Beranda / Romansa / Dosa dalam Cinta / Bab 25-Mata-mata di Tengah Kota

Share

Bab 25-Mata-mata di Tengah Kota

Penulis: A. Rani
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-24 09:00:35

Langit Batavia merunduk kelam, awan-awan pekat berarak di langit seperti perut raksasa yang hendak muntah hujan badai. Hujan gerimis turun tanpa jeda, menciptakan suara monoton di atas atap rumah-rumah tua, di jalanan berbatu yang berkilauan basah, dan di gang-gang sempit yang seakan mengurung kota dalam kabut rahasia yang tak terungkap. Satrio berjalan cepat menyusuri lorong-lorong gelap, napasnya berat, langkahnya kaku. Setiap sudut, setiap bayangan terasa mengintai, mencengkeram lehernya dengan jemari tak kasat mata. Ia tahu, ada mata-mata Rangga yang mengawasinya, menunggu celah, mengintip setiap desah napasnya untuk dilaporkan ke telinga yang salah.

Di pasar, hiruk-pikuk manusia menebar kabut samar. Bau ikan asin, rempah-rempah, dan keringat bercampur dengan aroma ketakutan yang tak terlihat. Satrio berhenti sejenak di antara kerumunan, matanya liar menyapu wajah-wajah asing. Seorang pria paruh baya bersorban lus

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Dosa dalam Cinta    Bab 33 – Darah yang Memanggil

    Bayangan lain muncul di belakang pria itu, bergerak seperti kabut yang terlahir dari kegelapan. Mata-mata redup muncul satu per satu, menyala samar, menyaksikan, mengintai. Dari balik mantel hitam, kilasan tangan pucat menjulur keluar, jemarinya kurus, kukunya panjang dan kotor, seperti cakar yang mengais batas antara dunia hidup dan mati. Sosok lain yang tubuhnya kurus, wajahnya hancur setengah terbakar, menatap lurus ke arah Citra dengan mata kosong, namun penuh tuntutan yang dingin dan tajam, seperti belati yang menusuk dada tanpa suara.Suster tua berteriak—jeritan yang menembus langit-langit ruangan, tinggi, melengking, hingga kaca-kaca kecil di jendela bergetar hebat. Tubuhnya terangkat dari tanah, melayang di udara dengan posisi tak wajar, tangan terentang, matanya terbuka lebar, membelalak kosong, seolah jiwanya telah direnggut dan tubuhnya hanya cangkang yang ditinggalkan. Rosario terlepas dari tanganny

  • Dosa dalam Cinta    Bab 32 – Aku Datang untuk Mengambilmu

    Citra membeku. Tubuhnya lunglai, tangannya gemetar, namun matanya tetap terpaku pada pintu, seperti rusa yang terperangkap dalam cahaya bulan yang dingin. Dalam dada yang berdegup keras, ada firasat yang mencengkeram lebih dalam daripada sekadar ketakutan—ini bukan hanya tentang seseorang yang datang mencarinya. Ini adalah tentang sesuatu yang telah lama mengintai, menunggu di ambang batas kesadarannya, menuntut untuk diingat.Angin malam menerobos masuk, membuat pintu kayu tua itu bergetar. Bayangan di dinding menari liar, memanjang dan memendek, seperti cakar-cakar gelap yang mencoba menjangkau mereka. Suster tua terisak pelan, suaranya tercekat, sementara biarawan tua hanya berdiri, tak bergerak, seolah tahu bahwa pertahanan apa pun adalah sia-sia.Dan kemudian, suara itu terdengar lagi, kali ini lebih jelas, lebih dekat, setiap kata terdengar seperti pisau yang ditarik pe

