Tiba di depan klinik, Queenza tak langsung turun ia masih diam sambil melamun.
"Queen ... Queen." Dimas menepuk pelan kaki Queenza, ia heran mengapa Queenza tak segera turun dan malah diam."Ah ... iya Mas," sahut Queenza yang masih belum menyadari jika ia sudah tiba di klinik."Udah nyampe. Kamu gak mau turun?" tanya Dimas sambil menoleh ke belakang. Ia ingin memastikan jika Queenza baik-baik saja."Oh udah sampe ya Mas. Maaf," ucapnya sambil turun dari motornya Dimas. "Makasih ya Mas!" sambungnya sambil pergi berjalan meninggalkan Dimas."Queen!" tariak Dimas.Queenza menoleh dan mengerutkan keningnya saat ia melihat Dimas yang kini turun dari motornya."Mas mau ke mana? Saya bisa sendiri kok! Gak perlu ditemani ke dalam," ucap Queenza.Dimas tersenyum tipis lalu mengulurkan tangannya ke arah kepala Queenza."Siapa yang mau menemani kamu ke dalam. Orang aku mau buka ini," ucap Dimas sambil melepaskan helm di atas kepala Queenza.Pipi Queenza memerah karena malu. Ia pikir Dimas akan menemaninya periksa ke dalam, eh taunya, cuma mau lepas helmnya saja. Ia pun menundukan kepalanya tak berani menatap Dimas."Udah kan? Terus kenapa Mas masih di sini?" tanya Queenza yang heran melihat Dimas yang masih berada di tempatnya."Kamu beneran gak mau aku temani?"Queenza menganggukan kepalanya."Oke. Kamu nanti pulangnya hati-hati ya. Kalau ada apa-apa segera telepon aku," ucap Dimas."Telepon pake apa? Ponsel saya gak ada," sahut Queenza dengan santainya.Dimas menatap tak percaya pada Queenza."Kamu gak punya Ponsel?" tanyanya dengan wajah yang sedikit syok. Iyalah syok, zaman sekarang mana ada manusia yang tak punya ponsel. Bahkan nenek-nenek saklipun sekarang sudah punya ponsel sendiri."Iya, ponselku rusak!" Jawab Queenza dengan wajah yang sendu."Ya udah sekarang kamu masuk gih." Dimas mendorong pelan badan Queenza agar masuk ke dalam klinik. Ia lalu menyentuh puncak kepala Queenza dengan lembut. "Aku pulang dulu ya. Kamu gak apa-apa kan sendiri?" Sambungnya.Queenza tertegun dan menatap Dimas dengan sorot mata yang sedih."Makasih." Queenza lalu masuk ke dalam klinik dengan perasaan yang tak karuan. Ia sebenarnya ingin menolak perlakuan lembut Dimas tadi. Tapi satu sisi hatinya ingin terus mendapatkan perlakuan manis seperti itu, karena selama ia menikah dengan Ervan, ia tak pernah merasakan perasaan senang saat diperhatikan seperti saat ini. Ia lalu menoleh ke belakang dan ternyata Dimas masih ada di sana sambil memperhatikan Queenza.Tanpa sadar bibir Queenza tersenyum. Namun, saat ia menyadari itu, ia pun melunturkan senyumannya dan segera membalikan badannya."Kamu gak boleh gitu Queen, kamu harus ingat! Kamu itu udah punya suami. Dan Dimas itu kakak ipar kamu," gumam Queenza sambil terus memukul-mukul pelan kepalanya yang kini tengah memikirkan Dimas yang tadi perhatian padanya.Queenza dengan cepat mendaftarkan dirinya untuk pemeriksakan kandungannya.Setelah selesai dengan pemeriksaan, Queenza pun memilih untuk langsung pulang, ia tidak menyangka jika pemeriksaan itu akan memakan waktu yang cukup lama.Namun, saat Queenza keluar dari klinik, ia terkejut saat melihat Dimas yang kini tengah duduk di atas motornya.Queenza yang akan berpura-pura tak melihat Dimas pun tak bisa apa-apa saat Dimas dengan lantang menyerukan namanya."Queen," teriak Dimas saat melihat Queenza yang hendak pergi dari klinik itu lewat jalan lain.Queenza dengan terpaksa menghampiri Dimas."Mas ngapain masih di sini? Bukannya