Share

[8] Rahasia Kelam, Keluarga Anya

“Dengan siapa kamu di restoran tadi, Anya?!”

“Bukan urusan, Papa!” Anya melenggang pergi, melewati ruang tamu dimana papanya menunggu dirinya. Ia sedang malas bertengkar. Seluruh energinya telah tersedot habis oleh rangkaian peristiwa yang dirinya lalui hari ini. Anya membutuhkan istirahat cukup untuk melalui hari-hari selanjutnya.

“Anya! Papa bertanya sama kamu!”

Menghakimi lebih tepatnya. Papanya tak pernah hanya bertanya. Apa pun topik yang dibuka, pria itu akan berakhir menyudutkan dirinya. Jadi Anya tak akan meresponnya kali ini. Sungguh, ia ingin merasakan empuknya ranjang.

“Mas, ada apa sih ini? Kenapa teriak-teriak begitu?!”

Anya memperlambat langkah kakinya saat suara Soraya terdengar pada gendang telinganya. Nenek sihir itu sudah muncul. Anya ingin memastikan mulutnya yang jalang tidak mengeluarkan kata-kata buruk untuk mamanya.

Kalau urusan menghadapi Soraya, Anya memiliki simpanan energi ekstra yang tercadang di dalam tubuhnya. Seletih apa pun dirinya, Anya siap jika harus war.

Ia tidak kabur dari rumah papanya memang dikhususkan untuk itu.

“Anak kamu, Mah.”

Tangan Anya mengepal mendengar kalimat sang papa. Sejak kapan dirinya lahir dari rahim seorang jalang, hah?! Mamanya merupakan wanita terhormat yang mengalah karena fitnah keji perempuan itu. Ia tak sudi walau menjadi anak tiri Soraya.

“Mas, kenapa kamu nggak kirim dia ikut Mamanya aja?! Kalau Mas takut dia kekurangan uang, Mas bisa setiap bulannya kirimin kan?! Jangan memperumit keadaan, Mas! Inget kesehatan Mas Tanu, sendiri!”

Untuk pertama kalinya, Anya setuju dengan pemikiran itu. Meski Anya tahu wanita itu tidak menyukai keberadaannya, ia akan sangat berterima kasih kalau si jalang mampu merayu papanya. Ia rela ditendang asal tak harus tinggal di neraka jahanam yang membelenggunya.

“Ngomong apa kamu, Mah?!”

Dari nada suaranya yang meninggi, Anya tahu papanya marah. Pria itu tak menyukai saran istrinya.

“Anya adalah harta berharga saya! Saya tidak akan melepaskan putri kesayangan saya untuk dirawat wanita itu! Sekali lagi kamu berbicara seperti itu, saya benar-benar tidak akan memaafkan kamu!”

Usai amarah papanya tersampaikan, suara kepanikan terdengar. Anya bisa mendengar jika Soraya terus memohon untuk dimaafkan atas kesalahannya.

Anya mengulum senyumnya. Tahtanya memang tinggi jika menyangkut hak asuh anak. Entah apa yang ada dipikiran papanya sampai tak mau melepaskan dirinya. Padahal dengan melepaskannya, mereka semua dapat hidup bahagia— pria itu bersama keluarga baru pilihannya, dan dirinya dengan sang mama. Sebanding bukan?

Kembali meneruskan langkah, manik matanya menangkap sosok Josephin berdiri menyorot ke arahnya. Anya menghela napasnya. Ia baru saja lolos dari papanya, dan sekarang cobaan keduanya telah menunggu untuk dilewati.

‘Taik Anjing, emang!’

“Bisa kita bicara?!”

Lengan Anya ditarik, membuat langkahnya terhenti.

“Lepas!” Sentak Anya sembari menghentakkan lengannya. “Jangan sentuh orang sembarangan! Gue bisa laporin lo atas tuduhan pelecehan!”

“Sebentar aja, Nya..”

“Nggak ada hal yang perlu kita omongin! Better lo mikir gimana cara nyenengin bokap gue, biar lo bisa jadi anak kesayangannya!”

