Queenza kini sudah tiba di rumah setelah dokter memberinya izin untuk pulang.
Syifa membaringkan Queenza di kasur lalu setelahnya ia menyuruh Queenza untuk istirahat."Mbak, aku hubungi mas Dimas aja ya, biar dia pulang," bujuk Syifa karena sedari tadi Queenza tidak memperbolehkan Syifa menghubungi Dimas."Gak usah, dia bentar lagi juga pulang. Mbak gak mau ganggu pekerjaannya," sahut Queenza.Syifa pun menganggukan kepalanya, ia tidak ingin memaksa lagi dan akan mencoba menghargai keputusan kakaknya."Ya udah, Mbak istirahat aja ya. Nanti kalau ada apa-apa hubungi aku atau teriak. Ini ponsel Mbak aku simpan di sini ya biar Mbak gak susah menggapainya dan pintu gak akan aku tutup biar kalau ada apa-apa Mbak bisa teriak," ucap Syifa panjang lebar.Queenza yang memang sudah lemas dan mengantuk pun tak menjawab dan hanya menganggukan krpalanya dengan lemah.Syifa tersenyum kecil saat melihat Queenza tertidur, ia pun membenarkan selimut Queenza dan setelahnyQueenza menatap sang adik dan menggelengkan kepalanya. Ia sangat berharap jika Syifa tidak memberitahukan tentang kondisinya pada Dimas. "Dokter bilang apa? Queenza harus apa?" tanya Dimas, ia sangat penasaran dengan ucapan Syifa yang menggantung. "Harus bed rest, dia gak boleh kelelahan dan gak boleh mengerjakan pekerjaan yang berat, dan Mas juga jangan pernah ninggalin Mbak Queenz sendiri di rumah. Kalau memang tidak ada yang bisa menjaga Mbak Queen, Mas bisa hubungi aku mulai sekarang," ucap Syifa panjang lebar. Ia mengurungkan niatnya untuk memberitahu Dimas saat ia melihat wajah Queenza yang terlihat memohon kepadanya. Tapi, ia akan tetap memberitahu Dimas jika Queenza tak juga memberitahu.Dimas tersenyum pada Syifa."Kamu tenang aja, Mas gak akan biarin Mbak kamu turun dari atas ranjang, dia akan terus istirahat di tempat tidur sampai melahirkan," sahut Dimas.Queenza dan Syifa membelalakan matanya saat mendengar ucapan Dimas."Terus, kalau Mbak Queen gak boleh turun dari ranj
Dua minggu yang lalu kandungan Queenza genap berusia tujuh bulan. Dan sejak dua minggu yang lalu kondisi Queenza semakin hari semakin lemah. Bahkan untuk berjalan sejauh lima meter saja dirinya tidak mampu.Karena Queenza yang sudah bertekad akan mempertahankan janinnya meski nyawa taruhannya. Demi kebahagiaan Dimas, Queenza akan melakukan apa saja, termasuk jika dirinya harus mengorbankan nyawa demi mempertahankan anak mereka. Dan menahan semua rasa sakit yang ia rasa selama ini.Bagi Queenza, kebahagiaannya adalah melihat Dimas bahagia. Dan kebahagiaan suaminya terletak pada janin di perutnya.Semakin tua usia kandungannya, dokter menyarankan Queenza untuk lebih sering melakukan check up. Untuk memastikan sang ibu dan janinnya baik-baik saja, dokter menyarankan Queenza untuk melakukan check up setiap satu minggu sekali sejak usia kandungannya memasuki lima bulan. Jadi sejak dua bulan yang lalu dirinya hampir setiap minggu datang ke rumah sakitDan untuk menghindari kecurigaan Dimas,
Sepanjang perjalanan pulang Dimas hanya diam melamun sembari menatap kosong jalanan yang mereka lewati, dia sengaja memanggil Alvin untuk menjemput mereka karena ia tidak ada tenaga untuk menyetir saking syoknya menerima kabar dari dokter yang menangangi Queenza."Mas," panggil Queenza.Dimas tidak menyahut dan masih diam saja. Ia tersadar dari lamunanya saat Queenza menggenggam erat tangannya. Dan dengan cepat ia pun menoleh ke arah sang istri."Kamu kenapa diam saja dari tadi, Mas? Apa ada seuatu yang menggangu pikiran kamu? Atau aku ada salah sama kamu?" tanya Queenza yang heran melihat Dimas diam saja sedari tadi.Dimas hanya menggelengkan kepalanya, "Pasti sudah terjadi sesuatu ya saat aku pergi tadi?" tanya Queenza lagi yang curiga dengan itu. Karena Dimas diam terus semenjak ia pergi ke toilet.Dimas lagi-lagi hanya menggelengkan kepalanya, ia melepaskan genggaman tangan Queenza dan kembali menatap ke arah jendela.Queenza menghela napasnya dengan panjang. Ia pun tak bertanya l
Lama Dimas menunggu, sampai akhirnya pintu ruangan itu terbuka dan munculah dokter Manda. Ia pun segera bangkit dari duduknya dan bergegas menghampiri dokter."Dok bagaimana keadaan istri dan anak saya? Mereka berdua selamatkan? Mereka baik-baik saja kan Dok?" tanya Dimas."Sebelumnya saya ucapkan selamat ya Pak, anak Bapak lahir dengan selamat. Namun harus di inkubator karena anak Bapak lahir prematur, dan untuk istri Bapak ...." Dokter Manda menjeda ucapannya lalu menatap sedih Dimas."Istri saya kenapa Dok? Dia baik-baik saja kan?" tanya Dimas dengan panik dan khawatir.Dokter Manda menghela napasnya sebelum ia melanjutkan ucapannya. "Beruntungnya Bu Queenza bisa bertahan dan selamat, hanya saja sekarang dia perlu pengawasan ketat karena tadi beliau sempat pendarahan hebat. Dan kita akan terus memantaunya."Dimas hanya bisa terdiam mendengar ucapan dokter. Tak lama kemudian Queenza pun dipindahkan ke ruang perawatan."Mas," panggil Queenza dengan suara yang sangat lirih saat ia su