tadi Mas bilang mau pulang?" tanya Queenza saat ia tiba di depan Dimas."Tadi emang udah pulang. Tapi pas ingat kamu gak punya ponsel buat ngabarin aku. Ya ... terpaksa deh aku balik lagi ke sini," balas Dimas sambil memakaikan helm pada Queenza."Tapi aku kan gak minta dijemput sama Mas?""Udah cepatan naik. Keburu malam ini." Dimas menarik tangan Queenza agar Queenza segera naik ke atas motornya.Mau tak mau Queenza pun naik ke atas motor Dimas.Sepanjang perjalanan hening. Karena tak ada yang berbicara, baik itu Dimas maupun Queenza.Tapi, saat mereka sedang berada di lampu merah. Tatapan mata Queenza tanpa sengaja melihat pedagang nasi goreng. Ia pun menatap sendu pedagang itu dan memegangi perutnya yang lapar karena belum makan sedari tadi. Hanya makanan sisa dari Ervan dan roti tadi saja yang masuk ke dalam perut Queenza.Dimas yang menyadari tatapan mata Queenza dengan cepat membelokan motornya dan berhenti tepat di pedagang nasi goreng itu."Lho Mas, kita ngapain berhenti di sini?" tanya Queenza yang heran saat Dimas menghentikan motornya."Aku lapar. Kamu mau ikut makan gak?" ajak Dimas.Queenza hendak menjawab tapi Dimas lebih dulu menyela."Kamu temani aku makan ya,"Queenza berpikir, mungkin ia hanya akan menemani Dimas makan saja. Ia pun menganggukan kepalanya dengan lesu.Namun, saat dua piring nasi goreng tersaji di depannya. Queenza menoleh ke arah Dimas dengan tatapan tak percayanya."Makan," ucap Dimas dengan lembut sambil menyodorkan sepiring nasi goreng itu ke hadapan Queenza.Queenza hanya diam. Matanya berkaca-kaca. Dan air matanya pun jatuh mengenai pipinya.Dimas terkejut saat melihat Queenza yang menangis."Lho kok nangis? Kamu gak suka ya?" tanya Dimas dengan panik. Ini pertama kali ia melihat wanita yang menangis hanya gara-gara nasi goreng.Queenza menggelengkan kepalanya dan dengan cepat menyantap nasi goreng itu."Makasih," ucap Queenza saat mereka sudah selesai makan."Hmm." Dimas bergumam dan menganggukan kepalanya sebagai jawaban.Setelah mereka selesai, Dimas pun mengajak Queenza untuk pulang.**Tiba di depan rumah, Queenza menatap rumah itu dengan tatapan penuh arti. Queenza sebenarnya tak ingin kembali pulang ke rumah itu dan bertemu dengan Ervan. Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa dan harus tetap bertahan demi keselamatan keluarganya."Aku langsung balik lagi ya. Masih ada pekerjaan yang harus aku urus," ucap Dimas saat Queenza sudah turun dari atas motornya.Queenza pun menganggukan kepalanya. "Makasih banyak ya Mas untuk hari ini.""Hmm! Kamu baik-baik ya di rumah." Setelah itu Dimas pergi meninggalkan Queenza.Queenza menatap punggung Dimas yang mulai menjauh. Ia lalu melangkahkan kakinya dengan gontai. Entah kenapa ia merasakan perasaan yang tak enak.Tiba di depan pintu ia dengan cepat membuka kunci dan membuka pintu itu. Dengan langkah perlahan dan pelan ia berjalan menuju kamarnya. Langkahnya terhenti kala ia mendengar suara di dalam kamarnya. Ia pun dengan segera mendekat ke arah pintu kamarnya."Suara apa ya? Apa Mas Ervan sudah pulang?" gumamnya sambil terus berjalan menuju kamarnya.Queenza yang penasaran dengan cepat membuka pintu kamarnya dan betapa terkejutnya ia kala melihat apa yang ada di dalam kamar itu. Ia diam mematung sambil menatap lurus ke depan. Hatinya sakit kala ia melihat suaminya yang tengah bercinta dengan wanita lain di atas ranjang."Mas!" seru Queenza dengan lantang.Ervan yang tengah asyik memadu kasih