Share

BAB 7 - APA ITU MILIKKU?

Dimas duduk sambil menatap intens Queenza yang masih memejamkan matanya. Ia tak sedikitpun mengalihkan pandangannya ke arah lain dan terus menatap Queenza yang tengah berbaring. Sudah lama Dimas berada di sana menemani Queenza.

"Apa benar hubungan kalian itu gak baik-baik aja? Kenapa suamimu belum juga menghubungiku? Padahal aku sudah kasih tau kondisi kamu lewat chat," gumam Dimas. Ia lalu beralih menatap apa yang tengah ia genggam saat ini dan kembali menatap Queenza lagi.

"Apa mungkin ...?" ucap Dimas sambil melihat lagi benda yang sedang ia pegang.

"Ugh!"

Dimas segera membenarkan duduknya kala ia melihat ada pergerakan di ranjang. Ia pun dengan cepat menyimpan benda yang tengah ia pegang itu ke dalam sakunya. Dimas lalu menghampiri Queenza yang kini tengah mengerjap-ngerjapkan matanya.

"Kamu udah sadar?" tanya Dimas saat ia sudah mendekati ranjang Queenza.

Queenza yang masih bingung hanya menyipitkan matanya dan perlahan ia menajamkan penglihatnanya.

"Mas Dimas?" ucap Queenza dengan lirih dan lemah.

Dimas tersenyum.

"Kamu baik-baik aja. Apa ada yang sakit?" tanya Dimaa saat Queenza sudah membuka matanya dengan sempurna.

"Saya ada di mana Mas? Kenapa Mas Dimas juga ada di sini?" Queenza bukannya menjawab pertanyaan Dimas. Ia malah balik bertanya pada Dimas.

"Kamu sedang di rumah sakit! Tadi aku menemukan kamu yang hampir mengakhiri hidupmu. Untungnya tadi aku ada di rumah. Coba kalau aku gak ada? Huh ... sudah pasti kamu gak akan selamat. Kamu itu apa-apaan coba, mau mengakhiri diri kamu sendiri! Emang yang punya masalah itu cuma kamu doang? Kamu itu harusnya ingat, kalau ada janin di dalam perut kamu. Oh ... atau jangan-jangan kamu gak tau kalau kamu lagi hamil? Bla, bla ,bla ...." Dimas terus saja mengoceh.

Queenza hanya menatap Dimas yang sedang mengoceh. Ia tak bersuara dan hanya memandang Dimas dengan perasaan yang kagum. Tanpa terasa sudut bibir Queenza terangkat membentuk senyuman saat melihat raut wajah Dimas yang tengah mengomel, terlihat menggemaskan di mata Queenza.

Dimas menghentikan ocehannya dan memandang heran pada Queenza yang kini malah senyum-senyum sendiri.

"Kamu kenapa?" tanya Dimas dengan kening yang mengkernyit.

"Kamu lucu Mas," jawab Queenza sambil tersenyum pada Dimas.

Dimas semakin dalam mengkernyitkan dahinya. Ia tidak tau lucunya di mana? Dia kan sedang marah bukan sedang melawak. Pikirnya.

"Lucu?"

Queenza mengangguk-anggukan kepalanya.

"Lucunya di mana? Aku itu lagi marah, bukan lagi ngelawak," balas Dimas.

Queenza yang mendengar ucapan Dimas pun tertawa.

"Wah ... apa jangan-jangan otak kamu ada yang geser ya Queen. Bentar aku panggil dokter dulu. Sepertinya kamu harus diperiksa." Dimas hendak pergi dari sana. Namun, Queenza dengan segera menahan tangan Dimas dan menghentikan tawanya.

"Ya ampun Mas. Saya baru tau kalau kamu itu semenggemaskan ini. Aku gak apa-apa Mas. Otak aku masih aman di tempatnya," ucap Queenza sambil tersenyum ke arah Dimas. "Terima kasih banyak ya Mas." Sambungnya lagi dengan tatapan yang sendu.

Dimas kembali duduk di kursi dekat ranjang itu. Ia menatap Queenza lalu tanpa sadar tangannya terulur ke bibir Queenza.

"Jangan lebar-lebar senyum dan ketawanya. Nanti takutnya ini robek lagi. Pasti sakit ya?" Dimas mengusap pelan bibir Queenza.

Queenza tertegun. Dengan cepat ia memalingkan wajahnya ke arah lain.

Dimas yang baru menyadari tindakannya pun segera menarik kembali tangannya.

Kini mereka berdua sama-sama terdiam dan canggung.

"Kamu mau makan sesuatu?" Dimas mencoba untuk memecahkan keheningan dan kecanggungan di antara mereka.

"Emm ... aku mau makan bubur Mas," jawab Queenza malu-malu.

"Bubur apa?" tanya Dimas, ia bertanya karena takut salah.

