Barry langsung menuju apartemen tempat biasa dirinya menghabiskan waktu jika tidak ada pekerjaan atau melarikan diri dari kembar. Barry beruntung karena keluarganya dan mendiang istrinya sangat membantu merawat kembar bahkan Tina dengan sukarela memberikan ASI pada kembar dengan mengikuti terapi agar payudaranya mengeluarkan susu atas permintaan istrinya.
“Sudah selesai urusannya?,” Barry menatap Siska sang sekretaris yang duduk di sofa “siapa gadis itu?.”
“Anak bimbingan Tina.”
“Kamu menyukainya atau basa – basi?,” Siska menatap Barry tajam tapi sayangnya Barry tidak menjawab pertanyaan Siska “kita sudah bersama lama bahkan aku rela berselingkuh dan kita sampai memiliki anak lagi pula dulu seharusnya kamu membiarkan aku yang menyusui kembar bukan Tina.”
“Itu permintaan terakhir istriku dan tidak mungkin aku ingkari.”
Barry menarik Siska agar duduk di pangkuannya, dapat dirasakan jika Siska tidak menggunakan dalaman di tubuhnya. Hubungan mereka berdua terjadi ketika Siska hamil dan Barry ditinggal sang istri untuk selamanya, sudah cukup lama mereka berhubungan sampai akhirnya mereka memiliki putra. Siska sendiri sudah menikah dan memiliki anak, Barry tidak tahu kenapa malah memikirkan untuk melakukan perselingkuhan dengan Siska. Barry sangat mengenal Pandu yang merupakan suami Siska dengan baik, bahkan dulu ketika istri Barry masih ada mereka kerap melakukan liburan bersama. Barry sangat mencintai istrinya dan saat ini entah kenapa Barry jatuh cinta pada anak bimbingan dari sang adik ipar.
Suara desahan memenuhi ruangan ini dan Barry kali ini membayangkan Amel yang sedang memuaskan dirinya, karena terlalu membayangkan Amel membuat Barry mendapatkan pelepasan yang banyak dan membuat Siska menatap puas atas apa yang terjadi, lalu dalam sekejap Siska tidur membelakangi Barry. Semenjak kejadian Siska hamil dengan segera Barry meminta untuk tidak hamil lagi dengan melakukan pemrograman, pada saat itu alasan Barry adalah anak – anak masih kecil karena jika Barry beralasan tidak enak pada Pandu tidak akan di dengarkan oleh Siska. Perasaan pada Siska tidak ada sedikit pun karena selama ini mereka melakukannya karena kebutuhan dan dengan kehadiran Siska di saat Barry membutuhkan membuatnya tidak perlu mencari perempuan murahan yang ada di pub atau manapun dan setidaknya Siska bersih dari semua penyakit karena hanya Barry dan Pandu saja.
Barry memandang wajah Siska yang terlihat lelah, apartemen ini Barry beli agar bisa melepaskan penat mereka berdua dan juga menutupi perselingkuhan selama ini. Anak Barry dan Siska tidak tahu jika Barry adalah ayah kandungnya dan menganggap Pandu sebagai ayahnya dan Barry tidak masalah yang terpenting Arsen bahagia dan tercukupi. Barry juga sampai detik ini tidak berniat menghentikan tindakannya bersama Siska entah jika nanti Barry menikah dengan wanita yang tepat, tapi meninggalkan Siska tidak ada dalam bayangan Barry sampai sejauh ini.
Barry memutuskan meninggalkan apartemen ini menuju rumah orang tuanya yang sudah pasti ada anak kembar yang menunggu kedatangannya, jauh di dalam hati terdalam Barry menginginkan Arsen bersamanya tapi bagaimana pun Barry tetap menghargai Pandu sebagai suami dari Siska.
“Mereka baru saja tidur,” ucap Hana ketika melihat kedatangan Barry “mas tampak lelah.”
“Aku baru saja melamar anak bimbingan Tina,” Hana membelalakkan mata membuat Barry sedikit kesal “kenapa apa salah?.”
Hana menghembuskan nafas panjang “mas baru bertemu Mbak Amel berapa kali sampai berani melamarnya?,” sambil menggelengkan kepala.
“Mas sepertinya sudah jatuh cinta pada Amel sejak melihatnya pertama kali bersama kembar.”
