Amel terkejut dengan keberadaan Barry bahkan tangannya sekarang berada di pinggang Amel dengan memeluknya erat, Amel hampir saja terjatuh karena terlalu asyik bermain ponsel dan menatap sekitar. Tidak ada niatan dari Barry melepaskan tangannya pada perut Amel, tidak ada yang menyadari jika kedua jantung mereka berdetak kencang.
“Pak Barry kita sudah ditunggu klien,” suara wanita membuat Barry melepaskan tangannya pada pinggang Amel.
Amel menatap punggung Barry yang sudah menjauh dan menyentuh dadanya yang berdebar kencang karena tangan Barry di perutnya. Amel langsung teringat tujuannya untuk membeli makan dengan segera melangkah ke food court dan membiarkan Willy seorang diri. Suasana yang rame membuat Amel kebingungan untuk duduk di mana, tempat pojok yang nyaman membuat Amel memilih berada di sana dan setelahnya memberi kabar pada Willy tentang keberadaannya.
Sesuai prediksi Amel di mana Willy akan melupakan sekitar jika sudah berhubungan dengan kesukaannya dan sepertinya semua pria akan seperti itu atau mungkin semua orang yang Amel tidak tahu dan hanya Amel saja yang terlihat tidak peduli dengan hal – hal seperti itu.
“Sendirian?,” Amel menatap Barry yang sudah berada di hadapannya “boleh duduk di sini?.”
“Bapak bukannya bersama karyawan tadi?,” Amel menatap sekitar.
“Sudah kembali jadi apa boleh duduk di sini?,” Barry menatap Amel lembut yang hanya dijawab dengan anggukan “sedang apa di sini?.”
“Jalan – jalan menjelang sidang skripsi dan lagi tunggu teman.”
Pembicaraan mereka terhenti karena Willy menghubungi Amel dan langsung mengatakan bahwa dirinya langsung pulang karena ada masalah di rumah, Amel hanya mengangguk mendengarkan perkataan Willy dan mengatakan akan baik - baik saja. Barry menatap Amel tidak kuasa menahan diri untuk segera memilikinya, kedua anaknya sangat menyukai Amel dan dengan menikahi Amel setidaknya ada yang mengurus kembar dan tidak mengandalkan sekretaris yang sekaligus teman ranjangnya.
“Mau pulang bersama?,” tawar Barry membuat Amel terkejut “jika mau saya antar.”
“Baiklah lagian menghemat ongkos.”
Amel melangkah terlebih dahulu dengan Barry berada di belakangnya, Amel tidak menyadari jika Barry berada di belakangnya sedang berfantasi dengan membawa Amel ke ranjangnya. Barry yakin dan sangat yakin jika Amel masih sangat perawan dan belum tersentuh pria mana pun. Amel menatap Barry kesal pasalnya berjalan di belakangnya tanpa persiapan Amel menghentikan langkah dan entah sadar atau tidak menggenggam tangan Barry. Barry yang menyadarinya hanya diam menikmati tangan Amel dalam genggamannya dan sialnya membuat jantung Barry berdetak kencang.
“Maaf lancang,” ucap Amel dengan tidak enak.
“Saya tidak ada masalah bahkan lebih dari ini,” bisik Barry sebelum membukakan pintu mobil untuk Amel.
Dalam mobil mereka berdua hanya diam setelah Amel menyebutkan alamat rumahnya, tanpa mereka sadari jantung mereka berdua berdetak sangat kencang dan itu membuat mereka berdua tidak tahu harus bagaimana. Banyak pertanyaan yang muncul dalam benak mereka tapi tidak tahu harus bagaimana dan apa yang akan ditanyakan.
“Kalau kamu menikah dengan duda apa menjadi masalah?,” Amel menatap Barry bingung “saya duda jika saya melamar kamu apakah akan menjadi masalah?.”
Amel bingung harus menjawab apa pada pertanyaan Barry “bapak jangan bercanda karena pernikahan bukan hal yang main – main.”
“Saya tidak pernah bermain – main dengan sebuah lamaran,” Barry menatap Amel lembut ketika lampu berubah menjadi merah “saya serius dengan perkataan barusan dan kamu tidak harus menjawab sekarang.”