"Bubur ayam Mas," sahut Queenza lagi dengan antusias.

Dimas berdiri, tangannya terulur dan mengusap pelan puncak rambut Queenza. "Oke ... kamu tunggu sebentar ya." Setelahnya Dimas pun pergi dari hadapan Queenza.

Queenza mengerjap-ngerjapkan matanya. Sedari tadi entah kenapa jantungnya berdetak dengan cepat. Apalagi saat ia mengingat perlakuan manis Dimas. Ia lalu memegang puncak kepalanya yang tadi dielus oleh Dimas. Ia kira Dimas hanya basa basi doang menawarinya makan, tapi ternyata beneran.

"Ya Tuhan ... andai yang berlaku manis seperti tadi itu mas Ervan. Sudah pasti aku akan sangat bahagia," ucapnya lirih. Wajah yang tadi menampakan senyuman kini berubah menjadi sendu.

Tak lama kemudian Dimas pun datang dengan membawa dua buah paper bag di tangannya.

"Maaf ya Mas, saya jadi merepotkan," ucap Queenza saat Dimas sudah tiba dan menyimpan paper bag itu di atas nakas.

Dimas menoleh sekilas pada Queenza dan tersenyum. Setelahnya dia pun membuka salah satu paper bag yang berisi bubur ayam.

"Ini." Dimas menyodorkan wadah yang berisi bubur ayam.

"Makasih Mas," jawab Queenza sambil mengambil bubur ayam yang disodorkan Dimas.

Queenza pun segera memakan bubur itu.

"Emm ... ini enak banget Mas! Mas Dimas beli di mana bubur ayam ini? Ini kan udah malem, emang masih ada yang jualan bubur ayam jam segini?" tanya Queenza sambil terus menyuapkan bubur itu ke dalam mulutnya.

Dimas tersenyum tipis saat melihat Queenza makan dengan lahap.

"Aku gak beli, tapi bikin sendiri," jawab Dimas yang sukses membuat Queenza tersedak.

"Uhukk!"

Queenza tersedak bubur yang tengah ia makan. Ia sangat terkejut saat mendengar jika Dimas sendiri yang membuat bubur ayam itu.

Dimas dengan cepat membawa air minum yang berada di nakas. Ia lalu memberikannya pada Queenza.

"Makanya kalau makan itu pelan-pelan. Gak akan ada yang merebutnya," ucap Dimas sambil menyodorkan air minum itu pada Queenza. "Minum dulu."

Queenza menerima gelas yang diberikan Dimas padanya, lalu ia dengan cepat meneguk air itu sampai habis.

"Makasih Mas. Tadi saya tersedak itu karena kaget dengar ucapan kamu Mas," jawab Queenza sambil menyimpan gelas kosong itu ke atas nakas.

"Ucapanku yang mana?" tanya Dimas dengan alis yang terangkat sebelah.

"Itu, soal Mas Dimas yang bilang, kalau bubur ini Mas bikin sendiri,"

"Terus salahnya di mana?" tanya Dimas yang tidak mengerti. Kenapa Queenza bisa sampai terkaget seperti itu saat tau jika ia yang sudah memasak bubur itu.

"Ya, saya gak percaya aja. Seorang Dimas bisa masak," balas Queenza dengan senyuman meremehkan.

"Kamu gak percaya kalau aku bisa masak?" Dimas tidak terima saat melihat Queenza yang seakan meremehkannya.

Queenza dengan cepat menggelengkan kepalanya.

"Oke ... akan ku buktikan nanri jika kamu sudah pulang! Kamu mau aku masakan apa? Kamu tinggal bilang, gini-gini aku itu jago masak," ujar Dimas dengan ponggah.

"Ck, palingan juga Mas Dimas bisanya cuma masak air. Mungkin ini hanya kebetulan aja buburnya enak," ucap Queenza.

"Wah ... nantangin kamu ya. Kita lihat aja nanti saat kamu sudah pulang, akan aku buktikan kalau aku itu jago masak." Dimas dengan reflek mencubit hidung Queenza pelan.

Queenza hanya diam saja. Entah kenapa perasaanya sangat senang saat Dimas memperlakukannya seperti ini. Ia tau jika ini salah. Tapi bolehkan kali ini dia egois sebentar. Ia ingin merasakan perasaan senang diperhatikan oleh seorang lelaki.

"Janji ya Mas, saat aku pulang nanti kamu bakalan buatin aku makanan," ucap Queenza sambil tersenyum hangat ke arah Dimas.

"Hmm," jawab Dimas singkat. Dimas pun mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jasnya dan memberikan benda yang selalu menggangu pikirannya itu pada Queenza. "Apa itu milikku?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bisikan pena
wah Dimas nih bikin hatiku meleyot. mudah-mudahan aja emang itu anaknya Dimas ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status