Share

Bab 8

Penulis: Skavivi
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-07 00:35:07

Sejujurnya, mimpi pun aku tak pernah membayangkan akan mendapat yang lebih baik dari yang aku duga. Apalagi, disaat aku hanya menghabiskan waktu untuk bersantai-santai menikmati hasil jerih payahku. Pak Ardi justru memberikan privilage lebih atas proyek kerjasama yang kita sepakati bersama. 

Beliau yang berusia nyaris empat puluh tahun akan memberikan satu unit apartemen di dekat menara Jaff Corporations. Dengan dalih agar bisa mempersingkat waktu kunjungan kerja ke gedung itu. 

Secara terikat, aku memang diharuskan datang ke perusahaan itu untuk membicarakan isi naskah cerita tanpa jadwal yang pasti. Aku hanya perlu menunggu kabar dari pihak yang bersangkutan untuk datang ke perusahaan tersebut. Termasuk hari ini.

Aku mengenakan gaun baru lengan pendek berwarna biru langit, roknya mengembang lebar sampai di setengah betis. Sebagai pelengkap kunjungan kerja formal, aku juga menggunakan blazer berwarna biru dongker dan menggunakan sepatu sneaker berwarna putih agar terkesan santai dan nyaman.

Wajahku, kubedaki tipis-tipis. Bibirku, aku beri gincu berwarna merah Fruit Punch. Aku juga menyemprotkan parfum sebagai finishing make-up ini sebelum beranjak untuk menerima telepon. 

"Ya, sebentar lagi saya keluar!" kataku sambil mematut diri di cermin. Panggilan terputus, aku memasukkan ponselku ke dalam tas kerja seraya memeriksa seluruh isinya. 

Aku mengulum senyum, ku lihat lagi wajahku di cermin sebelum keluar dari kost ini. Mungkin sebentar lagi kamar berukuran 3x3meter ini akan menjadi kenangan karena aku bakal pindah ke apartemen. 

"Sudah dari tadi, Pak?" tanyaku sopan sambil menyunggingkan senyum. Sopir kantor yang diminta pak Ardi untuk menjemputku hanya mengangguk kecil, ia membuka pintu penumpang seraya memintaku untuk masuk.

"Terimakasih." ucapku sambil tersenyum kaku. Aneh, pikirku, pria paruh baya ini tampak tidak ramah. Tidak seperti bosnya. 

Mobil melesat dengan kecepatan sedang menuju gedung Jaff Corporations. Selama perjalanan menuju ke sana hanya keheningan yang menguar. 

Aku tidak pandai bersilat lidah, apalagi penampilan pria paruh baya ini juga menakutkan. Kepala plontos, rahang keras, kulit sawo matang nyaris gelap, lengan kekar, dan berengosnya tebal, belum gelang rantai yang melekat di pergelangan tangannya. Mirip preman-preman di sinetron.

Kalau di lihat-lihat, aku justru mirip dengan wanita korban penculikan. Takut dan terintimidasi olehnya. 

Mobil berhenti di depan lobi gedung bertingkat banyak. Aku yang sudah mendapat kabar dari pak Ardi jika pertemuan di lakukan di ruang meeting langsung keluar dari mobil.

Aku masuk ke dalam gedung, suasana masih ramai karena ini masih jam kerja. Matahari pun sedang merekah sempurna menyebarkan kehangatan alamiah di atas bumi khatulistiwa.

Aku masuk ke dalam lift berbarengan dengan seorang wanita anggun berhijab dengan pakaian serba branded. Dari caranya berdirinya saja sudah cukup menegaskan bahwa ia wanita terhormat, kaya raya. 

Aku tersenyum ramah ketika wanita inipun juga tersenyum manis kepadaku.

"Karyawan baru kak?" 

Sumpah, demi apapun! Suaranya lembut banget. Lebih lembut dari

Fiona Cairns Royal Cake dalam imajinasiku. 

Aku menyunggingkan senyum. "Bukan karyawan baru, kak! Hanya ada projects kerjasama dengan Jaff Corporations. JaffFilm!" 

Wanita ini mengangguk sambil tersenyum lembut. "Penulis atau---"

Bunyi lift terbuka, wanita itu tersenyum ramah seraya pergi. 

"Benar-benar bidadari surga!" pujiku sekaligus iri melihatnya. Andai, bisa aku ulang kembali putaran takdir hidupku, aku mau menjadi gadis pemeluk surga. Sayang, semua sudah terusap dan menghilang. 

Ketika tiba di lantai sebelas, seorang karyawan yang berjaga tak jauh di ambang pintu ruang meeting mempersilahkan aku masuk. 

Aku melihat ruangan ini begitu mewah, seperti slogan Jaff Corporations yang terpasang di area lobi gedung perusahaan ini. 

Luxurious and Wild. Namun kata 'Wild' belum aku temukan arti sesungguhnya.

"Selamat pagi, Anne! Welcome back." sapa Pak Ardi ramah. Mungkin perangainya memang begitu. Mungkin--- aku juga enggan mengenalnya terlalu dalam, sebab aku takut tenggelam dalam harapan.