Amel meneguk air liurnya kasar karena entah kenapa pria di depannya mampu membuat jantungnya berdetak sangat kencang, padahal sebelumnya banyak pria yang melamar Amel bahkan dekat dengannya tapi tidak pernah seperti saat ini. Barry tidak melanjutkan pembicaraan dan membiarkan suasana hening kembali dan mereka berdua berpikir tanpa berbicara karena sibuk dengan pemikiran masing – masing.
“Apa tidak masalah dengan Bu Tina?,” Barry menatap Amel sekilas “anak – anak kembar bapak sangat mencintai Bu Tina jadi kenapa tidak kembali bersamanya?.”
Barry menggenggam tangan Amel membuat Amel terkejut “kami tidak akan bisa kembali karena memang tidak pernah bersama.”
Perkataan Barry membuat Amel bingung tapi tidak bisa melanjutkan pembicaraan karena mobil sudah berada di depan rumah, Amel menatap Barry ingin bertanya lebih tapi bingung akan bertanya apa secara mereka tidak sedekat ini. Amel hanya tahu Barry sebagai mantan suami dosen pembimbing dan bertemu baru beberapa kali, lamaran yang tiba – tiba membuat Amel bingung harus bagaimana.
“Saya serius dan jika kamu terima setelah sidang saya akan datang menemui kedua orang tua dan keluargamu.”
Barry mendekatkan diri pada Amel dan saat ini posisi Barry tepat berada di depan Amel bahkan bibir mereka berjarak beberapa senti yang Amel dapat merasakan hembusan nafas satu sama lain. Barry mencoba peruntungan dengan mendekatkan diri dan menyentuh bibir Amel yang masih mematung, Barry sangat tahu jika ini adalah yang pertama bagi Amel tapi dirinya seolah tidak peduli dengan apa yang terjadi. Bibir mereka bersentuhan tanpa gerakan sama sekali dan Barry membiarkannya di mana dapat dirasakan bahwa bibir ini terasa berbeda, seketika Amel sadar atas apa yang terjadi dan langsung mendorong Barry agar menjauh darinya. Degupan dada Amel berdetak kencang membuat dirinya hanya menatap Barry dengan pandangan berbeda sedangkan Barry menatap Amel dengan tatapan menahan gairah karena tidak bisa merasakan bagaimana bibir Amel sebenarnya.
Barry menatap bibir Amel yang hampir diciumnya tadi meskibhanya sentuhan “apa ini yang pertama?,” Amel mengangguk malu “bagaimana dengan jawaban tadi?.”
“Bisakah membahas setelah sidang?,” Amel menatap Barry dengan segera Barry mengangguk cepat.
Amel menatap mobil Barry yang sudah menjauh dari rumahnya, lantas dalam benak Amel apa ini keputusan yang tepat. Amel tidak tahu banyak mengenai Barry karena memang tidak pernah bertemu atau dekat, Amel hanya tahu jika Barry adalah mantan suami dari Tina selaku dosen pembimbingnya. Amel tidak mempedulikan perkataan orang lain hanya saja apa ini keputusan yang tepat, apalagi ketika Amel mengingat Dino dan Yuki yang sudah sangat disayanginya dan apa nanti Tina menyetujui hubungan mereka berdua.
Amel menghilangkan pemikiran tidak penting karena saat ini baginya adalah menghadapi sidang yang memang akan segera terlaksana beberapa hari, semua bahan sudah siap bahkan Tina sebagai dosen pembimbing sangat membantu Amel dalam menghadapi sidangnya nanti. Satu hal yang saat ini dalam benak Amel adalah apa alasan perpisahan mereka berdua dan tadi dengan mudahnya Amel membalas ciuman Barry, Amel benar – benar tidak mengenal Barry tapi sepertinya Barry memang patut dicurigai karena membuat wanita dengan mudah masuk dalam pesonanya atau hanya Amel saja yang terjebak dalam pesona Barry dengan cepat dan mudah.
“Main ke mana tadi?,” tanya Gina ketika melihat Amel masuk ke dalam rumah.
“Melepas penat sebelum sidang minggu depan,” ucap Amel menatap bundanya “bun, kalau aku nikah sama duda boleh?.”
Amel bertanya di saat yang tidak tepat karena sang bunda langsung menatap dengan tanda tanya membuat Amel menelan saliva dengan susah dan saat ini rasanya Amel ingin menghilang dari hadapan Gina yang menuntut jawaban atas pertanyaan Amel.