merasa terganggu dengan kehadiran Queenza. Ia pun dengan cepat menyelesaikan bercintanya dengan wanita yang kini ada di bawah kungkungannya.Ervan beranjak dari tubuh wanita itu dan turun dari ranjang. Ia berjalan menghampiri Queenza dengan napas yang memburu dan sorot mata yang tajam."Sialan!"PLAAKK!Ervan menampar pipi Queenza dengan begitu kerasnya sampai Queenza jatuh terduduk di atas lantai.Ervan yang murka dengan Queenza dengan cepat mejambak rambut Queenza dan menyeretnya ke kamar mandi. Setelah tiba di kamar mandi Queenza dengan cepat ia lelepkan ke dalam bathtub.Queenza tak memberontak dan hanya pasrah dengan apa yang kini Ervan lakukan padanya. Ia pun kini hanya mampu berdoa di dalam hatinya.'Ya Tuhan! Jika hamba harus mati sekarang. Tolong berikanlah perlindungan untuk ibu dan adik hamba. Jangan sampai iblis ini menyakiti mereka,' batin Queenza saat ia sudah tak bisa bertahan lagi dan menutup matanya.Lama Dimas menunggu, sampai akhirnya pintu ruangan itu terbuka dan munculah dokter Manda. Ia pun segera bangkit dari duduknya dan bergegas menghampiri dokter."Dok bagaimana keadaan istri dan anak saya? Mereka berdua selamatkan? Mereka baik-baik saja kan Dok?" tanya Dimas."Sebelumnya saya ucapkan selamat ya Pak, anak Bapak lahir dengan selamat. Namun harus di inkubator karena anak Bapak lahir prematur, dan untuk istri Bapak ...." Dokter Manda menjeda ucapannya lalu menatap sedih Dimas."Istri saya kenapa Dok? Dia baik-baik saja kan?" tanya Dimas dengan panik dan khawatir.Dokter Manda menghela napasnya sebelum ia melanjutkan ucapannya. "Beruntungnya Bu Queenza bisa bertahan dan selamat, hanya saja sekarang dia perlu pengawasan ketat karena tadi beliau sempat pendarahan hebat. Dan kita akan terus memantaunya."Dimas hanya bisa terdiam mendengar ucapan dokter. Tak lama kemudian Queenza pun dipindahkan ke ruang perawatan."Mas," panggil Queenza dengan suara yang sangat lirih saat ia su
Sepanjang perjalanan pulang Dimas hanya diam melamun sembari menatap kosong jalanan yang mereka lewati, dia sengaja memanggil Alvin untuk menjemput mereka karena ia tidak ada tenaga untuk menyetir saking syoknya menerima kabar dari dokter yang menangangi Queenza."Mas," panggil Queenza.Dimas tidak menyahut dan masih diam saja. Ia tersadar dari lamunanya saat Queenza menggenggam erat tangannya. Dan dengan cepat ia pun menoleh ke arah sang istri."Kamu kenapa diam saja dari tadi, Mas? Apa ada seuatu yang menggangu pikiran kamu? Atau aku ada salah sama kamu?" tanya Queenza yang heran melihat Dimas diam saja sedari tadi.Dimas hanya menggelengkan kepalanya, "Pasti sudah terjadi sesuatu ya saat aku pergi tadi?" tanya Queenza lagi yang curiga dengan itu. Karena Dimas diam terus semenjak ia pergi ke toilet.Dimas lagi-lagi hanya menggelengkan kepalanya, ia melepaskan genggaman tangan Queenza dan kembali menatap ke arah jendela.Queenza menghela napasnya dengan panjang. Ia pun tak bertanya l
Dua minggu yang lalu kandungan Queenza genap berusia tujuh bulan. Dan sejak dua minggu yang lalu kondisi Queenza semakin hari semakin lemah. Bahkan untuk berjalan sejauh lima meter saja dirinya tidak mampu.Karena Queenza yang sudah bertekad akan mempertahankan janinnya meski nyawa taruhannya. Demi kebahagiaan Dimas, Queenza akan melakukan apa saja, termasuk jika dirinya harus mengorbankan nyawa demi mempertahankan anak mereka. Dan menahan semua rasa sakit yang ia rasa selama ini.Bagi Queenza, kebahagiaannya adalah melihat Dimas bahagia. Dan kebahagiaan suaminya terletak pada janin di perutnya.Semakin tua usia kandungannya, dokter menyarankan Queenza untuk lebih sering melakukan check up. Untuk memastikan sang ibu dan janinnya baik-baik saja, dokter menyarankan Queenza untuk melakukan check up setiap satu minggu sekali sejak usia kandungannya memasuki lima bulan. Jadi sejak dua bulan yang lalu dirinya hampir setiap minggu datang ke rumah sakitDan untuk menghindari kecurigaan Dimas,