Aku mengangguk sopan seraya duduk setelah di persilahkan oleh pak Ardi. Bahkan ia juga sudah menyiapkan minuman untuk semua orang yang mengikuti meeting hari ini. 

Aku gerogi, aku belum terbiasa duduk di antara manusia-manusia berdasi dengan otak cemerlang. Sementara aku disini tuh hanya aji mumpung.

"Santai, Anne! Kita hanya akan membahas tentang bagian-bagian cerita mana yang akan di ubah atau diperbaiki. Kamu siap dengan itu?" Pak Ardi mengembangkan senyum santainya. 

Wait! Aku membasahi bibirku sebelum memperbaiki posisi dudukku. 

"Maksudnya bapak, nanti ada sesi revisi naskah cerita sebelum pembicaraan dengan JaffFilm?" 

Pak Ardi mengangguk tegas. Aku mendesah lelah. Merevisi naskah cerita itu sama saja mengubah dari banyaknya alur cerita, menjadi cerita baru lagi. Entah itu ada pemangkasan konflik atau apapun itulah yang harus di pikirkan lagi. 

"Tenang, Anne! Kamu hanya perlu berdiskusi dengan tim JaffFilm yang ikut meeting hari ini. Bisa dibicarakan sambil ngopi-ngopi bareng biar santai." 

Pak Ardi mengulum senyum, aku mengangguk kecil. "Baiklah, saya sudah menjadi anak buah bapak! Jadi bagaimana pun saya ngikut aja." kataku pasrah. Kalau tidak, bisa-bisa uang yang sudah aku gunakan untuk santai-santai kemarin diambil lagi, dan dibatalkan oleh perusahaan ini.  

"Jadi, mau kapan pindah ke apartemenmu? Ini privilege yang bisa kamu dapatkan dengan percuma karena kamu termasuk person in charge!"

Pak Ardi mengetuk-ngetuk meja dengan jari jemarinya, aku gelisah. Setiap ketukan itu mengingat aku bahwa orang di depanku ini sedang berpikir dan menilai.

"Secepatnya, Pak! Kalau bisa setelah meeting selesai." jawabku lugas. 

"Good!" Pak Ardi menepuk bahuku dan meremasnya sebentar sebelum tersenyum lebar. "Nanti saya antar." 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (8)
goodnovel comment avatar
Widya Hakim
ko gw mendadak jadi takut ya dari sikapnya pak Ardi terus sampe meremas pundaknya Anna, nyerempet ² gmn gitu ...
goodnovel comment avatar
Dian Susantie
gercep amat pak..
goodnovel comment avatar
Yuni Riana
Banyak misteri dengan Pak Ardi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dosa Termanisku   Bab 161

    Beberapa menit yang terjadi dalam hidup saya, dalam keadaan terengah-engah Anna mencengkram rambut belakang saya dengan keras. "Kayaknya aku mau melahirkan sekarang mas, kayaknya aku..." Wajahnya mulai mengeras, kakinya mulai terbuka dan saya mendadak pontang-panting dalam hati ingin sekali memintanya lebih lama bertahan lama dalam perjalanan. "Bagaimana pak?" sahut Johan."Usahakan lebih cepat, Han! Jika di tilang polisi tidak masalah. Saya lebih takut jika anak saya lahir di dalam mobil dan di jalan raya, dia akan menjadi pembalap!"Johan tidak menjawab sebab ia langsung menghidupkan lampu hazard di tengah jalan dan membunyikan klakson mobil berulang kali. Di belakang, mobil yang membuntuti kami ikut menghidupkan lampu hazard—lampu darurat—, tak ayal kejadian itu membuat beberapa pengguna jalan lain melihat ke arah mobil kami di tengah kemacetan."Istri saya mau melahirkan, tolong beri jalan!" teriak saya dari jendela mobil. "Tolong bapak, ibu, kakak... Anna sudah bukaan lima–aaaw

  • Dosa Termanisku   Bab 160

    "Honeymoon, are you sure?" omel Anna sembari berkacak pinggang. Saya mengangguk sambil merapatkan jaket, lama-lama dingin ternyata."Han, tutup semua pintu dan pergilah bersama kuncinya!""Whyyyyy...." teriak Anna dengan panik, "Mas, kamu makin lama malah makin mirip penjahat ya. Han, Han. Jangan..." Anna mendekap tubuh Johan dengan spontan. "Han, delapan tahun kita berusaha menjadi partner kerja dan keluarga yang baik. Tolong dong kali ini aja kamu membantah bos kita! Gak bisa apa sedikit aja membangkang." rengek Anna dengan lucu.Johan menatap saya dengan takut-takut. "Maaf bapak, ini bukan salah saya." katanya sambil berusaha melepas tangan Anna yang tetap kekeh menahannya di dapur.Saya beranjak sembari mengulum senyum. "Lepaskan Johan, Anna. Ada saya yang bisa kamu peluk seperti itu. Jangan dia, dia tidak akan tergoda dengan omelanmu apalagi rayuanmu!" kata saya mengingatkan.Saya hendak meraih rambutnya yang panjang dan pirang keemasan, namun secepat yang saya duga, Anna mengh