Barry langsung menuju apartemen tempat biasa dirinya menghabiskan waktu jika tidak ada pekerjaan atau melarikan diri dari kembar. Barry beruntung karena keluarganya dan mendiang istrinya sangat membantu merawat kembar bahkan Tina dengan sukarela memberikan ASI pada kembar dengan mengikuti terapi agar payudaranya mengeluarkan susu atas permintaan istrinya.“Sudah selesai urusannya?,” Barry menatap Siska sang sekretaris yang duduk di sofa “siapa gadis itu?.”“Anak bimbingan Tina.”“Kamu menyukainya atau basa – basi?,” Siska menatap Barry tajam tapi sayangnya Barry tidak menjawab pertanyaan Siska “kita sudah bersama lama bahkan aku rela berselingkuh dan kita sampai memiliki anak lagi pula dulu seharusnya kamu membiarkan aku yang menyusui kembar bukan Tina.”“Itu permintaan terakhir istriku dan tidak mungkin aku ingkari.”Barry menarik Siska agar duduk di pangkuannya, dapat
Barry terkejut dengan pertanyaan Amel yang tidak di duga sama sekali, Amel masih tidak menyadari kata yang baru saja keluar dari bibirnya. Sebelum Amel berubah pikiran dengan cepat Barry mengajak Amel turun dan masuk ke dalam rumah, rumah ini masih ada yang membersihkan atas permintaan Barry takut sewaktu – waktu ada tamu atau dirinya ingin mengenang sang istri. Barry menatap Amel yang tampak menilai isi rumah ini lalu mengangguk perlahan, pandangan Amel teralihkan pada foto pernikahan yang dipajang di ruang keluarga.“Bukan Bu Tina?,” Amel menatap Barry bingung.Barry tersenyum “Tina adalah adik iparku jadi jelas bukan foto dia yang aku pajang bisa marah Raffi,” Barry melingkarkan lengannya dengan memeluk Amel “nanti kita ganti dengan foto kita,” bisik Barry sambil menahan nafsu untuk menyentuh Amel.“Ada yang ingin aku bicarakan,” ucap Amel tanpa melepaskan tangan Barry “orang tua aku ingin bertemu.”
Amel menyambut kedatangan Barry hari ini untuk bertemu keluarga terutama kedua orang tuanya, bahkan kakak Amel yang sudah tinggal jauh dari mereka menyempatkan waktu untuk pulang bersama keluarga kecilnya. Amel sedikit takut atas reaksi dari mereka semua nantinya dan hal ini pertama yang Amel alami karena selama ini tidak pernah sampai sejauh ini karena sudah langsung Amel tolak, tapi kali ini Amel yang menginginkan dan mereka sudah bertindak sangat jauh.“Amel,” panggil Gina “sudah datang ayo keluar.”Amel menghembuskan nafas panjang sebelum keluar, Amel dapat melihat bagaimana dewasanya Barry saat ini dan seketika Amel membayangkan kejadian kemarin yang hampir saja membuat dirinya melepas harta berharganya. Ketiga pria kesayangan Amel tampak serius berbicara dengan Barry, sedangkan Amel dan Gina hanya bisa diam dan memperhatikan bergantian.“Amel benar sudah siap menikah dengan Barry?,” pertanyaan Agus membuyarka
Barry mendengar apa yang Amel katakan tapi mencoba untuk tidak peduli dengan apa yang ada dalam benak Amel, bagi Barry saat ini adalah menikmati Amel dan apabila dirinya tidak bisa akan menghubungi Siska demi hasratnya ini. Amel tahu jika Barry selalu menatap bagian bawahnya tapi mencoba untuk tidak sadar atas apa yang Barry lihat, tapi Amel melakukan beberapa gerakan yang semakin membuat Barry panas yaitu mengangkat sedikit bagian bawahnya sehingga terlihat dengan sangat jelas.Barry langsung menggendong Amel menuju kamarnya yang sudah dibersihkan oleh orang yang selalu Barry bayar, Barry meminta untuk dibersihkan dan mengisi bahan makanan jika tiba – tiba Amel memasak. Barry meletakkan Amel di ranjang dalam hitungan detik sudah mencium Amel dengan penuh gairah, sedangkan Amel hanya bisa membalas dan meletakkan tangannya di leher Barry untuk memperdalam ciuman mereka bahkan beberapa kali Amel meremas rambut Barry. Amel tidak tahu apa yang Barry lakukan karena
Dalam kamar Amel terngiang perkataan Barry dan membuat kewanitaannya basah, bertemu dengan Barry membangkitkan sisi liar Amel selama ini yang tidak terlihat, bahkan Amel melanggar aturan yang dibuatnya sendiri yaitu semua hal yang berkaitan dengan ranjang hanya akan terjadi setelah pernikahan dan nyatanya sekarang sudah dilakukannya.Amel hari ini ada sedikit kegiatan di kampus untuk bertemu Tina membicarakan tentang sidangnya yang beberapa hari lagi, berarti pernikahannya juga beberapa hari lagi membuat Amel semangat setiap mengingatnya. Tidak ada yang perlu disiapkan pada pernikahannya karena hanya diadakan di rumah dan setelah itu Barry mengajaknya tinggal di rumah mereka maksudnya rumah Barry dengan almarhumah istrinya.“Ini yang nikah dulu kamu,” goda Satria saat di meja makan “Barry pria yang cocok buat adik karena usia kalian jauh jadi lebih dewasa.”“Terima kasih dan semoga pilihan aku tidak salah.”
