Happy Reading Semuanya!
Mata yang tertutup perlahan terbuka menampilkan lelaki yang amat sangat dibencinya sekarang ini, tangannya yang digenggam erat oleh sang dosen terpaksa ia tarik dan menatap tajam lelaki yang kini hanya memasang wajah bingungnya.
"Kamu sudah sadar?" tanya Zaidan.
"Menurut Bapak? Sekarang mata saya masih ketutup, Bapak kenapa ada di kamar saya? Memang saya mengizinkan Bapak untuk berada di kamar saya?" marah Eva.
"Kamar kamu akan menjadi kamar saya juga," sahut Zaidan santai.
Eva menatap tidak percaya lelaki yang ada di depannya, sumpah demi apapun ia tidak mengerti dengan keadaannya sekarang dan rencana lelaki yang ada di depannya itu. Rahangnya mengeras menahan amarah yang menyergap dalam hatinya.
"Kenapa harus begitu? Memang saya mau nikah sama Bapak?! Enggak! Saya enggak mau menikah sama Bapak. Kenapa saya harus menikah sama Bapak?" tanya Eva sembari memasang wajah murka pada lelaki yang ada di depannya itu.
Zaidan menangkap perempuan yang berusaha untuk berjalan, padahal perempuan muda di depannya baru saja sadar dari pingsannya setengah jam yang lalu. Kepala Zaidan menggeleng melihat perempuan yang ada di depannya tampak menatapnya dengan tatapan murka.
"MAMA! KENAPA EVA HARUS MENIKAH SAMA DIA!!!"
"Saya Zaidan," sela Zaidan.
Eva cemberut, tatapannya menatap marah lelaki yang kini duduk kembali di kursi sebelahnya. Emosi dalam tubuhnya masih terasa dengan amat sangat nyata di dalam tubuhnya.
"Kamu sudah sadar, Nak? Tadi nak Zaidan panik karena kamu enggak sadar," sahut sang ibu membuat Zaidan berdeham pelan.
"Kenapa Eva harus menikah sama Pak Zaidan? Ada kak Livy belum menikah dan seharusnya Kak Livy yang nikah. Terus juga kenapa Pak Zaidan enggak nikah sama kakak saja?" tanya Eva dengan nada suara marah.
Tangan sang ayah menyuruhnya untuk duduk berada di depannya. Eva bersedekap memperhatikan Zaidan yang ada di depannya itu, sumpah demi apapun ia amat sangat membenci lelaki yang berada di hadapannya.
"Saya ingin menikah dengan kamu," ucap Zaidan
Perempuan dengan nama Eva itu hanya memasang wajah tidak mengerti. Ini aneh, kenapa dosen di hadapannya ingin menikah dengan dirinya yang tidak memiliki apapun. Uang jajan saja ia masih meminta pada ayahnya dan ia masih mencoba mempelajari semuanya tentang kehidupan dari ayahnya tapi kenapa dirinya harus menikah.
"Kenapa? Bukankah Bapak mempunyai type yang wanita karir, cantik, selalu jaga porsi tubuh, berkualitas, pendidikan yang baik dan berbagai macam. Terus juga Kak Livy itu lebih mapan di bandingkan dengan saya. Kenapa Bapak harus memilih saya? Kenapa saya" tanya Eva sembari menunjuk dirinya sendiri.
Zaidan mendengarkan dengan baik perempuan yang ada di depannya itu, ia masih sibuk mencari tahu lebih dalam tentang perempuan bernama Eva terlebih dahulu. Dengan diamnya ini ia memperhatikan, dan sebelumnya pun ia sudah bertemu kakak dari perempuan yang ada di depannya. Zaidan sudah melihat perubahan besar diantara keduanya dan keputusannya tidak pernah salah.
"Eva,"
"Bapak harus melihat keseharian saya ketika di Kampus! Saya masih suka main di pinggir jalan dan hedon dengan teman-teman, saya masih mengurusi skripsi. Sudah cukup saya bertemu dengan Bapak menjadi pembimbing saya," ucap Eva pelan.
Lelaki yang ada di depannya hanya bersedekap tanpa ada niatan untuk membalas perkataan dari perempuan yang kini hanya mempoutkan bibirnya. Pandangannya berdalih pada kedua orang tuanya yang hanya menghela napas pelan.
