali, meskipun sering dirinya melihat Siska tapi entah kenapa Amel sangat berbeda. Dua bukit kembar Amel tersentuh tidak sengaja dan sangat pas di tangan Barry yang seketika langsung menyukainya apa lagi ketika bibirnya masih mencium Amel tanpa henti seolah tidak ingin lepas dari bibir manis ini.
Suara desahan Amel menyadarkan Barry bahwa saat ini dirinya terlalu jauh tapi Barry tidak bisa melepaskan begitu saja karena Amel benar – benar membuatnya terlena. Saat ini pakaian mereka berdua sangat berantakan dan tatapan mereka berdua sudah dipenuhi nafsu seolah ingin menuntaskan semuanya saat itu juga, Amel sadar mereka sudah terlalu jauh tapi masih ingin menikmati lebih dengan Barry dan ini adalah pengalaman pertamanya. Dengan kesadaran tersisa Amel mendorong Barry perlahan, tatapan mereka masih tidak bisa lepas meski sudah saling menjauh satu sama lain dan Amel mengakui jika tadi sangat nikmat.
“Kita sudah terlalu jauh,” perkataan Amel menyadarkan Barry dengan segera Barry merebahkan diri di samping Amel.
“Kabari mereka besok malam aku ke rumah,” Amel sedikit terkejut dengan perkataan Barry “aku tidak bisa menahan dan cukup lama aku berpuasa jadi bisakah kita percepat semuanya?.”
Amel mengangguk malu karena perkataan Barry dan kondisi pakaian mereka yang berantakan menyadarkannya bahwa semua yang dikatakan Barry memang benar adanya, Amel menatap ke bagian bawah Barry yang sudah menegang karena tampak dari tonjolan pada celana dalamnya seketika Amel hanya diam karena hal ini pertama kali dirinya melihat hal yang seperti ini.
“Mas, apa itu sakit?,” Amel menunjuk membuat Barry menatap apa yang Amel tunjuk.
Barry tersenyum lalu menggelengkan kepala mendengar perkataan Amel “sudah biasa dan aku bisa mengatasinya jadi jangan terlalu dipikirkan,” ucap Barry membelai pipi Amel dengan lembut seolah takut untuk menyakiti diri Amel.
Barry mendekati wajah Amel membuat Amel menutup mata seolah takut akan terjadi hal yang sama seperti sebelumnya, melihat reaksi Amel membuat Barry tersenyum dan tidak menyangka akan mendapatkan gadis yang bahkan usianya tidak berbeda jauh dengan adiknya Hana. Barry menghentikan tindakannya dengan menatap Amel yang masih memejamkan mata seolah takut akan apa yang akan dihadapinya sebentar lagi. Barry menarik dagu Amel dengan memberikan ciuman singkat untuk mengungkapkan apa yang dirinya rasakan saat ini, tapi ciuman ini semakin lama semakin penuh dengan gairah seperti sebelumnya membuat Barry menghentikan semuanya dan menatap Amel dalam.
“Kita hentikan karena aku mau semua indah pada saat kita menikah,” Barry memegang bahu Amel pelan dan sukses membuat Amel membuka matanya dan langsung meletakkan kepalanya di dada Barry, yang dilakukan Barry adalah menepuk punggung Amel pelan “kamu luar biasa dan aku suka serta tidak sabar mengikatmu dalam pernikahan secepatnya karena aku sudah tidak tahan.”
Perlahan Amel berdiri dari ranjang meninggalkan Barry sendiri di ranjang yang membuat Barry menatap bingung atas apa yang Amel lakukan, Amel tidak mempedulikan reaksi Barry ketika dirinya melangkah ke luar dari kamar yang mungkin akan menjadi kamarnya esok ketika mereka menikah, bahkan Amel tidak tahu jika Barry harus menahan diri untuk tidak melakukan hal lebih pada dirinya saat ini. Amel memilih ke dapur yang ternyata tidak ada isi sama sekali, membuatnya bingung akan melakukan apa di rumah ini dengan perut yang terasa lapar.
“Kamu marah?,” suara Barry di telinga Amel mengagetkannya “nanti kita isi semua.”
