Pagi ini, matahari bersinar sangat cerah, secerah wajah ayu, gadis mungil yang kini melangkah menyusuri koridor kampus, kembali ia berjalan seorang diri dengan penampilan sederhana yang membuatnya tampak anggun.
Tanpa memperhatikan sekeliling, Alzena yang dengan percaya diri membuka pintu ruang kelasnya, Namun seketika matanya melebar, saat ia dapati Emil yang sudah berada ditempat duduknya.Pandangannya tak percaya, pasalnya selama ini ia tak pernah datang terlambat. Namun mengapa saat ini keadaan justru terbalik?"Loh kok? Ini dia yang kepagian atau aku yang kesiangan?" batin Alzena dengan pandangan yang terus tertuju pada wajah tegang Emil.Wajah itu memperhatikannya dengan tajam, membuat Alzena kembali ingat akan si raja hutan. Ya, singa.Perlahan pandangan Alzena pun tertuju pada jam dinding dikelasnya, kembali matanya melebar setelah ia melihat jarum jam itu menunjukan pukul 09:30."Jamnya, kenapa sih ini Aneh banget, bukannya ini masih pagi?" gumam Alzena yang terdengar disemua telinga.Melihat bingungnya Alzena membuat seisi kelas menahan tawa termasuk Riska, yang kini menggelengkan kepala melihat keunikan sahabatnya.Perlahan kini Alzena pun melangkah, mendekati Emilio Cullen laki laki yang sedari tadi terlihat ingin menerkamnya itu."Maaf pak, berarti saya terlambat ya?" tanya Alzena yang membuat Emil mengerutkan dahi.Emil menatapnya dengan pandangan tajam, karena menganggap ini adalah hal yang sangat ceroboh, masuk terlambat namun tak menyadarinya, tak masuk akal."Menurut kamu?" Jawab Emil singkat yang membuat Alzena menggaruk bagian rambutnya yang tidak gatal.Beberapa menit terdiam, tak ada tanggapan, juga tak ada pernyataan, Emil yang hanya terdiam tak membuka suara sedikitpun, pandangannya kembali pada layar laptob yang sedari tadi menyala.Alzena dibiarkan berdiri sendiri dihadapan teman teman sekelasnya. Malu dan seperti tak dihargai."Yaudah deh pak, saya keluar aja!" ucap Alzena beberapa menit kemudian.Karena sudah menahan malu yang menggunung, tak ada satu kata pun terlontar dari bibir dosen killer itu, boro boro menyuruhnya kembali ke tempat duduk, memperhatikannya pun tidak, benar benar menyebalkan.Saat Alzena hendak melangkahkan kakinya pergi, tiba tiba Emil memanggilnya hingga membuat langkahnya terhenti kembali."Alzena, duduk!" ucap Emil yang membuat Alzena berwajah muram.Rasanya kesabarannya sudah habis, Ia tak ingin diperlakukan seperti ini, ia fikir Alzena anak kecil yang hanya dibiarkan saja dan dipermalukan didepan semua mahasiswa/i nya."Ngga usah pak, lebih baik saya keluar.""Kalau kamu keluar kamu tidak akan mendapat nilai hari ini ""Saya ngga peduli!" jawab Alzena.Jawaban itu membuat semuanya terbelalak, termasuk Emil dan Riska, jawaban itu terlontar karena hatinya yang sudah terlanjur sakit, karena perbuatan yang mungkin tidak seberapa, tapi sangat memalukan itu.Dengan cepat Alzena melangkah keluar kelas dan berjalan menuju taman kampus, dengan mata memerah dan wajah kesal."Katanya calon suami, tapi ngga punya hati, emang harus ya dia permalukan aku kaya gini? Dia fikir aku anak kecil? Yang bisa dipermalukan seperti ini," gerutu Alzena sepanjang perjalanan nya.Tiba tiba..."Sayang." terdengar suara laki laki yang membuat langkah Alzena terhenti dan dengan cepat menoleh.Ekspresi wajahnya seketika berubah, kesedihan dalam hatinya kini menghilang, karena memandang wajah yang ia rindukan, tampak tersenyum bahagia pada wajah Alzen kali ini."Jody!""Hay sayang, aku kangen banget sama kamu," sambutnya penuh kehangatan."Iya aku juga, oiya aku minta maaf ya semalam aku ngga bisa ikut kamu ke area balap, aku ada keperluan sama ayah.""Oke, ngga papa kok. Zen nomor kamu kenapa ngga bisa dihubungi? Aku telfon kamu berkali kali ngga ada respon.""Maaf ya Jod, handphoneku di pegang ayah," jawab Alzena yang membuat laki laki berambut gondrong itu mengerutkan dahi."Dipegang ayah, Kenapa?""Ngga papa kok, yaudah kita ke taman yuk aku lagi badmood banget nih," ajak Alzena yang kini melangkahkan kakinya berbarengan dengan Jody.Seketika langkah keduanya terhenti, setelah Emil tampak melintas, langkahnya terlihat dari arah toilet. Pandangan laki laki bertubuh tegap itu kini tertuju pada Alzena dan Jody yang bergandengan tangan.Memandang wajah itu membuat Alzena seketika membuang muka, rasanya tak sudi lagi melihat ataupun bertemu laki laki yang telah membuat moodnya berantakan hari ini.Tak berkata apa pun, dengan cepat kini Alzena membawa Jody meninggalkan tempat, dan