Share

Lamaran

Amel menyambut kedatangan Barry hari ini untuk bertemu keluarga terutama kedua orang tuanya, bahkan kakak Amel yang sudah tinggal jauh dari mereka menyempatkan waktu untuk pulang bersama keluarga kecilnya. Amel sedikit takut atas reaksi dari mereka semua nantinya dan hal ini pertama yang Amel alami karena selama ini tidak pernah sampai sejauh ini karena sudah langsung Amel tolak, tapi kali ini Amel yang menginginkan dan mereka sudah bertindak sangat jauh. 

“Amel,” panggil Gina “sudah datang ayo keluar.” 

Amel menghembuskan nafas panjang sebelum keluar, Amel dapat melihat bagaimana dewasanya Barry saat ini dan seketika Amel membayangkan kejadian kemarin yang hampir saja membuat dirinya melepas harta berharganya. Ketiga pria kesayangan Amel tampak serius berbicara dengan Barry, sedangkan Amel dan Gina hanya bisa diam dan memperhatikan bergantian. 

“Amel benar sudah siap menikah dengan Barry?,” pertanyaan Agus membuyarkan lamunan Amel “jika Amel siap setelah Satria maka kalian menikah.” 

“Secepat itu?,” ucap Amel membuat semuanya menatap dirinya. 

“Lebih cepat lebih baik malah saya mau setelah Amel sidang besok,” ucapan Barry membuat Amel menatapnya tidak percaya “usia saya bukan usia main – main dan tidak bisa menunggu lama karena takut tidak bisa menahan diri dan nanti jadinya fitnah.” 

“Nikah siri dulu aja bagaimana?,” usul yang Amel ajukan membuat semua menatap terkejut. 

“Bunda gak mau kalau siri karena takutnya Barry mempermainkan kamu,” Gina membelai wajah Amel dengan perlahan untuk memberikan pengertian. 

Amel hanya diam tidak berani membantah perkataan bundanya karena memang sebenarnya Amel takut Barry mempermainkannya dan tidak sungguh – sungguh. Amel menatap Barry sekilas yang tampak berpikir akan bagaimana sambil berbicara dengan Agus, Amel tidak terlalu mendengarkan apa yang dibicarakan mereka di mana kedua kakak laki – lakinya terlibat dalam pembicaraan. 

“Amel kalian menikah malam setelah sidangmu di rumah tanpa adanya pesta untuk sementara dan nanti setelah pesta Satria baru kita mengadakan pesta,” Amel menatap sang ayah yang memberikan usul “Barry akan membawa keluarganya ke sini besok malam untuk melamar kamu.” 

“Setelah sidang?,” tanya Amel menatap semua pria di hadapannya. 

Agus mengangguk “malam setelah kamu sidang.” 

“Beberapa hari lagi?,” Amel menatap mereka semua yang mengangguk seketika Amel menggelengkan kepala “aku tidak mau karena fokus akan terbagi nantinya jika mau setelah Mas Satria.” 

“Aku yang akan mengurus semuanya,” Barry menatap Amel lembut membuat Amel terdiam “jadi masalah pernikahan kamu serahkan padaku dan kamu hanya fokus dengan skripsi mengenai Satria dirinya tidak ada masalah.” 

Amel menghembuskan nafas panjang “satu minggu setelah sidang dan biarkan aku merasakan bagaimana repotnya mengurus pernikahan meski hanya satu minggu,” pinta Amel membuat akhirnya setuju. 

“Keluarga aku akan tetap datang besok malam, tapi siangnya saya akan mengajak Amel keluar.” 

Setelah pembicaraan tersebut Barry berpamitan pulang dan Amel mengantarnya sampai depan pintu, sebenarnya Barry ingin mengajak Amel pergi untuk sekedar berciuman tapi setidaknya harus menahan diri karena besok dirinya sudah mengajak Amel bertemu dan menghabiskan waktu atas ijin kedua orang tuanya dengan alasan melihat tempat tinggal nantinya. 

“Memang kita ke mana besok?,” Amel menghentikan langkah Barry. 

“Rumah, aku ingin kamu mengubah sesuai keinginan dan gaya kamu.” 

“Tidak ada yang perlu diubah.” 

“Kalau begitu kita habiskan waktu di ranjang,” goda Barry membuat wajah Amel memerah menahan malu “aku pulang dan siapkan stamina untuk besok.” 

Amel menatap mobil Barry yang semakin menjauh dengan segera Amel menutup pintu dan masuk ke dalam rumah. Amel menatap kedua kakak yang dicintai masih setia di ruang keluarga sambil menonton televisi, Amel menghampiri mereka dan langsung memeluk mereka dengan posisi Amel berada di tengah. 