"Kita menikah dua minggu lagi, untuk satu minggu ini kita siapkan awal seperti foto prewedding, fitting baju, persiapan vendor, dan makanan yang bisa kamu pilih untuk acara,"
Mata Eva menyipit memperhatikan lelaki yang ada di depannya itu.
"Memang siapa yang akan menikah? Memang saya setuju untuk menikah sama Bapak?" tanya Eva dengan tatapan penuh selidik.
"Saya enggak butuh jawaban kamu mau menikah dengan saya atau enggak, pernikahan ini tetap terlaksana. Dan sudah sepakat kalau kamu yang akan menikah dengan saya," sahut Zaidan membuat Eva melotot.
BRAK!
Eva menggebrak meja yang ada di depannya itu, telinganya tidak salah dengarkan? Kesepakatan apanya. Ia tidak mengetahui apapun tentang kesepakatan, entah apa yang disembunyikan selama ini sampai dirinya tidak mengetahui apapun.
"Kesepakatan apa? Siapa yang membuat kesepakatan? Kenapa saya enggak paham apapun tentang kesepakatan? Apa ada bagian yang saya lupa dan enggak tahu?" cerocos Eva membuat sang ayah menenangkan sang putri yang kini menatapnya marah.
"Eva tenang dulu, biar Papa jelaskan sayang."
Tatapan mata Eva hanya mengarah pada sang ayah yang kini menghela napas pelan, tangannya mengusap kepala sang anak yang kini menahan tangisnya.
"Tadinya kita sepakat untuk menikahkan Nak Zaidan dengan Kak Livy, tetapi tiba-tiba setelah Nak Zaidan bertemu dengan kamu semua berubah. Nak Zaidan merasa cocok dengan kamu dan kami sepakat untuk merubahnya,"
Terdengar tawa kembali dari perempuan yang ada di depannya itu, sudah berapa kali ia tertawa dengar ucapan lucu dari beberapa orang dewasa di depannya itu. Kepalanya menggeleng dan menatap tajam lelaki yang kini hanya memasang wajah sulit di jelaskan.
"Apa yang membuat Bapak sepakat untuk menikah dengan saya? Saya hanya akan menyusahkan Bapak, apa yang Bapak lihat?"
Zaidan tersenyum memandang perempuan yang ada di depannya itu, "Saya senang di susahkan oleh kamu," sahut Zaidan.
"Saya cengeng!"
"Saya bisa dengan mudah menghibur kamu, kalau kamu butuh badut... saya akan menjadi badut untuk kamu dan menghibur kamu," sahut Zaidan.
Cringe sekali.
"Saya enggak bisa masak, Bapak bisa mati kelaparan karena saya. Laki-laki menyukai perempuan yang bisa masak dan pas nya itu kak Livy,"
Kini Zaidan terdiam, bibir Eva tersenyum memandang puas lelaki yang ada di depannya itu. Pandangannya berdalih pada sang kakak dan kedua orang tua di sekitarnya. Mereka seperti sedang memerankan drama panjang.
"Kenapa saya harus mati kelaparan? Kamu enggak bisa masak? Kita bisa pesan online yang menyediakan jasa makanan sehat atau saya bisa turun langsung untuk masak. Sekarang serba mudah untuk segala kebutuhan hidup. Dan saya juga enggak akan mempersulit kamu untuk hidup dengan saya," Penjelasan dari Zaidan membuat bibir Eva dengan cepat melengkung ke bawah.
Ini jauh dari harapannya, tatapannya mengarah pada lelaki yang menjadi calon suaminya itu. Ia sudah kalah telak dengan Zaidan yang kini hanya tersenyum padanya seakan mengatakan kalau ia baru saja menang.
"Kalau begitu saya akan kabur dengan orang lainnsaja! Biar seperti yang ada di drama-drama," ungkap Eva.
"Kamu pikir saya takut kalau kamu kabur? Saya sudah mengirimkan beberapa orang untuk mengawasi kamu, sekarang begini saja. Kamu ikuti keinginan saya dan saya nantinya akan menuruti keinginan kamu, pernikahan ini harus tetap berjalan. APAPUN YANG TERJADI."