membuat ekspresi wajah Emil tampak bingung."Kamu kenapa Zen? Lagi sedih ya?" Tanya Jody setelah memperhatikan wajah sang kekasih yang tampak uring uringan."Lebih ke rasa kesel Jod. Aku lagi kesel banget sama dosen killer itu.""Pak Emil maksut nya?""Iya, udah kaya kulkas, kaya kanebo kering dan sekarang malah kaya orang yang ngga punya hati.""Emang kenapa sih? Kenapa kamu sampe sekesel ini sama dia?""Aku telat masuk jamnya," jawab Alzena yang membuat Jody menghela nafas."Pantes aja, kan kamu tau sendiri pak Emil memang orang yang disiplin.""Ya tapi kan... Ah udahlah Jod aku males bahas laki laki itu, bikin moodku berantakan aja."Sementara di ruangannya, Emil yang kini tak berhenti memikirkan Alzena, perasaannya kini tak tenang setelah ia melihat perubahan sifat Alzena padanya."Apa saya keterlaluan, Sampai dia marah seperti ini?" batin Emil dengan pandangan merenungnya.Ia tak menyangka jika rasa penyesalan akan menghampirinya seperti ini, karena mungkin Alzena sekarang bukan hanya sebagai mahasiswinya, tapi Alzena adalah wanita yang satu bulan lagi menjadi istrinya.Dengan cepat Emil pun membereskan semua miliknya dan beranjak meninggalkan ruangan, entah hendak pergi kemana ia kali ini, langkahnya terlihat sangat terburu buru.Beberapa jam kemudian.Sepulang kuliah, Jody yang kini menghentikan motornya dihalaman rumah Alzena."Makasih ya Jod.""Sama sama sayang, yaudah aku terus aja ya, oiya jangan lupa nanti malam.""Oke!"Kini motor sport Jody pun melaju pergi, setelah kepergiannya, Alzena pun memasuki rumahnya, ingin beristirahat dan mempersiapkan diri untuk nanti malam bertemu Jody kembali.Namun langkahnya seketika terhenti, setelah ia dapati Emilio yang sudah terduduk seorang diri disofa ruang tamunya.Pandangan matanya melirik dengan ekspresi wajah kesal, tak berkata apa pun Alzena yang terus berjalan tanpa menyapa Emil, malah justru langkahnya kini menjauh.Dengan cepat Emil pun mengikuti dan meraih tangan Alzena, hingga membuat langkahnya terhenti. Namun seketika Alzena menarik tangannya kembali hingga terlepas dari genggaman Emilio."Saya mau minta maaf Zen!" ucap Emil pada wanita yang enggan menatapnya ini.Tak sedikit pun pandangan Alzena memperhatikan Emil, mungkin masih terbawa rasa kesalnya, bahkan sampai sekarangpun bayang bayang malu itu masih ada."Zen, saya tau saya salah. Kamu pasti sakit hati dan malu dengan perlakuan saya tadi kan?"Belum menjawab Alzena mengernyitkan bibirnya dan menggelengkan kepala."Menurut bapak?" ucap Alzena yang kini menatap tajam kearah Emil."Mending sekarang bapak pergi deh, saya capek mau istirahat.""Oke saya pergi, tapi sekali lagi saya minta maaf!""Bodo amat."•••Delapan bulan kemudian.Perusahaan yang sudah kembali meningkat, Emil berhasil membangun perusahaannya dengan sangat pesat."Alhamdulilah, kita ada dititik ini. Do terimakasih atas semuanya, tanpa kamu saya tidak akan menjadi seperti sekarang lagi.""Sama sama tuan, saya juga berterimakasih karena tuan sudah memberi banyak bonus untuk saya.""Itu hak kamu Do, kamu pantas menerimanya."Masih tak menyangka Emil dan Aldo dapat secepat ini mengembalikan kejayaan yang pernah terhempas. Kini Emil Group kembali berdiri kokoh diatas rata rata.Banyak sekali perusahaan lain yang menginginkan sebuah kerja sama, karena kinerja Emil selaku pemimpin dianggap sangat baik."Terimakasih pak, terimakasih banyak. Semoga kita dapat bekerja sama dengan baik.""Pasti pak pasti. Kalau begitu kami permisi, selamat siang.""Ya, selamat siang."Lagi, sebuah tender yang dapat Emil raih, membuat Emil dan Aldo tersenyum b
"Ibu..." Pekik Alzena yang seketika terbangun dari tidurnya.Keringat dingin mengucur deras, nafas yang memburu kencang seperti seseorang yang kelelahan.Sebuah mimpi yang menghampiri membuat Alzena terkejut, pandangan termenung dengan dada naik turun."Ternyata aku cuma mimpi," gumam Alzena.Sesaat kemudian, Emil yang kini membuka pintu dan masuk ia dapati Alzena yang masih terdiam dengan pandangan merenungnya."Zen, kamu kenapa?" tanya Emil setelah kini ia berada di dekat sang istri."Aku mimpiin ibu mas," jawab Alzena yang membuat Emil terdiam.Seketika ingatannya tertuju akan kejadian siang tadi yang membuat bulu kuduknya berdiri. Dengan cepat Emil pun meraih tangan Alzena dan menatapnya dengan tajam."Sayang, aku minta maaf ya sama kamu, jujur aku ngga ada maksud apa apa, aku cemburu karena aku terlalu takut kehilangan kamu," ucap Emil yang membuat Alzena tertegun."Mas, udah ya aku ngga papa kok.
