Share

BAB 5 - MENYERAH

"Bangun sialan." Ervan menampar pipi Queenza dengan cukup keras. Tanpa rasa belas kasihan, ia kembali menjambak rambut Queenza dan menyeretnya ke luar dari kamar mandi itu. Ia lalu melemparkan tubuh Queenza ke atas ranjang.

"Pergi!" teriak Ervan pada wanita yang tadi sudah ia gagahi itu.

Wanita itu pun dengan cepat pergi dari sana meninggalkan Ervan yang tengah mengamuk bak kesetanan.

Ervan menatap tubuh Queenza yang tengah terkapar tak berdaya di atas kasur.

"Bangun!" Ervan menyiramkan air yang ada di gelas dekat nakas ke tubuh Queenza.

Namun, Queenza tak juga bangun.

"Ck, menyusahkan saja!" umpatnya sambil memungut kembali pakaiannya yang berserakan di lantai. Ia pun lalu duduk di sofa yang ada di kamar itu sambi terus menatap Queenza dengan tatapan yang sangat tajam.

Tak lama kemudian Queenza pun sadar.

Ervan yang melihat ada pergerakam di atas kasur segera bangkit dari duduknya.

"Akhirnya bangun juga." Ervan dengan cepat menarik tangan Queenza dan menyeretnya turun dari ranjang.

PLAAKK!

Ervan lagi-lagi menampar pipi Queenza dengan keras.

"Kamu dari mana aja seharian gak ada di rumah?" tanya Ervan dengan murka.

Queenza tak berani menjawab dan hanya menundukan kepalanya.

"Jawab!" teriak Ervan sambil memcengkran wajah Queenza.

"A-aku dari klinik Mas!" jawabnya dengan jujur.

Ervan tersenyum miring. Ia menatap Queenza dengan tatapan meremehkan.

"Habis ngapain kamu di sana?"

"Pe-periksa kandungan Mas!" balas Queenza lagi dengan takut.

BUKK!

Ervan memukul perut Queenza sampai Queenza terhuyung ke belakang dan jatuh ke atas lantai.

"Sialan! Dasar jalang. Siapa yang mengizinkan kamu buat periksa kandungan! Sudah ku bilang untuk musnahkan anak itu. Kenapa kamu gak nurut? Oh ... atau jangan-jangan kamu berharap dengan adanya bayi yang ada di dalam perut sialanmu itu, aku akan luluh dan melunak padamu? Begitu?" ucap Ervan sarkas.

Belum Queenza menjawab, Ervan sudah lebih dulu melanjutkan ucapannya.

"Jangan harap dan jangan pernah bermimpi. Karena sampai kapanpun, kamu gak akan pernah bisa menggantikan Alya di dalam hatiku. Hanya Alya yang ada di dalam hatiku. Tak akan ada yang mampu menggantikannya." Ervan tertawa sinis pada Queenza dan dengan cepat ia mendorong tubuh Queenza sampai ia terlentang.

Ervan bersiap menginjak perut Queenza namun dengan cepat Queenza menghindar.

"Mas! Tolong ... aku mohon, jangan suruh aku untuk menggugurkan anak ini. Aku mohon sama kamu Mas." Queenza memeluk kaki Ervan.

Ervan dengan kasar menendang Queenza yang berada di kakinya. Ia lalu berjongkok dan mencengkram wajah Queenza.

"Jadi kamu mau mempertahankan bayi ini," ucapnya dengan sinis.

Queenza dengan cepat menganggukan kepalanya. Ia lalu tersenyum ke arah Ervan. Karena ia pikir Ervan akan mengabulkan permintaannya.

Namun, senyuman Queenza luntur kala Ervan dengan brutal memukuli tubuh Queenza.

Queenza dengan sekuat tenaga mencoba menahan rasa sakit itu dan ia terus melindungi perutnya dengan kedua tangannya. Karena sedari tadi Ervan terus menendang perutnya.

"Mas! Stop Mas. Aku mohon berhenti, tolong jangan sakiti anakku. Tolong!" pinta Queenza dengan lirih.

"Aku gak akan biarkan anak itu lahir dari rahimmu!" ujar Ervan sambil terus menendang perut Queenza.

