Share

BAB 4 - PERHATIAN DIMAS

Tiba di depan klinik, Queenza tak langsung turun ia masih diam sambil melamun.

"Queen ... Queen." Dimas menepuk pelan kaki Queenza, ia heran mengapa Queenza tak segera turun dan malah diam.

"Ah ... iya Mas," sahut Queenza yang masih belum menyadari jika ia sudah tiba di klinik.

"Udah nyampe. Kamu gak mau turun?" tanya Dimas sambil menoleh ke belakang. Ia ingin memastikan jika Queenza baik-baik saja.

"Oh udah sampe ya Mas. Maaf," ucapnya sambil turun dari motornya Dimas. "Makasih ya Mas!" sambungnya sambil pergi berjalan meninggalkan Dimas.

"Queen!" tariak Dimas.

Queenza menoleh dan mengerutkan keningnya saat ia melihat Dimas yang kini turun dari motornya.

"Mas mau ke mana? Saya bisa sendiri kok! Gak perlu ditemani ke dalam," ucap Queenza.

Dimas tersenyum tipis lalu mengulurkan tangannya ke arah kepala Queenza.

"Siapa yang mau menemani kamu ke dalam. Orang aku mau buka ini," ucap Dimas sambil melepaskan helm di atas kepala Queenza.

Pipi Queenza memerah karena malu. Ia pikir Dimas akan menemaninya periksa ke dalam, eh taunya, cuma mau lepas helmnya saja. Ia pun menundukan kepalanya tak berani menatap Dimas.

"Udah kan? Terus kenapa Mas masih di sini?" tanya Queenza yang heran melihat Dimas yang masih berada di tempatnya.

"Kamu beneran gak mau aku temani?"

Queenza menganggukan kepalanya.

"Oke. Kamu nanti pulangnya hati-hati ya. Kalau ada apa-apa segera telepon aku," ucap Dimas.

"Telepon pake apa? Ponsel saya gak ada," sahut Queenza dengan santainya.

Dimas menatap tak percaya pada Queenza.

"Kamu gak punya Ponsel?" tanyanya dengan wajah yang sedikit syok. Iyalah syok, zaman sekarang mana ada manusia yang tak punya ponsel. Bahkan nenek-nenek saklipun sekarang sudah punya ponsel sendiri.

"Iya, ponselku rusak!" Jawab Queenza dengan wajah yang sendu.

"Ya udah sekarang kamu masuk gih." Dimas mendorong pelan badan Queenza agar masuk ke dalam klinik. Ia lalu menyentuh puncak kepala Queenza dengan lembut. "Aku pulang dulu ya. Kamu gak apa-apa kan sendiri?" Sambungnya.

Queenza tertegun dan menatap Dimas dengan sorot mata yang sedih.

"Makasih." Queenza lalu masuk ke dalam klinik dengan perasaan yang tak karuan. Ia sebenarnya ingin menolak perlakuan lembut Dimas tadi. Tapi satu sisi hatinya ingin terus mendapatkan perlakuan manis seperti itu, karena selama ia menikah dengan Ervan, ia tak pernah merasakan perasaan senang saat diperhatikan seperti saat ini. Ia lalu menoleh ke belakang dan ternyata Dimas masih ada di sana sambil memperhatikan Queenza.

Tanpa sadar bibir Queenza tersenyum. Namun, saat ia menyadari itu, ia pun melunturkan senyumannya dan segera membalikan badannya.

"Kamu gak boleh gitu Queen, kamu harus ingat! Kamu itu udah punya suami. Dan Dimas itu kakak ipar kamu," gumam Queenza sambil terus memukul-mukul pelan kepalanya yang kini tengah memikirkan Dimas yang tadi perhatian padanya.

Queenza dengan cepat mendaftarkan dirinya untuk pemeriksakan kandungannya.

Setelah selesai dengan pemeriksaan, Queenza pun memilih untuk langsung pulang, ia tidak menyangka jika pemeriksaan itu akan memakan waktu yang cukup lama.

Namun, saat Queenza keluar dari klinik, ia terkejut saat melihat Dimas yang kini tengah duduk di atas motornya.

Queenza yang akan berpura-pura tak melihat Dimas pun tak bisa apa-apa saat Dimas dengan lantang menyerukan namanya.

"Queen," teriak Dimas saat melihat Queenza yang hendak pergi dari klinik itu lewat jalan lain.

Queenza dengan terpaksa menghampiri Dimas.

"Mas ngapain masih di sini? Bukannya tadi Mas bilang mau pulang?" tanya Queenza saat ia tiba di depan Dimas.

"Tadi emang udah pulang. Tapi pas ingat kamu gak punya ponsel buat ngabarin aku. Ya ... terpaksa deh aku balik lagi ke sini," balas Dimas sambil memakaikan helm pada Queenza.

"Tapi aku kan gak minta dijemput sama Mas?"

"Udah cepatan naik. Keburu malam ini." Dimas menarik tangan Queenza agar Queenza segera naik ke atas motornya.