  • Dosa dalam Cinta    Bab 48 Permohonan Maaf

    Bab 48 Permohonan MaafLangit di atas Batavia berwarna kelabu tua, nyaris hitam, seolah waktu berhenti pada titik yang berat, di mana langit dan bumi saling menatap dalam diam yang penuh dendam. Awan menggantung rendah, tebal, menekan dada, menutup cahaya rembulan yang biasanya mengintip malu di sela pepohonan. Angin bertiup pelan, membawa aroma tanah basah bercampur debu, juga aroma samar-samar dupa yang baru terbakar. Suara jangkrik pun tertahan, seakan seluruh dunia memilih diam, menyaksikan peristiwa yang tak kasatmata, tapi terasa mendalam hingga ke tulang.Di bawah pohon beringin tua yang menjulang bagai penjaga zaman, Satrio berdiri terpaku, tubuhnya berat, seolah akar pohon itu menjulur keluar dan membelit kakinya, memaksanya untuk tidak lari, untuk tetap menghadapi. Cahaya rembulan yang menerobos celah awan tipis memantul samar di wajahnya yang basa

  • Dosa dalam Cinta    Bab 49: Dosa yang Menjadi Warisan

    Malam menggantung berat di atas Batavia, kelam dan pekat, seperti jaring besar yang membungkus dunia dengan kesedihan yang menggigit. Di kejauhan, kilat menyambar tanpa suara, hanya cahaya yang membelah kabut, sekejap menyinari wajah-wajah tak kasatmata yang tersembunyi di balik bayangan. Pohon-pohon tua meliuk diterpa angin, dahan-dahannya mengerang seperti lidah-lidah yang mengutuk, sementara tanah basah di bawah kaki Satrio seakan bernafas, bergerak pelan dengan napas yang dalam dan berat.Satrio berdiri di ambang batas antara dunia yang nyata dan dunia yang lebih gelap, tubuhnya gemetar, matanya merah, wajahnya pucat seperti tersapu abu. Di dadanya, napas berat menghantam tulang rusuk seperti palu, dan di dalam pikirannya, bisikan-bisikan berputar, suara Sekar yang hilang dalam kobaran api, tawa retak Kalina, suara tangisan anak itu, dan yang paling menusuk: suara Citra, berbisik d

  • Dosa dalam Cinta    Bab 31 – Tiga Ketukan di Tengah Malam

    Malam menggantung di atas biara tua itu seperti jubah hitam yang basah kuyup, berat dan penuh luka. Hujan turun dengan suara monoton, deras, menghantam genting, meresap ke celah-celah dinding batu, seolah mencoba menghapus dosa-dosa yang terperangkap di tempat itu. Aroma tanah basah bercampur dengan bau kayu tua dan asap lilin yang hampir habis, memenuhi udara dengan kesedihan yang tak terucapkan.Di dalam sebuah kamar sempit yang remang, Citra duduk terpaku di ranjang kayu yang dingin. Jemarinya mengusap permukaan kasur dengan gerakan lambat, seperti mencari jejak masa lalu yang tak lagi ada. Matanya kosong, basah, menatap jendela kecil yang tertutup kabut malam, seolah berharap kabut itu membawa pulang potongan ingatan yang telah hilang dari dirinya. Di balik mata yang sayu, ada dunia yang retak—penuh kilasan yang terputus: bayangan seorang pria yang samar, tangan yang hangat, suara yang memanggil namanya deng

  • Dosa dalam Cinta    Bab 48 Permohonan Maaf

    Langit di atas Batavia berwarna kelabu tua, nyaris hitam, seolah waktu berhenti pada titik yang berat, di mana langit dan bumi saling menatap dalam diam yang penuh dendam. Awan menggantung rendah, tebal, menekan dada, menutup cahaya rembulan yang biasanya mengintip malu di sela pepohonan. Angin bertiup pelan, membawa aroma tanah basah bercampur debu, juga aroma samar-samar dupa yang baru terbakar. Suara jangkrik pun tertahan, seakan seluruh dunia memilih diam, menyaksikan peristiwa yang tak kasatmata, tapi terasa mendalam hingga ke tulang.Di bawah pohon beringin tua yang menjulang bagai penjaga zaman, Satrio berdiri terpaku, tubuhnya berat, seolah akar pohon itu menjulur keluar dan membelit kakinya, memaksanya untuk tidak lari, untuk tetap menghadapi. Cahaya rembulan yang menerobos celah awan tipis memantul samar di wajahnya yang basah oleh keringat dan air mata, menciptakan bayangan-bayangan d

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status