Ucapan Anya begitu pedas, menusuk tepat pada jantung Josephin. Dahulu kala penghalang mereka hanyalah keyakinan yang berbeda, tapi kini semua lebih berat. Anya tak akan mungkin tergapai dengan seluruh kebencian yang tertanam akibat ulah mamanya.

“Apa nggak akan pernah ada kesempatan buat kita perbaikin ini semua, Nya?!” lirih Josephin memandang pintu kamar Anya yang tertutup.

Bukan hanya Anya, dirinya pun terluka. Ia tidak hanya kehilangan harga diri sebagai laki-laki, tapi juga sahabat dan gadis yang dirinya cintai. Ia pun banyak merasakan kehilangan.

“Jo..”

Melihat mamanya menaiki anak tangga, Josephin memutar arah tubuhnya. Karena wanita itu, sebuah kotoran berada di wajahnya. Ia harus menanggung malu dan luka secara bersamaan.

“Jo, mama mau ngomong..”

Soraya memejamkan matanya. Putranya semakin menjauh. Suaminya pun tak lagi sehangat ketika mereka baru menikah. Ia kesepian ditengah kekayaan yang digenggamnya.

Soraya pikir menjadi Sasmita sangatlah enak. Perempuan yang pernah menjadi sahabatnya itu hidup bergelimang harta. Beberapa kali ketika mereka makan bersama, keluarga sahabatnya terlihat begitu sempurna. Ada seorang suami dan ayah yang mencintai istri beserta anaknya. Tidak seperti kehidupannya yang berantakan. Ia mendapatkan KDRT, harus melunasi hutang karena perselingkuhan suaminya, belum lagi cercaan orang-orang. Untuk itulah ia begitu terobsesi ingin memiliki apa yang sahabatnya miliki.

Suami, anak dan harta yang memudahkan langkahnya menuju hidup tenang. Tapi semakin lama berada di posisi Sasmita, lubang hampa kerap menariknya masuk ke dalam. Suaminya selalu gila kerja. Tanu Handoyo jarang berada di rumah. Kalau pun ia bisa bersama pria itu, hal tersebut dikarenakan dirinya yang selalu menyambangi sang suami.

“Nggak! Udah sejauh ini. Aku akan bertahan sampai mati!” Keukeuhnya tak ingin melepaskan apa yang telah ia dapat dengan susah payah.

Telah banyak hal yang dirinya korbankan, meski seluruh keluarga Handoyo menentang pernikahan mereka. Ialah yang merawat dan mengobati luka hati suaminya pasca perceraian. Posisi yang ia tempati memang pantas dipertahankan.

.

.

Di dalam ruang kerjanya, Tanu membuka brankas yang dirinya sembunyikan. Tidak ada seorang pun yang mengetahui keberadaan brankas tersebut, termasuk para asisten rumah tangganya. Kotak itu ia simpan rapat dibalik sebuah lemari.

Tanu lantas mengambil satu-satunya isi brankas. Memandang foto dalam pigura yang menampilkan potret mantan istrinya.

Tatapannya menyendu. Tangannya yang berada pada pinggiran pigura bergetar.

Sasmita Calista— sebuah nama yang tidak pernah ingin Tanu sebutkan, bahkan sekali pun memanggil nama lengkap sang putri.

Tanu tidak membenci pemilik nama itu. Tidak pernah— meski perasaannya dihancurkan tanpa sebuah alasan. Tanu takut menampakkan kesedihannya di depan sang putri. Ia tak ingin putrinya melihat kelemahannya, lalu menggunakan cara itu untuk pergi meninggalkan dirinya.

Calista merupakan nama yang indah. Nama yang ia pilih agar seluruh dunia tahu, jika dari wanita terindahlah, putri kesayangannya terlahir.

Sasmita adalah wanita pertama yang dirinya cintai. Sosok yang ia pilih untuk mendampingi dan melahirkan keturunannya. Wanita yang dirinya agungkan diatas segala-galanya.