Eva hanya terdiam. Kenapa harus dirinya yang merasakan hal ini seperti di drama-drama yang ia tonton. Ia tidak ingin melakukannya, Eva ingin menikah dengan orang yang dicintainya. Eva sendiri berusaha untuk melakukan penolakan, tatapan matanya berdalih pada sang kakak yang tampak menatap kagum lelaki di depannya.
"Kenapa harus saya? Saya masih enggak paham dengan perkataan Bapak semuanya, kenapa harus saya yang menikah dengan Bapak? Saya enggak pernah mencintai Bapak dan selamanya akan begitu,"
Zaidan bangkit dan menghampiri perempuan yang kini hanya menahan amarahnya, tangannya mencengkram wajah perempuan di hadapannya. Bahkan orang tua yang ada di ruangan hanya diam tidak bisa melakukan apapun.
"Cinta bisa datang dengan mudah seiring berjalannya waktu, dihadapan orang tua bahkan kakak kamu sendiri. Saya membutikkan cinta saya ke kamu dan keseriusan saya menikah dengan kamu,"
Mata Eva membulat saat lelaki yang menjadi dosen pembimbingnya tampak melakukan sesuatu yang buruk. Ini Gila dan semakin gila. Kecupan Zaidan semakin dalam dan membuatnya tidak bisa berkutik sedikit pun. Ini bukan drama korea yang ia tonton atau apapun itu, bagaimana jika seisi kampus mengetahui betapa gilanya lelaki yang ada di depannya itu.
"Kita tetap menikah apapun yang terjadi, kepulangan saya ke indonesia adalah menjemput kamu sebagai istri saya."
To be continued...
Happy Reading Semuanya! Ini adalah pernikahannya yang kedua dan perasannya masih sama. Dadanya berdegub sangat cepat memandang cermin di depannya, mungkin dulu bukan pernikahan yang membahagiakan untuknya tapi sekarang ini adalah sesuatu yang membahagiakan untuk Eva karena menikahi orang yang dicintainya. Eva terkekeh geli mengingat masa lalunya, ia dulu pernah bersumpah tidak akan mencintai Zaidan. Justru sekarang ia malah cinta mati pada lelaki itu, memang ucapan sama sekali tidak bisa dijaga. "Kamu kenapa?" tanya Livy. "Bukankah ini sangat lucu?" Livy menaikkan sebelah alisnya sembari menggendong bayi yang merupakan anak dari adiknya, ia tidak mengerti dengan perkataan sang adik saat ini. "Kenapa?" tanya Livy lagi. Bibir Eva tersenyum manis, "Dulu kita berkelahi hanya karena satu laki-laki, dulu aku sangat membenci dengan Mas Zaidan dan sekarang aku malah cinta mati sama dia." Livy tersenyum mendengar perkataan dari sang adik barusan. Setelah diingat kembali ini memang san
Happy Reading Semuanya! Kecupan itu semakin mendalam dan tidak peduli tempat. Mungkin orang yang melihatnya juga memahami apa yang terjadi dengan pasangan yang sedang dimabuk cinta itu. Ini adalah kebahagian mereka setelah melewati kenangan pahit yang menyerang mereka. Sudah dua minggu semenjak kehadiran Eva di rumahnya, kini rumah yang sempat suram karena karangan bunga dan berita kesedihan berubah menjadi sesuatu yang membahagiakan dan tidak menyangka jika akan mendapatkan kebahagian baru yang tidak pernah mereka sangka. "Ampun deh kalian! Bisa enggak sih kalau kalian melakukan itu di kamar saja? Bagaimana pun kalian harus menghormati orang tua disini." Kecupan mereka terlepas sembari memperhatikan ibu dari Zaidan yang kini meninggalkan mereka berdua untuk menghampiri cucu kesayangannya. Ibu dari Eva sendiri hanya terkekeh geli melihat adegan kedua anaknya. Zaidan tidak peduli, ini adalah hal menyenangkan untuknya dan membahagiakan di setiap