Hana menggelengkan kepala melihatnya, Hana sangat mengenal bagaimana kelakuan sang kakak yang mudah masuk dalam pesona wanita dan sampai sejauh ini Hana mengangkat jempol karena Barry bisa bertahan dengan status dudanya bersama anak kembar. Barry meninggalkan Hana dengan melangkah ke kamar tempat si kembar berada, menatap wajah kembar membuatnya teringat pada sang istri yang berjuang melahirkan mereka berdua.
“Apa kalian akan bahagia jika kakak yang kalian sayangi menjadi ibu baru kalian nanti?,” menatap sedih pada kembar “semoga ini keputusan terbaik bagiku ke depan untuk anak – anak.”
Dilain tempat Amel memikirkan perkataan Barry dan karena pertanyaannya tersebut yang membuat Gina penasaran membuat Amel langsung melarikan diri dengan alasan ingin mempelajari bahan untuk sidang ke depan. Amel meraba bibirnya yang tadi dicium Barry dan juga jantungnya secara bersamaan yang ternyata berdetak kencang, Amel tidak yakin apa yang dirasakan ini adalah cinta tapi tidak mungkin hanya nafsu tapi Amel merindukan sentuhan Barry pada dirinya.
“Hari ini ke mana?,” tanya Gina menatap Amel yang sudah tampak rapi.
“Mau jalan aja,” jawab Amel singkat tanpa berani menatap kedua orang tuanya.
Pembicaraan selanjutnya seputar persiapan pernikahan Satria yang sudah mendekati selesai, Amel hanya mendengarkan karena tidak tahu harus terlibat sejauh apa. Amel berharap sang bunda tidak bertanya tentang apa yang Amel katakan kemarin karena Amel sendiri tidak ingin kedua orang tuanya berpikir sesuatu dan biarkan mereka sibuk akan pernikahan Satria.
“Ada yang melamar kamu?,” pertanyaan Agus sang ayah membuat Amel terdiam “apa adik sudah yakin?.”
“Kalau sudah ajak ke rumah biar kita kenal,” sambung Gina namun Amel hanya diam “kita gak mempermasalahkan statusnya tapi ingin tahu sejauh mana mencintaimu.”
“Nanti Amel bicara sama dia.”
Amel tidak tahu harus bertemu dengan Barry di mana karena memang tidak tahu banyak mengenai Barry, tidak mungkin bertanya pada Tina karena bagaimana pun Amel masih memiliki hati menanyakan tentang mantan suaminya. Amel memutuskan jalan tidak tentu arah sampai pandangannya ke arah restoran di mana terdapat Barry dengan wanita dan pria tersebut sedang berbicara serius, Amel memutuskan duduk tidak jauh agar setelah selesai bisa langsung Amel datangi.
“Pak Barry,” Amel menyapa Barry yang hendak pergi membuat semua menatap ke arahnya “bisa minta waktu sebentar?.”
Barry yang terkejut dengan kehadiran Amel tapi jauh di dalam hatinya tersenyum senang dan sesuatu dalam dirinya tidak bisa ditahan “saya permisi terlebih dahulu nanti biar sekretaris saya Siska yang menangani kekurangannya.”
Barry meminta Amel mengikuti langkahnya menuju mobil, dalam mobil Barry langsung menarik Amel dan mencium bibirnya dengan penuh gairah dan lebih parahnya Amel membalas ciuman Barry dengan tidak kalah darinya. Barry melepaskan ciuman dan menatap bibir Amel yang membengkak juga dirinya yang harus mengontrol nafsunya agar tidak merusak Amel sebelum menikahinya tapi jika Amel ingin saat ini tentu Barry tidak akan menolak.
“Panggil mas jangan bapak,” pinta Barry yang diangguki Amel “ayo kita bicara.”
Barry tidak tahu mau membawa Amel ke mana karena selama ini dia selalu pulang ke rumah kedua orang tuanya atau menghabiskan waktu bersama Siska di kantor dan apartemennya. Satu – satunya tempat yang Barry pikirkan adalah rumahnya ketika masih bersama sang istri dahulu, rumah yang mereka bangun bersama dengan banyak harapan dan setelah sang istri meninggal Barry tidak pernah lagi ke sana saat ini pertama kali dirinya menginjakkan kaki di rumah itu.
“Aku tidak tahu mengajak ke mana untuk berbicara tapi hanya tempat ini yang ada di dalam benakku.”
“Rumah siapa?,” Amel menatap sekitar.
“Rumah kami sebelum dulu sebelum berpisah.”
Amel mengangguk “lantas apa kita nanti akan tinggal di sini?.”