Mau tak mau Queenza pun naik ke atas motor Dimas.

Sepanjang perjalanan hening. Karena tak ada yang berbicara, baik itu Dimas maupun Queenza.

Tapi, saat mereka sedang berada di lampu merah. Tatapan mata Queenza tanpa sengaja melihat pedagang nasi goreng. Ia pun menatap sendu pedagang itu dan memegangi perutnya yang lapar karena belum makan sedari tadi. Hanya makanan sisa dari Ervan dan roti tadi saja yang masuk ke dalam perut Queenza.

Dimas yang menyadari tatapan mata Queenza dengan cepat membelokan motornya dan berhenti tepat di pedagang nasi goreng itu.

"Lho Mas, kita ngapain berhenti di sini?" tanya Queenza yang heran saat Dimas menghentikan motornya.

"Aku lapar. Kamu mau ikut makan gak?" ajak Dimas.

Queenza hendak menjawab tapi Dimas lebih dulu menyela.

"Kamu temani aku makan ya,"

Queenza berpikir, mungkin ia hanya akan menemani Dimas makan saja. Ia pun menganggukan kepalanya dengan lesu.

Namun, saat dua piring nasi goreng tersaji di depannya. Queenza menoleh ke arah Dimas dengan tatapan tak percayanya.

"Makan," ucap Dimas dengan lembut sambil menyodorkan sepiring nasi goreng itu ke hadapan Queenza.

Queenza hanya diam. Matanya berkaca-kaca. Dan air matanya pun jatuh mengenai pipinya.

Dimas terkejut saat melihat Queenza yang menangis.

"Lho kok nangis? Kamu gak suka ya?" tanya Dimas dengan panik. Ini pertama kali ia melihat wanita yang menangis hanya gara-gara nasi goreng.

Queenza menggelengkan kepalanya dan dengan cepat menyantap nasi goreng itu.

"Makasih," ucap Queenza saat mereka sudah selesai makan.

"Hmm." Dimas bergumam dan menganggukan kepalanya sebagai jawaban.

Setelah mereka selesai, Dimas pun mengajak Queenza untuk pulang.

**

Tiba di depan rumah, Queenza menatap rumah itu dengan tatapan penuh arti. Queenza sebenarnya tak ingin kembali pulang ke rumah itu dan bertemu dengan Ervan. Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa dan harus tetap bertahan demi keselamatan keluarganya.

"Aku langsung balik lagi ya. Masih ada pekerjaan yang harus aku urus," ucap Dimas saat Queenza sudah turun dari atas motornya.

Queenza pun menganggukan kepalanya. "Makasih banyak ya Mas untuk hari ini."

"Hmm! Kamu baik-baik ya di rumah." Setelah itu Dimas pergi meninggalkan Queenza.

Queenza menatap punggung Dimas yang mulai menjauh. Ia lalu melangkahkan kakinya dengan gontai. Entah kenapa ia merasakan perasaan yang tak enak.

Tiba di depan pintu ia dengan cepat membuka kunci dan membuka pintu itu. Dengan langkah perlahan dan pelan ia berjalan menuju kamarnya. Langkahnya terhenti kala ia mendengar suara di dalam kamarnya. Ia pun dengan segera mendekat ke arah pintu kamarnya.

"Suara apa ya? Apa Mas Ervan sudah pulang?" gumamnya sambil terus berjalan menuju kamarnya.

Queenza yang penasaran dengan cepat membuka pintu kamarnya dan betapa terkejutnya ia kala melihat apa yang ada di dalam kamar itu. Ia diam mematung sambil menatap lurus ke depan. Hatinya sakit kala ia melihat suaminya yang tengah bercinta dengan wanita lain di atas ranjang.

"Mas!" seru Queenza dengan lantang.

Ervan yang tengah asyik memadu kasih merasa terganggu dengan kehadiran Queenza. Ia pun dengan cepat menyelesaikan bercintanya dengan wanita yang kini ada di bawah kungkungannya.

Ervan beranjak dari tubuh wanita itu dan turun dari ranjang. Ia berjalan menghampiri Queenza dengan napas yang memburu dan sorot mata yang tajam.

"Sialan!"

PLAAKK!

Ervan menampar pipi Queenza dengan begitu kerasnya sampai Queenza jatuh terduduk di atas lantai.

Ervan yang murka dengan Queenza dengan cepat mejambak rambut Queenza dan menyeretnya ke kamar mandi. Setelah tiba di kamar mandi Queenza dengan cepat ia lelepkan ke dalam bathtub.

Queenza tak memberontak dan hanya pasrah dengan apa yang kini Ervan lakukan padanya. Ia pun kini hanya mampu berdoa di dalam hatinya.

'Ya Tuhan! Jika hamba harus mati sekarang. Tolong berikanlah perlindungan untuk ibu dan adik hamba. Jangan sampai iblis ini menyakiti mereka,' batin Queenza saat ia sudah tak bisa bertahan lagi dan menutup matanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status