Bruuukkk!"Aduhh.""Maaf maaf."Alzena dan Jody yang kini saling pandang setelah bertabrakan."Jody.""Zen, hay kamu disini juga?""Iya, aku lagi belanja bulanan. Kamu belanja juga?""Iya nih."Entah apa yang membuat Alzena tiba tiba terkekeh, membuat Jody mengerutkan dahinya."Kenapa tiba tiba ketawa sih?""Makanya buruan nikah Jod, biar ngga belanja sendiri kaya gini."Tak menjawab Jody yang justru tersenyum dan berkata."Belum ada yang cocok dihati.""Mau nunggu apa lagi Jod? kamu udah punya segalanya sekarang udah mapan, udah saat nya kamu nikah.""Maunya sih gitu Zen, tapi kan yang namanya perasaan ngga bisa dipaksa," jawab Jody yang membuat Alzena terdiam dan hanya mengangguk.Ditengah tengah percakapannya tiba tiba Emil datang dan terkejut melihat sang istri tampak sedang bersenda gurau dengan mantannya.Diperhatikan tak merasa diperh
"Bagaimana Do? mereka menerima kan?""Iya tuan mereka mau bekerja sama dengan perusahaan kita."Begitulah perbincangan yang terjadi antara Emil dan Aldo diruang kerjanya. Ditengah tengah perbincangannya tiba tiba..Tok tok tok!Terdengar suara ketukan pintu yang membuat Emil dan Aldo menghentikan percakapannya."Masuk."Perlahan pintu pun terbuka, seorang laki laki yang kini melangkah memasuki ruangan Emil, membuat pandangan Aldo dan Emil tak berkedip memperhatikannya."Jody," gumam Emil yang pandangannya terus menatap laki laki yang kini melangkah mendekat.Ada urusan apa Jody datang menemui Emil? untuk urusan pekerjaan kah? atau urusan yang lainnya?"Selamat siang pak Emil," sapa Jody sopan."Siang Jod, silahkan duduk.""Kalau begitu saya permisi ya tuan," ucap Aldo yang kemudian beranjak dan meninggalkan tempat."Ada apa Jod?" tanya Emil pada Jody setelah kini Jody terduduk
"Mas, kamu udah sampek mana? buruan pulang ya, aku punya kejutan buat kamu," ucap Alzena pada Emil melalui media ponselnya."Kejutan, apa?""Suprise dong, kalau aku bilang sekarang bukan kejutan namanya, nanti aku bilang nya kalau kamu udah sampek rumah aja.""Dasar kamu ya buat aku penasaran aja. Yaudah iya ini aku udah mau sampe kok, tunggu ya jangan lupa kejutannya," ucap Emil yang membuat Alzena terkekeh.Wajah ayu yang tampak berbinar itu terus tersenyum menandakan kebahagiaan. Tut tut tut!Panggilan pun terputus. Sementara Alzena yang sedang duduk bersama Adit, Maya, Zidan dan Beverly."Horeee.. Be mau punya adik," pekik Beverly kegirangan.Membuat semua yang memandang tersenyum bahagia."Selamat ya Zen, akhirnya Be mau punya adik.""Iya kak May, semoga kak may juga cepet menyusul ya.""Amin."Beberapa menit kemudian.Terdengar deru mobil yang kini me
Hari demi hari berlalu, Emil yang yang kini telah bangkit dan kembali dengan pekerjaan utamanya, merintis perusahaan mulai dari nol bukanlah hal yang mudah.Kini kembali masa itu sedang ia jalani, yang harus penuh semangat dan bekerja keras, kini perusahaan nya telah beroperasi kembali, meski belum sesukses dulu namun kini masih berjalan perlahan.Sementara Alzena yang tampaknya begitu frustasi dengan perkara hutang yang telah ia lakukan. Hatinya tak tenang setiap kali teringat akan hutang yang beberapa hari lagi harus ia lunasi."Yaallah, satu minggu lagi hutang itu harus lunas, dan aku harus gimana? aku belum punya uang sebanyak itu," ucap Alzena dengan pandangan merenung."Apa aku harus jujur sama mas Emil tapi kalau dia kaget dan sakit kepala lagi gimana?" tambahnya dengan ekspresi wajah tegang.Baru saja berhenti bibirnya berkata tiba tiba, Em yang kini datang dan bertanya."Ada apa Zen? kamu lagi mikirin sesuatu?"