Home / Romansa / Dosenku Mantan Suamiku / 1. Bertemu kembali

Share

1. Bertemu kembali

Author: caramelsky
last update Last Updated: 2025-03-07 17:11:48

Suasana pagi hari di Panti Asuhan Lentera Hati terasa begitu riuh. Beberapa anak sibuk bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, sementara yang sudah dewasa sedang mempersiapkan diri untuk pergi bekerja.

Di sisi lain, suasana di rumah Ibu Panti jauh lebih gaduh. Tangisan anak kecil bercampur dengan suara omelan seorang wanita menciptakan keramaian yang memusingkan di pagi hari.

“Iya, Cio... sebentar. Ini Bunda lagi siap-siap!”

Drucia Luna, wanita cantik berusia 23 tahun itu, nyaris kehilangan kesabarannya menghadapi putra semata wayangnya yang sangat rewel. Ibunya sedang memasak, dan ia sedang bersiap-siap untuk pergi ke kampus. Jadi tidak ada yang mengurus anaknya saat ini.

"BUNDA LAMA!" teriak bocah itu diiringi dengan tangisan yang semakin kencang.

Luna menarik napas, berusaha meredam emosinya. Dari arah dapur, Juli—ibu pantinya, berlari kecil menghampiri mereka.

"Ayo, mandi sama Nenek, ya," bujuk Juli lembut sambil membungkuk untuk menggendong Cio.

Namun, bocah itu dengan cepat menepis tangan Juli. "Nggak mau! Maunya sama Bunda!" teriaknya.

Luna mendesis kesal. Tak sabar lagi menghadapi tingkah putranya yang setiap pagi selalu begini. "Bunda panggilin Om Paket, ya, kalau masih nangis. Biarin aja, biar jadi anaknya Om Paket," ancamnya.

Ini adalah kelemahan anaknya. Bocah itu punya trauma kecil terhadap pengantar paket, karena sebelumnya pernah digoda akan dimasukkan ke dalam keranjang karung yang dibawanya.

"Enggak, Bunda! Cio Nggak mau!" teriaknya kencang.

"Udah, kamu berangkat sana. Nanti terlambat. Biar Ibu yang urus Cio," ujar Juli dengan lembut.

Luna mendengus kesal, lalu dengan gerakan cepat ia mengambil tas dan kantong besar berisi beberapa kotak jajanan yang akan dijualnya di kampus.

"Sialan kamu, Mas Ardan. Dari sekianya banyaknya sifat baik, kenapa harus gen tantrum yang kamu turunin ke anak aku? Lama-lama aku bisa darah tinggi kalau kayak gini terus," gerutunya kesal.

Luna masih teringat cerita Ibu mertuanya tentang Ardan kecil yang dikenal sering tantrum hingga membuat semua orang di rumah kerepotan. Siapa sangka sifat itu kini diwarisi oleh Cio, putra mereka.

"Untung punya Ibu sabar," gerutunya lagi sambil melangkah ke halaman depan dan menaiki motor matic kesayangannya.

***** 

Setibanya di kampus, Luna memarkir motornya di tempat biasa. Namun, hari ini suasana terasa berbeda. Kampus tampak lebih ramai dari biasanya. Ia sempat melihat sekumpulan mahasiswa berkumpul di depan papan pengumuman.

"Ada apa sih?" gumam Luna penasaran sambil berjalan mendekat.

"Dosen baru, Lun. Ngajar di kelas kamu," jawab salah satu temannya.

"Pak Edi jadi resign?" tanya Luna.

“Iya, diganti sama Dosen itu.”

Luna yang penasaran segera membaca pengumuman itu. Ia tertegun, matanya membesar saat melihat nama yang tertulis di sana. Dr. Ardan Willy Kusuma, Dosen baru yang menggantikan salah satu Dosen di jurusannya.

"Wah, nggak mungkin..." bisik Luna tak percaya. "Dia pengusaha, nggak mungkin tiba-tiba ganti profesi jadi Dosen," gumamnya lagi. "Enggak, ini pasti namanya aja yang sama. Lagian dia tinggalnya di Jakarta, nggak mungkin kalau tiba-tiba pindah ke Bandung."

Tak mau pusing-pusing memikirkan itu lagi, Luna segera masuk ke dalam kelasnya dan duduk di bangku barisan tengah dengan hati yang masih gelisah. Meski belum terbukti bahwa Dosen itu benar-benar mantan suaminya, namun jantungnya sudah berdebar kencang.