Barry terkejut dengan pertanyaan Amel yang tidak di duga sama sekali, Amel masih tidak menyadari kata yang baru saja keluar dari bibirnya. Sebelum Amel berubah pikiran dengan cepat Barry mengajak Amel turun dan masuk ke dalam rumah, rumah ini masih ada yang membersihkan atas permintaan Barry takut sewaktu – waktu ada tamu atau dirinya ingin mengenang sang istri. Barry menatap Amel yang tampak menilai isi rumah ini lalu mengangguk perlahan, pandangan Amel teralihkan pada foto pernikahan yang dipajang di ruang keluarga.“Bukan Bu Tina?,” Amel menatap Barry bingung.Barry tersenyum “Tina adalah adik iparku jadi jelas bukan foto dia yang aku pajang bisa marah Raffi,” Barry melingkarkan lengannya dengan memeluk Amel “nanti kita ganti dengan foto kita,” bisik Barry sambil menahan nafsu untuk menyentuh Amel.“Ada yang ingin aku bicarakan,” ucap Amel tanpa melepaskan tangan Barry “orang tua aku ingin bertemu.”
Amel menyambut kedatangan Barry hari ini untuk bertemu keluarga terutama kedua orang tuanya, bahkan kakak Amel yang sudah tinggal jauh dari mereka menyempatkan waktu untuk pulang bersama keluarga kecilnya. Amel sedikit takut atas reaksi dari mereka semua nantinya dan hal ini pertama yang Amel alami karena selama ini tidak pernah sampai sejauh ini karena sudah langsung Amel tolak, tapi kali ini Amel yang menginginkan dan mereka sudah bertindak sangat jauh.“Amel,” panggil Gina “sudah datang ayo keluar.”Amel menghembuskan nafas panjang sebelum keluar, Amel dapat melihat bagaimana dewasanya Barry saat ini dan seketika Amel membayangkan kejadian kemarin yang hampir saja membuat dirinya melepas harta berharganya. Ketiga pria kesayangan Amel tampak serius berbicara dengan Barry, sedangkan Amel dan Gina hanya bisa diam dan memperhatikan bergantian.“Amel benar sudah siap menikah dengan Barry?,” pertanyaan Agus membuyarka
Barry mendengar apa yang Amel katakan tapi mencoba untuk tidak peduli dengan apa yang ada dalam benak Amel, bagi Barry saat ini adalah menikmati Amel dan apabila dirinya tidak bisa akan menghubungi Siska demi hasratnya ini. Amel tahu jika Barry selalu menatap bagian bawahnya tapi mencoba untuk tidak sadar atas apa yang Barry lihat, tapi Amel melakukan beberapa gerakan yang semakin membuat Barry panas yaitu mengangkat sedikit bagian bawahnya sehingga terlihat dengan sangat jelas.Barry langsung menggendong Amel menuju kamarnya yang sudah dibersihkan oleh orang yang selalu Barry bayar, Barry meminta untuk dibersihkan dan mengisi bahan makanan jika tiba – tiba Amel memasak. Barry meletakkan Amel di ranjang dalam hitungan detik sudah mencium Amel dengan penuh gairah, sedangkan Amel hanya bisa membalas dan meletakkan tangannya di leher Barry untuk memperdalam ciuman mereka bahkan beberapa kali Amel meremas rambut Barry. Amel tidak tahu apa yang Barry lakukan karena
Dalam kamar Amel terngiang perkataan Barry dan membuat kewanitaannya basah, bertemu dengan Barry membangkitkan sisi liar Amel selama ini yang tidak terlihat, bahkan Amel melanggar aturan yang dibuatnya sendiri yaitu semua hal yang berkaitan dengan ranjang hanya akan terjadi setelah pernikahan dan nyatanya sekarang sudah dilakukannya.Amel hari ini ada sedikit kegiatan di kampus untuk bertemu Tina membicarakan tentang sidangnya yang beberapa hari lagi, berarti pernikahannya juga beberapa hari lagi membuat Amel semangat setiap mengingatnya. Tidak ada yang perlu disiapkan pada pernikahannya karena hanya diadakan di rumah dan setelah itu Barry mengajaknya tinggal di rumah mereka maksudnya rumah Barry dengan almarhumah istrinya.“Ini yang nikah dulu kamu,” goda Satria saat di meja makan “Barry pria yang cocok buat adik karena usia kalian jauh jadi lebih dewasa.”“Terima kasih dan semoga pilihan aku tidak salah.”