  • Dosa Termanisku   Bab 159

    Desember, Musim dingin yang sangat menyejukkan kulit, hati, jiwa tapi tidak dengan isi kepala.Kami sekeluarga bersama rekan seperjuangan meninggalkan musim hujan bulan Desember di tanah air demi menuruti Alinka pergi ke London untuk melihat salju turun dan bisa menjadi keluarga ‘dingin’ dengan kualitas sekian. Saya termenung di depan pemanas ruangan, mendengar obrolan anak muda di belakang saya yang sedang seru-serunya bermain kartu. Naufal membawa pacarnya yang berambut cokelat tua panjang, anak pejabat negara yang kapan hari bapaknya menemui saya untuk mengajak kolaborasi bisnis dan mencocokkan anak kami berdua. Saya tidak tahu jodoh Naufal nantinya siapa, jadi saya cuma bisa senyum-senyum sambil mengambil tawaran pertama saja. Kolaborasi bisnis biar enakan hidup saya, urusan itu kan bisa di atur, kalau jodoh anak saya tidak.Kenzo membawa sahabatnya, laki-laki, tukang nge-game. Saya heran, dulu saya tidak nge-game, tapi anak saya yang satu itu sangat menyukai permainan. Entah y

  • Dosa Termanisku   Bab 158

    Tina memasang muka datarnya setelah bunyi bell berdentang berkali-kali. Parasnya yang semakin berusia dan jompo, dia menyebutkan begitu karena tidak bisa lagi memakai hak tinggi menatap saya dengan wajah jengkel."Masuk aja kali..." ucapnya dengan suara malas di mic rapat yang tertempel di meja kerja, suara itu akan terdengar di louds speaker di depan ruangan saya. Seseorang di luar saya yang pasti adalah keluargaku—bel itu bel khusus private family—mendorong pintu. Seorang wanita dengan anggun melangkah sembari menggandeng tangan anak laki-lakinya yang berekspresi cemberut. Saya menaruh pulpen di meja seraya beranjak. Menyambut keduanya dengan pelukan. "Sebelum kita makan siang, ada yang perlu kamu urus, mas."Apa?Anna merogoh tas kerjanya yang besar, mobil derek mainan Alinskie rusak, dereknya copot dan gigi Sir Tow Mater nama karakter di film kartun itu rompel. Saya menerima mainan yang nyaris pasti akan menjadi rosokan ini dengan wajah ternganga. "Harus aku apakan ini sayang?

  • Dosa Termanisku   Bab 157

    "London, papa. London, aku ingin ke sana. Aku ingin menikmati musim dingin di sana, aku ingin main salju seperti Elsa dan Anna, papa." seru Alinka sembari menarik-narik ujung jas kerja saya di depan lemari kacanya berisi mainannya dan Alinskie. Dua bayi saya yang kami bertiga perjuangkan dan tumbuhkan dengan suka duka cita atas harapan yang besar di rumah ini sudah tumbuh menjadi anak sekolah dasar berusia delapan tahun."Ayolah papa jawab, aku maksa ini." desak Alinka keras kepala. Saya mendesah, batal berangkat ke kantor dengan tertib dan memilih berlutut untuk melihat wajah manis, pipi putih dan tidak suka memakai rok atau dress, dia benci katanya tidak keren seperti kakak-kakaknya juga ampuh memberi contoh baju keren cowok ganteng ibu kota."Anna dan Elsa bukan di London sayang, tapi di Norwegia dan Irlandia. Kita tidak bisa ke sana, kamu belum libur sekolah." kata saya menasihati, tapi tepat seperti yang saya duga ini bukan jawaban yang tepat. Mawar berduriku menjerit, memanggi

  • Dosa Termanisku   Bab 156

    Saya merenung, meyakini diri sekuat mungkin dengan apa terjadi di dalam sana bahwa Anna memang berbicara dari hati ke hati kepada Farah, mengungkap segalanya yang terpendam dan meyakinkan Farah jika ia mampu menjadi yang terakhir, mengalah dan menjadi ibu sambung yang mumpuni. Saya yakin itu, saya yakin karena kerap kali Anna berkata bahwa ia tidak ingin mengambil lebih dari haknya. Walau sejujurnya dengan amat sangat, banyak ragu yang menyapa silih berganti di dalam dada saya. Saya kalut. Bagaimana jika Farah tiada? Tapi logika berkata, jangan Tuhan, jangan dulu. Jangan sekarang, jangan Tuhan. Dia harus kembali padaku, harus kembali bagaimanapun kondisinya. Saya harus memperbaiki kesalahan ini, saya harus memperbaikinya dulu dan akan saya serahkan perhatian lebih.Saya membenturkan kepala belakang di tembok berkali-kali dengan frustrasi seraya mengusap wajah dan tertunduk.•••Derap langkah sepatu yang tergesa-gesa dari ujung koridor yang senyap membuat saya beranjak dan tertegun me

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status