Namun mengapa wanita itu mengkhianati dirinya? Tidur dengan pria lain saat ia tengah memenuhi permintaannya untuk menyelesaikan masalah sahabatnya.

Tak pernah ada pengkhianatan yang terasa menyakitkan, melebihi apa yang Sasmita lakukan kepadanya. Hanya Sasmita yang mampu menyakitinya. Hanya wanita yang dirinya cintai itu.

“Calista…” tenggorokan Tanu tercekat. Pada kesunyian malam, dimana ia berkata ingin menyelesaikan pekerjaannya, nama itu terlontar dari bibirnya.

Sebuah nama yang tidak ingin ia sebutkan dihadapan siapa pun, tapi selalu menjadi nama yang dirinya panggil-panggil ketika sendirian.

“Putri kita, apa dia habis bertemu kamu, Calista?”

Tanu sempat berharap jika pertemuan dengan putrinya tadi akan menghantarkan matanya untuk melihat sang mantan istri. Namun harapannya tidak terkabul. Anya pergi tanpa sempat mempertemukannya dengan wanita itu.

“Semakin hari, wajahnya semakin mirip dengan kamu. Dia cantik, persis seperti mamanya saat muda.”

Tanu tergugu. Bukan tanpa sebab Tanu memperjuangkan Anya. Putrinyalah satu-satunya peninggalan terakhir yang ia miliki tentang Sasmita. Dari wajah putrinya, ia dapat melepaskan rindu yang setiap detiknya menetap pada sosok sang mantan istri.

“Wajahnya serupa kamu, tapi keras kepalanya memang mirip Mas, Calista. Dia menyebalkan, seperti Mas ketika tidak mau menurut,” Tanu terkekeh, pedih.

Tahun demi tahun ia lalui dalam penyesalan yang dalam. Seandainya saja ia memaafkan istrinya dulu. Andaikan ia tak terbawa emosi dan memilih diam-diam menikahi sahabatnya untuk membalaskan sakit hatinya.

Sasmita Calista tidak akan pergi meninggalkannya. Wanita itu akan tetap berada disisinya, hingga mereka dapat merawat Anya bersama-sama dan putri mereka tak mungkin membencinya seperti sekarang.

“Jangan terlalu keras bekerja, Calista. Kebutuhan Anya, Mas sudah memenuhinya. Carilah untuk diri kamu sendiri.”

Tanu tahu seberapa keras mantan istrinya mengumpulkan kekayaan. Wanita itu ingin menyewa pengacara ternama untuk mengambil Anya darinya. Sebuah hal termustahil yang tidak akan pernah dirinya berikan.

Kehilangan Anya, berarti sama halnya kehilangan seluruh memori mengenai mantan istrinya. Mereka bisa saja pergi menjauh, meninggalkan dirinya seorang diri. Keluarga Handoyo pasti akan membantu menghilangkan jejak mereka untuk semakin menghukum pilihannya.

“Jaga diri kamu, ya. Mas nggak mau melihat kamu terbaring di rumah sakit lagi karena tipes.” Tanu menutup komunikasinya malam ini. Mengembalikan bingkai foto berisikan wanita pertamanya masuk ke dalam brankas. Satu-satunya tempat yang tidak mungkin diketahui istri keduanya.

Rahasia kelam tersebut tersimpan begitu rapat, sampai-sampai tak ada yang dapat merasakannya. Dihadapan Soraya, Tanu bertingkah menjadi suami yang baik. Memenuhi segala kebutuhan wanita itu, namun di dalam hati kecilnya, Tanu menyimpan rapat sosok yang tidak mungkin tergantikan oleh siapa pun keberadaannya.

Sasmitanya— Mama putrinya Anya, yang teramat sangat dirinya cintai.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Carla
kayak nya gak mungkin deh mama nya anya selingkuh. mungkin aja itu ulah si ular kadut
goodnovel comment avatar
Bintang ponsel
ya ampun tanu apa spt itu balas dendam ke istrinya gk mikir prsaan anya apa sakit hati aku disni anya yg jadi korban hrs kah menikah dgn shbt istri nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status