Amel tahu bahwa apa yang dilakukan saat ini salah, tapi sentuhan Barry membuatnya terlena bahkan mereka berdua saat ini sudah tanpa sehelai benang dan Barry bermain di bagian bawah tubuh Amel. Amel hanya bisa mendesah dan meremas rambut Barry atas apa yang dilakukan di bagian bawah tubuhnya, bahkan Amel semakin tidak tahan dan tidak lama kemudian cairan milik Amel keluar yang langsung disambut oleh Barry.“Bagaimana?,” Barry menatap wajah Amel yang mulai lemas “apa masih mau merasakan yang lebih?.”Amel mengangguk lemah “ajarin aku memuaskanmu.”Amel mengalungkan tangannya pada leher Barry dan menciumnya penuh dengan gairah, Barry yang mendapatkan perlakuan Amel sempat terkejut namun selanjutnya mencoba mengimbangi gerakan Amel, bahkan ciuman Amel sudah turun hingga ke bagian bawah Barry yang telah tegang. Amel perlahan memegangnya dan menggerakkan tangannya, tapi tidak lama kemudian Amel mendekatkan bibirnya pada milik Barry dan di
Amel terbangun dengan bagian bawahnya yang sakit dan ketika menatap sekitar di mana sudah tampak gelap membuat Amel masih belum paham apa yang terjadi pada dirinya, ketika sudah benar sadar Amel teringat bahwa dirinya sudah tidak suci lagi. Amel mencoba untuk menerima semuanya karena dirinya yang menyerahkan diri pada Barry calon suaminya.“Sudah bangun,” Barry masuk dengan membawa nampan berisi makanan “apakah sakit?.”Amel mengangguk malu “sepertinya sudah malam dan aku harus pulang mas.”Barry tersenyum “aku sudah hubungi orang tuamu kalau akan menginap karena kembar ingin bersamamu,” Amel melotot mendengarnya “mau membersihkan diri?,” Amel mengangguk.Amel masih menunduk malu tidak berani menatap Barry, tanpa Amel duga Barry mengangkat dirinya menuju kamar mandi dengan keadaan masih tanpa busana. Barry meletakkan di bathtube yang sudah terisi air panas. Amel menatap mata Barry yang hanya tersenyum melihatnya dan
Pagi harinya keadaan Vina sudah menjadi lebih baik membuat Amel bersyukur karena tidak larut dalam kesedihan. Besok adalah waktu Amel dan Willy untuk sidang sedangkan Vina besoknya dan karena malamnya Amel menikah sudah pasti tidak akan datang ke sidang Vina.“Aku balik dan terima kasih untuk waktunya,” Amel mengangguk dan memeluk Vina sebelum pulang dengan diantar Satria.Amel masuk ke dalam kamar untuk mempelajari materi sidang besok, keadaan rumah yang sepi karena semua sudah mulai dengan aktivitasnya membuat Amel sedikit tenang untuk belajar. Sebelum belajar Amel mengabari Barry karena dari tadi mengirim pesan dan belum sempat Amel jawab.“Sayang,” suara ketukan di pintu Amel membuatnya terkejut.Amel tertidur karena terlalu asyik membaca bahan materi untuk sidang besok dan menatap sekitar yang sudah mulai gelap membuat Amel yakin jika dirinya melewatkan makan siang. Amel bangun dan membersihkan diri lalu keluar