Happy Reading Semuanya! Jika ini adalah mimpi, maka jangan bangunkan Zaidan untuk saat ini. Sudah lama ia tidak memimpikan orang yang dirindukannya selama beberapa bulan belakangan ini. Ini adalah mimpi terindah yang pernah Zaidan rasakan setelah beberapa bulan ia mengalami perasaan kehilangan, air matanya mengalir dengan deras tanpa bisa ia cegah sama sekali. Eva muncul di mimpi tidur siangnya. Tidak! Ini bukan mimpi tidur siangnya. Hawa panas dan banyak mahasiswanya yang memperhatikannya, berarti ini sungguhan bukan hanya lamunannya semata. Orang yang dicintainya ada di depan matanya, semuanya terasa nyata, ini bukan hanya khayalan sematanya kan. Dia kembali... Orang yanng dicintainya kembali berada di depan matanya. Zaidan tidak ingin melewatkan mimpi indah ini sedikitpun. Lelaki dengan wajah tampan itu terlihat berlari menghampiri perempuan yang ada di depannya itu, memeluk perempuan yang kini membalas pelukannya tidak kalah er
Happy Reading Semuanya! "Selamat siang, Prof." Bibirnya hanya melengkung membentuk senyuman tipis menanggapi sapaan dari mahasiswanya. Langkahnya berjalan memasuki ruangannya setelah hampir dua jam ia mengajar di dalam kelas, tatapan matanya mengarah pada meja kerjanya yang menampilkan foto orang tercintanya. Zaidan belum bisa move on atas semua yang sudah terjadi pada keluarga kecilnya. Zaidan tidak mencoba untuk melupakan, perasaan kehilangan dan ketakutan itu masih terasa. Lelaki itu juga masih sering meridukan Eva yang sama sekali tidak pernah hadir dalam mimpinya ataupun bayi mungilnya, padahal Zaidan amat sangat berharap jika ia bisa melihat keduanya meski dalam mimpi. "Sayang, ini sudah tiga bulan berlalu." Lelaki yang kini sibuk mengamati foto kebersamaan mereka sewaktu liburan hanya bisa menghela napas pelan, ia tidak menyangka jika sudah menghabiskan waktu yang lama untuk merelakan Eva. Sebenarnya sekarang pun ia belum merelakan kepe
Happy Reading Semuanya! Tubuhnya benar-benar lemas, ia tidak menyangka jika dalam waktu singkat harus mendapatkan kabar menyakitkan seperti sekarang ini. Menurut Zaidan ini adalah karma karena dulu membuat sakit hati Eva yang tidak terlampiaskan, tetapi yang ia rasakan karmanya terlalu berat. "Apakah ini karma untuk saya Eva?" bisik Zaidan. Zaidan tidak mendapatkan kabar apapun setelah kepulangannya dari bandara setelah menunggu hampir tiga jam lebih demi mendengar kabar terkait orang tercintanya. Orang tuanya yang menyusul ke TKP juga belum memberi kabar apapun. Air matanya terus mengalir tanpa bisa Zaidan cegah, pembuktian jika Eva adalah cinta sejatinya. Lelaki yang merasa dunianya hancur hanya bisa terdiam memperhatikan ruang utama rumahnya sekarang ini, matanya sudah bengkak karena terlalu lama menangis. Kepalanya menunduk, air matanya kembali mengalir karena harapannya mendadak pupus. Harusnya malam ini mereka bisa tertawa bersama sembari menimang anak mereka, tapi kenyatan
Happy Reading Semuanya! Waktu yang ditunggu olehnya akhirnya datang juga. Saat ini mungkin Zaidan memang masih bersedih, tapi ia juga tidak ingin berlangsung lama. Masih ada lagi hal yang perlu ia kerjakan, dan air matanya terasa kering. Zaidan tidak bisa melampiaskan begitu saja. Lelaki itu yakin kalau ia bisa menangis dengan lega nanti, bersama orang tercintanya yang lebih tahu tentang kejadian meninggalnya kerabat dekatnya itu. Untuk sekarang ia harus menyiapkan diri dengan bahagia karena Eva akan kembali ke pelukannya. Rumahnya sudah di dekor ulang dengan keadaan steril tidak ada debu, agar anaknya dan orang tercintanya bisa hidup dengan layak di rumah mereka saat ini. Rumah penuh dengan kenangan, Zaidan juga sudah menyetok persiapan makanan untuk menyambut keduanya. Hatinya berdegub kencang tidak karuan. "Mass ingin segera bertemu kamu sayang, menunggu cerita yang akan kamu lontarkan untuk Mas." Zaidan sudah mendengar kabar jika istri dan anaknya saat ini sedang transit di Si