Queenza menatap sang adik dan menggelengkan kepalanya. Ia sangat berharap jika Syifa tidak memberitahukan tentang kondisinya pada Dimas. "Dokter bilang apa? Queenza harus apa?" tanya Dimas, ia sangat penasaran dengan ucapan Syifa yang menggantung. "Harus bed rest, dia gak boleh kelelahan dan gak boleh mengerjakan pekerjaan yang berat, dan Mas juga jangan pernah ninggalin Mbak Queenz sendiri di rumah. Kalau memang tidak ada yang bisa menjaga Mbak Queen, Mas bisa hubungi aku mulai sekarang," ucap Syifa panjang lebar. Ia mengurungkan niatnya untuk memberitahu Dimas saat ia melihat wajah Queenza yang terlihat memohon kepadanya. Tapi, ia akan tetap memberitahu Dimas jika Queenza tak juga memberitahu.Dimas tersenyum pada Syifa."Kamu tenang aja, Mas gak akan biarin Mbak kamu turun dari atas ranjang, dia akan terus istirahat di tempat tidur sampai melahirkan," sahut Dimas.Queenza dan Syifa membelalakan matanya saat mendengar ucapan Dimas."Terus, kalau Mbak Queen gak boleh turun dari ranj
Queenza kini sudah tiba di rumah setelah dokter memberinya izin untuk pulang.Syifa membaringkan Queenza di kasur lalu setelahnya ia menyuruh Queenza untuk istirahat. "Mbak, aku hubungi mas Dimas aja ya, biar dia pulang," bujuk Syifa karena sedari tadi Queenza tidak memperbolehkan Syifa menghubungi Dimas."Gak usah, dia bentar lagi juga pulang. Mbak gak mau ganggu pekerjaannya," sahut Queenza.Syifa pun menganggukan kepalanya, ia tidak ingin memaksa lagi dan akan mencoba menghargai keputusan kakaknya."Ya udah, Mbak istirahat aja ya. Nanti kalau ada apa-apa hubungi aku atau teriak. Ini ponsel Mbak aku simpan di sini ya biar Mbak gak susah menggapainya dan pintu gak akan aku tutup biar kalau ada apa-apa Mbak bisa teriak," ucap Syifa panjang lebar.Queenza yang memang sudah lemas dan mengantuk pun tak menjawab dan hanya menganggukan krpalanya dengan lemah.Syifa tersenyum kecil saat melihat Queenza tertidur, ia pun membenarkan selimut Queenza dan setelahny
Empat tahun pun telah berlalu sejak kejadian itu. Syifa baru saja pulang dari luar negeri setelah lama ia tak pulang-pulang."Surprise, Happy anniversary ya Mbak," ucap Syifa yang baru saja tiba di rumah Queenza. "Gak kerasa pernikahan kalian sudah berusia empat tahun saja. Semoga rumah tangga kalian selalu diselimuti kebahagiaan dan segera beri aku keponakan yang lucu ya Mbak."Queenza tersenyum kecil menanggapi doa sang adik. Ia juga sangat berharap kehadiran seorang anak, namun nyatanya selama empat tahun menikah dengan Dimas ia sama sekali belum merasakan garis dua lagi, setiap kali ia periksa pasti gagal dan itu membuatnya kecewa."Kamu datang-datang udah bikin heboh saja," ucap Queenza sambil merentangkan kedua tangannya menyambut sang adik. Ia sangat merindukan Syifa yang sudah lama tak ia jumpai.Syifa mendekat dan langsung memeluk Queenza. Ia kini sudah bahagia dengan kehidupannya dan berusaha untuk melupakan cintanya kepada Alvin dan sudah mengikhlaskan Alvin untuk Mia. "Kam