"Please... semoga bukan dia," gumamnya dalam hati. Berharap bahwa apa yang ia khawatirkan tidak akan menjadi kenyataan.

Setelah semua mahasiswa masuk dan duduk di tempatnya, suasana kelas menjadi hening. Semua mata tertuju pada pintu, menunggu kedatangan Dosen baru yang akan menggantikan Pak Edi di kelasnya.

Tak lama kemudian, pintu kelas terbuka. Seorang pria dewasa dengan tubuh tinggi gagah dan wajah yang tampan sempurna, masuk dengan langkah yang penuh percaya diri. Meskipun terlihat sudah matang, pesona yang dimilikinya tak pudar. Membuat para mahasiswi langsung terpesona melihatnya.

"Selamat pagi, semuanya," suara Ardan mengalun tenang namun penuh wibawa. “Saya Dr. Ardan Willy Kusuma, dan saya yang akan menggantikan Pak Edi di mata kuliah ini.”

Berbeda dengan teman-temannya tampak antusias, Luna justru terjebak dalam kegelisahan yang tak bisa ia hindari. Ia membeku di tempat, menatap Ardan dengan tatapan yang sulit dijelaskan.

Ardan belum menyadari kehadiran Luna di sana. Ia lanjut memperkenalkan dirinya di depan para Mahasiswa. 

Semua menyambutnya dengan antusias, bahkan beberapa dari mereka ada yang langsung bertanya.

"Sebelumnya ngajar di mana, Pak?" tanya seorang mahasiswa.

"Saya belum pernah mengajar. Saya hanya pengusaha yang ditawarkan untuk menjadi Dosen di kampus ini," jawab Ardan dengan tenang.

"Wah, mantap nih. Diajar langsung sama yang udah berpengalaman," sahut mahasiswa lain dengan antusias.

Ardan hanya tersenyum tipis, merasa senang dengan sambutan mereka.

"Umur berapa, Pak?" tanya mahasiswa yang duduk di bangku belakang.

Ardan kembali tersenyum, menjawab dengan santai, "38."

"Wah... pasti mudanya ganteng banget ya, Pak," sahut mahasiswi lain dengan ceria.

Lagi-lagi Ardan hanya tersenyum tipis, tak merasa terganggu dengan godaan mereka. Ia sudah terbiasa mendapatkan perhatian karena ia memang memiliki ketampanan yang luar biasa.

"Anaknya berapa, Pak?" tanya seorang mahasiswa lagi. Kali ini menyentuh ranah privasinya, jadi Ardan memilih untuk tidak menjawabnya.

Ardan segera melangkah menuju meja dosen untuk duduk. Namun, saat hendak duduk, matanya secara tak sengaja menangkap sosok wanita cantik yang duduk di bangku tengah.

Ardan terdiam sejenak. Tubuhnya membeku dan jantungnya berdegup kencang. Matanya terpaku pada Luna yang kini menundukkan kepala, seolah menghindari pandangannya.

Beberapa mahasiswa yang menyadari perubahan sikap Ardan langsung menoleh ke arah Luna. Namun, lamunan Ardan terputus ketika salah satu mahasiswa melontarkan godaan.

"Itu namanya Luna, Pak. Cantik emang, banyak yang suka. Tapi sayangnya dia janda satu anak," ucapan pria bertubuh gendut itu mengundang gelak tawa teman-temannya. Sementara Luna hanya bisa menarik napas panjang, berusaha menahan amarahnya agar tidak meledak.

"Enggak. Siapa juga yang tertarik? Istri saya lebih cantik," balas Ardan dengan nada ketus. Tampaknya ia masih menyimpan dendam pada Luna, terbukti dari tatapannya yang kini berubah tajam.

"Cieee..." goda beberapa mahasiswa. Luna yang sudah muak segera bangkit dari tempat duduknya dan pura-pura izin ke toilet.

"Maaf, Pak. Saya izin ke toilet sebentar," ujar Luna.

Tanpa menunggu jawaban dari Ardan, Luna langsung berjalan keluar dari kelas. Tindakannya itu membuat beberapa teman-temannya bergumam dengan suara pelan, menganggap Luna tidak sopan karena semena-mena terhadap Dosen baru.