Amel membalikkan badan lalu menggeleng “aku hanya malu dan seperti wanita murahan yang dengan mudah melakukan bersama pria.”
Barry tersenyum “maaf dan aku seharusnya tidak membawamu ke rumah karena pasti akan terjadi hal yang tidak – tidak” wajah Amel memerah ketika Barry mengatakan hal tersebut.
Barry yang menatap Amel malu menjadi gemas sendiri dan ingin mengajaknya melanjutkan kegiatan mereka yang tertunda tadi, tapi Barry harus bisa menahan diri untuk tidak menyerang Amel karena semua serba cepat dan mendadak. Rasanya setelah ini Barry akan bertemu Siska melepaskan semuanya pada Siska karena tidak bisa menyentuh Amel, katakan Barry bukan pria baik – baik dan tentu diakui Barry apalagi setelah mengenal Siska yang bisa memuaskan dirinya setelah kepergian sang istri.
Barry sebenarnya ingin mengantarkan Amel sampai rumah tapi Amel ingin diantarkan sampai ujung gang agar tidak membuat orang rumah curiga, mereka terdiam cukup lama seolah sibuk dengan pikiran masing – masing. Amel yang tidak menyangka akan menjadi berbeda ketika berdekatan dengan Barry dan Barry sendiri masih tidak percaya dengan jawaban Amel yang menerima dirinya dengan menjadi suami, Barry sendiri melamar Amel awalnya agar si kembar mendapatkan perhatian dari sosok ibu dan itu dirinya dapatkan dari Amel tapi semakin ke sini perasaan tersebut muncul tanpa bisa dihentikan sama sekali, Barry tersadar ketika Amel membuka pintu dan tanpa menunggu waktu langsung turun dari mobil menuju ke rumahnya dengan berjalan kaki. Barry menatap punggung Amel yang semakin menjauh dan langsung memegang dadanya yang berdetak kencang. Tanpa berpikir dua kali Barry menghubungi Siska dan yakin jika wanita tersebut ada di apartemen untuk memuaskan dirinya, Barry sadar jika tadi wajah Siska tidak suka dengan kedatangan Amel dan jika sudah begini berarti permainan mereka semakin panas.
“Lama juga sama bocah itu,” Siska menatap Barry yang baru masuk ke dalam.
Barry melangkah sambil membuka pakaiannya semua tanpa terkecuali, Siska paham jika Barry membutuhkan pelampiasan karena tidak mendapatkan dari bocah kecil tersebut, melihat Barry segera Siska melakukan hal yang sama karena dari tadi sudah menahan diri untuk bersama Barry bahkan panggilan dari Pandu sang suami tidak Siska hiraukan. Malam ini menjadi malam yang panjang bagi mereka berdua dan melupakan keluarga yang menunggu, tanpa Siska ketahui di mana Barry membayangkan Amel ketika mereka di ranjang saling mencari kenikmatan. Membayangkan Amel membuat Barry semakin panas dan ganas serta membuat Siska semakin senang mendapatkan perlakuan seperti ini. Suara desahan mendominasi ruangan ini karena saling mencari kenikmatan satu sama lain, pelepasan terakhir Barry benar – benar menginginkan Amel saat ini.
“Apakah kamu akan menikahi bocah itu? Dan bagaimana dengan kita? Aku tidak mau semua berakhir karena bagaimana pun ikatan kita lebih kuat karena adanya Arsen.”