“Kamu benaran sama duda itu?,” Musa membelai rambut Amel perlahan membuat Amel mengangguk “semoga dia terbaik buatmu.” 

“Usia kalian jauh loh bahkan tua dia dari pada Mas Musa,” sahut Satria “anaknya kembar ya?,” Amel mengangguk “lucu atau nakal?.” 

“Lucu banget.” 

Mereka bertiga berbicara panjang lebar membuat Amel tersenyum karena kedua kakaknya sangat menyayangi dan mencintai dirinya. Amel bersyukur lahir dengan keluarga yang saling mencintai dan menyayangi dan berharap pernikahannya akan seperti itu juga. Amel masuk ke dalam kamar dan setelah membersihkan diri berbaring di atas ranjang membayangkan apa yang akan mereka lakukan besok di rumah Barry. Amel melangkah ke lemari pakaian mencari pakaian yang akan digunakan besok agar membuat Barry tertarik dan tidak bisa lepas darinya lagi. 

Dalam perjalanan pulang Barry sangat ingin melampiaskan hasratnya tapi sepertinya tidak bisa dilakukan karena Siska bersama Pandu, berdekatan dengan Amel semakin membuat Barry tidak bisa menahan diri dan keputusan menikah pada saat malam setelah dirinya sidang adalah keputusan yang sangat spontan dilakukan. Barry memutuskan untuk pulang saja secara besok dirinya akan menghabiskan waktu dengan Amel dan malamnya akan ke rumah Amel bersama keluarganya. 

“Sudah pulang kamu,” sapa Arman yang merupakan ayah Barry. 

“Ada yang ingin aku bicarakan,” ucap Barry menatap mereka semua dengan melangkah ke ruang keluarga. 

Hana dan Wulan melihat kedua orang tersebut menjadi bertanya – tanya karena kedua pria ini tidak pernah terlibat pembicaraan jika tidak penting, suara Arman mengagetkan mereka di mana meminta mereka untuk ikut bergabung. Setelah semuanya berkumpul Barry langsung menceritakan semuanya yang membuat kedua orang tuanya terkejut atas apa yang Barry katakan. 

“Bagaimana bisa menikah secepat itu?,” Wulan menatap Barry sambil menggelengkan kepala. 

“Aku hanya gak mau kehilangan dia.” 

“Baiklah berarti besok malam kita melamar resmi?,” Barry mengangguk mantap “siapkan si kembar bertemu ibu barunya,” Arman menatap Hana dan Wulan yang hanya mengangguk pasrah “kamu akan tidur di sini atau bagaimana?.” 

“Kembar ada di rumah mantan istrimu,” sahut Wulan. 

“Aku balik kalau begitu.” 

Barry memutuskan untuk tinggal di apartemen, di mana tempat ini menjadi saksi bagaimana dirinya dan Siska saling memuaskan satu dengan yang lain. Barry menatap ruangan ini yang selalu bersih dan tampak tempat ini adalah milik sebuah keluarga karena terdapat foto bahagia mereka ketika berlibur dan juga foto perkembangan Arsen. Barry memutuskan untuk membersihkan diri dan beristirahat, hal yang Barry yakini adalah besok dirinya akan menghabiskan waktu panjang dengan Amel di rumah lamanya bersama mantan istri dahulu. 

Kedatangan Barry disambut hangat oleh kedua orang tua dan kakak Amel, bahkan Barry bisa berbicara dengan nyaman bersama kedua kakak Amel. Amel keluar dengan pakaian dress mini yang membuat Barry membayangkan apa yang akan mereka lakukan, Barry juga membayangkan jika Amel tidak menggunakan apa pun di dalamnya. 

“Berangkat sekarang?,” pertanyaan Agus membuat Barry menatap mereka dan mencoba menghilangkan pemikiran negatifnya. 

“Kalau Amel siap,” jawab Barry tegas membuat Agus tersenyum. 

“Jangan lama – lama nanti orang tua kamu ke sini masa Amel gak mempersiapkan diri,” ucap Gina yang diangguki Barry. 

Barry menatap Amel ketika sudah sedikit menjauh dari rumah, Amel yang di tatap Barry membuatnya malu dan paham dari tatapan Barry, tapi Amel pura – pura tidak tahu maksud dari tatapan tersebut. Amel mencoba menatap tempat lain agar Barry tidak tahu bagaimana gugup dirinya ditambah nanti harus berhadapan dengan keluarga Barry. 

“Apa kamu memakai dalaman?,” Amel menatap Barry terkejut karena dari semua pertanyaan hal tersebut yang ditanyakan oleh Barry. 

Amel mengalihkan pandangan tidak berniat menjawab pertanyaan Barry karena jantungnya semakin berdetak kencang dan membayangkan apa yang akan mereka lakukan nanti. 

“Aku takut keluargamu tidak menyetujui ini semua.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status