"Mas, aku hamil!" ucap Queenza pada sang suami, dengan tangan yang bergetar ia menyodorkan sebuah testpack pada suaminya.Ervan yang tengah asik bermain game mendongakkan kepalanya. Ia menatap Queenza dan juga testpack itu secara bergantian. Ia lalu berdiri dan mendekati Queenza.PLAAKK!Ervan menampar keras pipi Queenza sampai Queenza terhuyung dan jatuh ke atas lantai.Queenza terduduk di lantai sambil memegangi pipinya yang berdenyut. Ia sekuat tenaga menahan tangisnya. Hati Queenza sakit teramat sakit. Karena bukan senyuman bahagia dan pelukan hangat yang ia dapatkan dari sang suami, akan tetapi tamparan keraslah yang ia terima."Sial! Kenapa kamu bisa hamil? Kamu itu bodoh atau bagaimana sih! Aku kan sudah beberapa kali bilang, pakai alat kontrasepsi! Kenapa kamu gak nurut? Atau ini memang rencana kamu? Kamu pikir dengan kamu hamil, aku akan mencintai kamu? Jangan mimpi! Sampai kapanpun aku gak akan pernah mencintai kamu. Ngerti!" ucapnya dengan sinis. Ia lalu pergi begitu saja da
"Gak ... gak mungkin, ini sudah pasti anaknya mas Ervan! Aku yakin itu," ucap Queenza. Ia mencoba mengenyahkan pikiran yang sempat terlintas dibenaknya. Ia tak ingin menduga-duga dan akan menyakini hatinya, jika anak yang tengah ia kandung adalah anak dari suaminya.Queenza pun kembali fokus pada masakannya. Ia tak ingin memikirkan sesuatu yang akan membuat kepalanya semakin pusing. Setelah selesai dengan masakannya. Ia pun bergegas pergi ke kamar untuk memanggil sang suami.Namun, saat Queenza akan ke kamar. Ia tanpa sengaja berpapasan kembali dengan kakak iparnya itu di tangga. Queenza dengan cepat menundukan kepalanya. Ia tak ingin melihat sorot mata Dimas yang tajam itu."Udah selesai masaknya?" tanya Dimas saat Queenza akan melewatinya.Queenza hanya menganggukan kepalanya dan segera pergi dari hadapan Dimas.Quuenza pergi dengan jantung yang berdebar kencang. Entah apa yang tengah ia rasakan saat ini. Apa mungkin ia tengah merasakan perasaan berdosa pada sang suami sehingga jika
Queenza terdiam membeku kala mendengar ucapan Dimas yang ambigu. Dimas lalu menjauhan wajahnya dari wajah Queenza dan tersenyum tipis saat melihat Queenza yang kini hanya diam menatapnya."Pake ini, jangan biarkan luka di tangan dan pipimu itu merusak tubuh cantikmu." Dimas lalu membawa tangan Queenza dan menyimpan sesuatu di telapak tangannya. Dan setelahnya ia pergi begitu saja dari hadapan Queenza.Queenza yang masih terkejut hanya diam saja. Ia lalu menatap salep yang kini ada di tangannya. Tanpa Queenza sadari sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman. Walaupun tipis dan nyaris tak terlihat."Queen," teriakan Ervan membuyarkan lamunan Queenza.Queenza pun dengan cepat menghampiri Ervan yang sedari tadi terus memanggilnya."Ada apa Mas?" tanya Queenza saat ia sudah tiba di kamar."Kamu dari mana aja?" tanya Ervan dengan nada yang dingin."Abis beresin dapur Mas," ucap Queenza bohong. Ia tak mungkin memberitahukan jika ia baru saja berbicang dengan kakak iparnya."Pijitin aku, b
Tiba di depan klinik, Queenza tak langsung turun ia masih diam sambil melamun."Queen ... Queen." Dimas menepuk pelan kaki Queenza, ia heran mengapa Queenza tak segera turun dan malah diam."Ah ... iya Mas," sahut Queenza yang masih belum menyadari jika ia sudah tiba di klinik."Udah nyampe. Kamu gak mau turun?" tanya Dimas sambil menoleh ke belakang. Ia ingin memastikan jika Queenza baik-baik saja."Oh udah sampe ya Mas. Maaf," ucapnya sambil turun dari motornya Dimas. "Makasih ya Mas!" sambungnya sambil pergi berjalan meninggalkan Dimas."Queen!" tariak Dimas.Queenza menoleh dan mengerutkan keningnya saat ia melihat Dimas yang kini turun dari motornya."Mas mau ke mana? Saya bisa sendiri kok! Gak perlu ditemani ke dalam," ucap Queenza.Dimas tersenyum tipis lalu mengulurkan tangannya ke arah kepala Queenza."Siapa yang mau menemani kamu ke dalam. Orang aku mau buka ini," ucap Dimas sambil melepaskan helm di atas kepala Queenza.Pipi Queenza memerah karena malu. Ia pikir Dimas akan m