Amel menyambut kedatangan Barry hari ini untuk bertemu keluarga terutama kedua orang tuanya, bahkan kakak Amel yang sudah tinggal jauh dari mereka menyempatkan waktu untuk pulang bersama keluarga kecilnya. Amel sedikit takut atas reaksi dari mereka semua nantinya dan hal ini pertama yang Amel alami karena selama ini tidak pernah sampai sejauh ini karena sudah langsung Amel tolak, tapi kali ini Amel yang menginginkan dan mereka sudah bertindak sangat jauh.“Amel,” panggil Gina “sudah datang ayo keluar.”Amel menghembuskan nafas panjang sebelum keluar, Amel dapat melihat bagaimana dewasanya Barry saat ini dan seketika Amel membayangkan kejadian kemarin yang hampir saja membuat dirinya melepas harta berharganya. Ketiga pria kesayangan Amel tampak serius berbicara dengan Barry, sedangkan Amel dan Gina hanya bisa diam dan memperhatikan bergantian.“Amel benar sudah siap menikah dengan Barry?,” pertanyaan Agus membuyarka
Barry mendengar apa yang Amel katakan tapi mencoba untuk tidak peduli dengan apa yang ada dalam benak Amel, bagi Barry saat ini adalah menikmati Amel dan apabila dirinya tidak bisa akan menghubungi Siska demi hasratnya ini. Amel tahu jika Barry selalu menatap bagian bawahnya tapi mencoba untuk tidak sadar atas apa yang Barry lihat, tapi Amel melakukan beberapa gerakan yang semakin membuat Barry panas yaitu mengangkat sedikit bagian bawahnya sehingga terlihat dengan sangat jelas.Barry langsung menggendong Amel menuju kamarnya yang sudah dibersihkan oleh orang yang selalu Barry bayar, Barry meminta untuk dibersihkan dan mengisi bahan makanan jika tiba – tiba Amel memasak. Barry meletakkan Amel di ranjang dalam hitungan detik sudah mencium Amel dengan penuh gairah, sedangkan Amel hanya bisa membalas dan meletakkan tangannya di leher Barry untuk memperdalam ciuman mereka bahkan beberapa kali Amel meremas rambut Barry. Amel tidak tahu apa yang Barry lakukan karena
Dalam kamar Amel terngiang perkataan Barry dan membuat kewanitaannya basah, bertemu dengan Barry membangkitkan sisi liar Amel selama ini yang tidak terlihat, bahkan Amel melanggar aturan yang dibuatnya sendiri yaitu semua hal yang berkaitan dengan ranjang hanya akan terjadi setelah pernikahan dan nyatanya sekarang sudah dilakukannya.Amel hari ini ada sedikit kegiatan di kampus untuk bertemu Tina membicarakan tentang sidangnya yang beberapa hari lagi, berarti pernikahannya juga beberapa hari lagi membuat Amel semangat setiap mengingatnya. Tidak ada yang perlu disiapkan pada pernikahannya karena hanya diadakan di rumah dan setelah itu Barry mengajaknya tinggal di rumah mereka maksudnya rumah Barry dengan almarhumah istrinya.“Ini yang nikah dulu kamu,” goda Satria saat di meja makan “Barry pria yang cocok buat adik karena usia kalian jauh jadi lebih dewasa.”“Terima kasih dan semoga pilihan aku tidak salah.”
Amel tahu bahwa apa yang dilakukan saat ini salah, tapi sentuhan Barry membuatnya terlena bahkan mereka berdua saat ini sudah tanpa sehelai benang dan Barry bermain di bagian bawah tubuh Amel. Amel hanya bisa mendesah dan meremas rambut Barry atas apa yang dilakukan di bagian bawah tubuhnya, bahkan Amel semakin tidak tahan dan tidak lama kemudian cairan milik Amel keluar yang langsung disambut oleh Barry.“Bagaimana?,” Barry menatap wajah Amel yang mulai lemas “apa masih mau merasakan yang lebih?.”Amel mengangguk lemah “ajarin aku memuaskanmu.”Amel mengalungkan tangannya pada leher Barry dan menciumnya penuh dengan gairah, Barry yang mendapatkan perlakuan Amel sempat terkejut namun selanjutnya mencoba mengimbangi gerakan Amel, bahkan ciuman Amel sudah turun hingga ke bagian bawah Barry yang telah tegang. Amel perlahan memegangnya dan menggerakkan tangannya, tapi tidak lama kemudian Amel mendekatkan bibirnya pada milik Barry dan di