Amel tahu bahwa apa yang dilakukan saat ini salah, tapi sentuhan Barry membuatnya terlena bahkan mereka berdua saat ini sudah tanpa sehelai benang dan Barry bermain di bagian bawah tubuh Amel. Amel hanya bisa mendesah dan meremas rambut Barry atas apa yang dilakukan di bagian bawah tubuhnya, bahkan Amel semakin tidak tahan dan tidak lama kemudian cairan milik Amel keluar yang langsung disambut oleh Barry.“Bagaimana?,” Barry menatap wajah Amel yang mulai lemas “apa masih mau merasakan yang lebih?.”Amel mengangguk lemah “ajarin aku memuaskanmu.”Amel mengalungkan tangannya pada leher Barry dan menciumnya penuh dengan gairah, Barry yang mendapatkan perlakuan Amel sempat terkejut namun selanjutnya mencoba mengimbangi gerakan Amel, bahkan ciuman Amel sudah turun hingga ke bagian bawah Barry yang telah tegang. Amel perlahan memegangnya dan menggerakkan tangannya, tapi tidak lama kemudian Amel mendekatkan bibirnya pada milik Barry dan di
Amel terbangun dengan bagian bawahnya yang sakit dan ketika menatap sekitar di mana sudah tampak gelap membuat Amel masih belum paham apa yang terjadi pada dirinya, ketika sudah benar sadar Amel teringat bahwa dirinya sudah tidak suci lagi. Amel mencoba untuk menerima semuanya karena dirinya yang menyerahkan diri pada Barry calon suaminya.“Sudah bangun,” Barry masuk dengan membawa nampan berisi makanan “apakah sakit?.”Amel mengangguk malu “sepertinya sudah malam dan aku harus pulang mas.”Barry tersenyum “aku sudah hubungi orang tuamu kalau akan menginap karena kembar ingin bersamamu,” Amel melotot mendengarnya “mau membersihkan diri?,” Amel mengangguk.Amel masih menunduk malu tidak berani menatap Barry, tanpa Amel duga Barry mengangkat dirinya menuju kamar mandi dengan keadaan masih tanpa busana. Barry meletakkan di bathtube yang sudah terisi air panas. Amel menatap mata Barry yang hanya tersenyum melihatnya dan
Pagi harinya keadaan Vina sudah menjadi lebih baik membuat Amel bersyukur karena tidak larut dalam kesedihan. Besok adalah waktu Amel dan Willy untuk sidang sedangkan Vina besoknya dan karena malamnya Amel menikah sudah pasti tidak akan datang ke sidang Vina.“Aku balik dan terima kasih untuk waktunya,” Amel mengangguk dan memeluk Vina sebelum pulang dengan diantar Satria.Amel masuk ke dalam kamar untuk mempelajari materi sidang besok, keadaan rumah yang sepi karena semua sudah mulai dengan aktivitasnya membuat Amel sedikit tenang untuk belajar. Sebelum belajar Amel mengabari Barry karena dari tadi mengirim pesan dan belum sempat Amel jawab.“Sayang,” suara ketukan di pintu Amel membuatnya terkejut.Amel tertidur karena terlalu asyik membaca bahan materi untuk sidang besok dan menatap sekitar yang sudah mulai gelap membuat Amel yakin jika dirinya melewatkan makan siang. Amel bangun dan membersihkan diri lalu keluar
Pertemuan dengan kedua sahabatnya membuat Amel sedikit lega karena bisa jujur pada mereka, meskipun tidak bisa datang setidaknya beban Amel sedikit berkurang. Malam ini adalah malam di mana statusnya akan berubah menjadi seorang istri, sampai rumah Amel langsung dirias oleh penata rias yang sudah disiapkan. Amel tidak tahu bagaimana kedua keluarga ini bisa mempersiapkan pernikahan dalam waktu dekat dengan semua serba minimalis tapi mewah.Amel menunggu cemas kedatangan keluarga Barry dalam yang masih dalam perjalanan, Amel takut jika Barry hanya bermain dengannya. Pintu kamar dibuka Ranti istri Muda dengan wajah tersenyum dan mengatakan jika Barry keluarga telah sampai, tidak lama kemudian di belakang Rani ada Hana yang menatapku sambil tersenyum.“Kakak ipar senang aku karena mbak yang jadi kakak ipar.”Amel hanya tersenyum mendengar perkataan Hana, Ranti langsung mengajak keluar dengan mereka yang berada di samping Amel dan juga L