"Mas, bunuh aku saja sekalian Mas! Jangan hanya membunuh anakku! Bunuh aku Mas. Bunuh!" teriaknya sambil terus mencoba melindungi perutnya.

Ervan menghentikan siksaannya. Kemudian ia berjongkok di depan Queenza yang sudah tak berdaya.

"Kamu barusan minta apa? Minta aku bunuh? Kamu mau mati? Jangan harap aku akan membiarkanmu mati! Kamu tidak boleh mati tanpa seizinku! Ingat. Jantung yang ada di dalam tubuhmu itu adalah jantungnya Alya. Dan kamu gak bisa semudah itu mati. Karena jantung Alya harus tetap berdetak di tubuhmu yang menjijikan ini,"

Queenza menatap tajam Ervan.

"Kamu hanya butuh jantung ini kan?" Queenza menunjuk ke arah dadanya, "silakan kamu ambil jantung ini dari tubuhku Mas! Ambil! Aku gak butuh jantung ini. Lebih baik aku mati daripada harus hidup dengan monster sepertimu!" teriak Queenza yang sudah tak tahan lagi dengan sikap Ervan yang kasar.

PLAAKK!

lagi dan lagi, Ervan menampar pipi Queenza hingga sudut bibir Queenza mengeluarkan darah.

"Kamu mau mati? Tapi aku tak akan membiarkanmu mati semudah itu! Kamu harus merasakan apa yang aku rasakan karena sudah kehilangan Alya,"

"Alya meninggal karena kecelakan! Bukan aku yang membunuhnya," teriak Queenza dengan air mata yang tumpah di pipinya.

"Kamu yang sudah membunuh Alyaku! Kalau saja dia tak pergi menemuimu. Sudah pasti Alyaku sekarang masih hidup dan kita akan hidup bahagia bersama!" ucap Ervan dengan senyum yang menyeramkan di wajahnya.

"Itu bukan salahku!"

"Diam!" teriak Ervan dengan mata yang memerah menatap Queenza.

"Kamu yang sudah membunuh Alyaku, jadi aku tak akan pernah membiarkanmu hidup bahagia dan kamu gak akan bisa mati dengan mudah tanpa seizinku. Dan ingat, jika kamu berani macam-macam, aku gak akan segan-segan menghabisi nyawa ibu dan adikmu." Ervan lantas berdiri dan pergi meninggalkan Queenza sendiri di dalam kamar itu.

AAARRRGGGHHH!

Teriak Queenza yang sudah tak kuat lagi menahan semua penderitaan ini. Ia hanya mampu berteriak dan menangis histeris di dalam kamar itu.

Queenza bangun dari duduknya dan berjalan keluar dari kamar itu. Dengan langkah yang terseok-seok ia menyeret kakinya ke arah dapur.

Tiba di dapur Queenza dengan cepat mencari sesuatu. Ia mengobrak abrik dapur itu, dan sepertinya ia tak menemukan barang yang ia cari. Ia pun kemudian menyeret langkah kakinya ke arah gudang. Ia tersenyum kala melihat apa yang ia cari ada di sana. Dengan cepat ia membawa barang yang ia butuhkan itu.

Dengan langkah yang tertatih ia terus menyeret kakinya kembali ke arah kamar. Sampai di dalam kamar, Queenza melihat sekeliling kamar. Ia tersenyum kala ia melihat teralis jendela. Dengan cepat ia mengikatkan tali tambang plastik yang sudah ia bawa tadi dari gudang.

Sambil berderai air mata. Queenza terus mengikatkan simpul tali itu dengan kuat.

"Maafkan aku bu, maafkan kakak, Syifa. Karena kakak sudah tak bisa lagi melindungimu dan ibu! Tolong jaga ibu, Syifa. Maafkan kakak. Maafkan Queen bu." Queenza menggengam erat tali yang sudah ia simpul. Dengan mata yang tertutup ia bersiap memasukan tali itu pada lehernya.

"Maafkan aku Tuhan! Tolong maafkan aku. Aku sudah tak kuat lagi dengan semua penderitaan ini!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status