Amel terbangun dengan bagian bawahnya yang sakit dan ketika menatap sekitar di mana sudah tampak gelap membuat Amel masih belum paham apa yang terjadi pada dirinya, ketika sudah benar sadar Amel teringat bahwa dirinya sudah tidak suci lagi. Amel mencoba untuk menerima semuanya karena dirinya yang menyerahkan diri pada Barry calon suaminya.“Sudah bangun,” Barry masuk dengan membawa nampan berisi makanan “apakah sakit?.”Amel mengangguk malu “sepertinya sudah malam dan aku harus pulang mas.”Barry tersenyum “aku sudah hubungi orang tuamu kalau akan menginap karena kembar ingin bersamamu,” Amel melotot mendengarnya “mau membersihkan diri?,” Amel mengangguk.Amel masih menunduk malu tidak berani menatap Barry, tanpa Amel duga Barry mengangkat dirinya menuju kamar mandi dengan keadaan masih tanpa busana. Barry meletakkan di bathtube yang sudah terisi air panas. Amel menatap mata Barry yang hanya tersenyum melihatnya dan
Pagi harinya keadaan Vina sudah menjadi lebih baik membuat Amel bersyukur karena tidak larut dalam kesedihan. Besok adalah waktu Amel dan Willy untuk sidang sedangkan Vina besoknya dan karena malamnya Amel menikah sudah pasti tidak akan datang ke sidang Vina.“Aku balik dan terima kasih untuk waktunya,” Amel mengangguk dan memeluk Vina sebelum pulang dengan diantar Satria.Amel masuk ke dalam kamar untuk mempelajari materi sidang besok, keadaan rumah yang sepi karena semua sudah mulai dengan aktivitasnya membuat Amel sedikit tenang untuk belajar. Sebelum belajar Amel mengabari Barry karena dari tadi mengirim pesan dan belum sempat Amel jawab.“Sayang,” suara ketukan di pintu Amel membuatnya terkejut.Amel tertidur karena terlalu asyik membaca bahan materi untuk sidang besok dan menatap sekitar yang sudah mulai gelap membuat Amel yakin jika dirinya melewatkan makan siang. Amel bangun dan membersihkan diri lalu keluar
Pertemuan dengan kedua sahabatnya membuat Amel sedikit lega karena bisa jujur pada mereka, meskipun tidak bisa datang setidaknya beban Amel sedikit berkurang. Malam ini adalah malam di mana statusnya akan berubah menjadi seorang istri, sampai rumah Amel langsung dirias oleh penata rias yang sudah disiapkan. Amel tidak tahu bagaimana kedua keluarga ini bisa mempersiapkan pernikahan dalam waktu dekat dengan semua serba minimalis tapi mewah.Amel menunggu cemas kedatangan keluarga Barry dalam yang masih dalam perjalanan, Amel takut jika Barry hanya bermain dengannya. Pintu kamar dibuka Ranti istri Muda dengan wajah tersenyum dan mengatakan jika Barry keluarga telah sampai, tidak lama kemudian di belakang Rani ada Hana yang menatapku sambil tersenyum.“Kakak ipar senang aku karena mbak yang jadi kakak ipar.”Amel hanya tersenyum mendengar perkataan Hana, Ranti langsung mengajak keluar dengan mereka yang berada di samping Amel dan juga L
Amel tidak tahu ke mana Barry akan membawanya kali ini yang pasti menurut Barry akan membuat Amel tidak bisa berjalan kembali dan Amel menjadi tidak sabar atas apa yang akan Barry lakukan, sepanjang perjalanan mereka Barry tidak melepaskan tangan Amel sama sekali seolah takut kehilangan dan Barry seperti anak muda kembali.Amel menatap tempat yang menjadi tujuan mereka yaitu Lombok membuat dirinya memandang Barry tidak percaya karena selama ini dirinya menginginkan pergi ke Lombok, Barry tetap menggandeng tangan Amel sampai mereka ke tempat penginapan yang langsung menghubungkan dengan pantai. Barry menyewa villa untuk liburan bersama Amel, sebenarnya tempat ini yang biasa dirinya gunakan bersama Siska tapi kali ini akan dirinya gunakan untuk bulan madu bersama istri kecilnya dan tidak akan membuat Amel keluar dari kamar. Barry ingin tahu sekuat apa Amel dalam menghadapi nafsunya ibarat kata ingin membandingkan kekuatan Amel dengan Siska, Barry tahu dirinya salah ta