"Yang akan presentasi, silakan bersiap-siap. Saya keluar sebentar," ujar Ardan, kemudian melangkah keluar kelas, mengikuti Luna yang sudah berjalan menuruni tangga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dosenku Mantan Suamiku   49. Kembali bersama (Tamat)

    "Aku kasih cincin ini ke kamu, kamu kasih kesempatan kedua ke aku."Luna yang semula tegang perlahan tersenyum. Ia menatap cincin yang sudah tersemat di jarinya dengan perasaan campur aduk."Ini kesempatan terakhir. Manfaatin sebaik mungkin," ucapnya.Senyum Ardan langsung mengembang. Tanpa menunggu persetujuan, ia berdiri, meraih kepala Luna, lalu mengecup keningnya dengan cepat.Luna langsung melotot, refleks memukul lengan Ardan. "Mas! Nanti dilihat orang!" geramnya, sambil melirik sekitar dengan wajah memerah.Ardan terkekeh pelan. "Enggak. Tenang aja. Pelayan udah masuk ke dapur semua."Luna mendengus kesal, tapi tak bisa menyembunyikan senyum kecil di sudut bibirnya.Setelah selesai makan malam, mereka keluar dari restoran. Mobil masih terparkir rapi di tempatnya, tetapi alih-alih langsung pulang, mereka memilih berjalan-jalan di trotoar, menikmati malam yang tenang sambil bergandengan tangan.Bagi Luna, m

  • Dosenku Mantan Suamiku   48. Dinner romantis

    Luna perlahan bangkit dari duduknya, menatap orang-orang di hadapannya dengan senyum tipis yang mulai merekah di wajahnya."Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga. Sekarang juga... sekarang juga."Mereka terus bernyanyi sambil bertepuk tangan, menciptakan suasana yang semakin hangat dan meriah.Luna masih tersenyum, matanya berbinar penuh haru. Begitu nyanyian mereka berhenti, ia segera meniup lilin di atas kue dengan satu tarikan napas."Yeay!" seru mereka serempak, diiringi tepuk tangan yang semakin riuh.Setelah meniup lilin, Luna mengambil pisau yang sudah disiapkan di samping kue. Dengan senyum hangat, ia mulai memotong kue dan membagikannya kepada semua orang. Cio menjadi orang pertama yang mendapat potongan kue, yang langsung disambutnya dengan wajah penuh antusias.Mereka kemudian duduk melingkar, menikmati kue sambil bercanda dan mengobrol santai. Suasana terasa begitu hangat dan penuh kebahagiaan. Nam

  • Dosenku Mantan Suamiku   47. Kejutan

    Sejak resmi menyandang status duda, Ardan semakin gencar mendekati Luna. Tak jarang, pria itu menjadikan Cio sebagai senjatanya. Bahkan, Sila dan Nayla pun sering diajak bekerja sama untuk meluluhkan hati Luna.Seperti hari ini, di ulang tahun Luna, Ardan kembali menyusun rencana. Dengan bantuan Sila dan Nayla, ia menyiapkan kejutan di danau yang sering menjadi tempat Luna menenangkan diri.“Bunda masih masak, Ayah,” ujar Cio pelan, berusaha agar suaranya tidak terdengar oleh sang bunda.Diam-diam, bocah itu meminjam ponsel bundanya untuk menelepon Ardan demi menjalankan rencana yang telah mereka susun. Ia bersembunyi di kamar neneknya, sementara Luna masih sibuk di dapur."Yaudah, nanti langsung ajak Bunda ke danau kalau sudah selesai, ya." Suara Ardan terdengar di ujung telepon.Cio mengangguk meskipun sang ayah tak bisa melihatnya. Setelah panggilan berakhir, ia berlari kecil keluar kamar dan dengan hati-hati meletakkan kembali ponsel

  • Dosenku Mantan Suamiku   46. Hangatnya kebersamaan

    Suasana di sekitar mendadak hening, hingga suara kecil yang polos memecah kebisuan.“Bunda kok cium Ayah?” tanya Cio sambil menatap mereka dengan wajah bingung.Luna tersentak. Kesadarannya langsung kembali. Dengan wajah memerah, ia buru-buru berusaha bangkit. Namun, sialnya, tangannya malah terpeleset di dada Ardan, membuatnya semakin panik.Sementara itu, pria di bawahnya hanya terkekeh santai tanpa berniat untuk segera bangun."Santai aja, nggak usah gugup," ujar Ardan dengan nada menggoda, membuat wajah Luna semakin memanas.Dengan wajah yang masih bersemu merah, Luna buru-buru beringsut dan akhirnya berhasil bangkit. Ia merapikan bajunya yang sedikit berantakan, lalu berjalan cepat meninggalkan tempat kejadian dengan kepala tertunduk.Jangan tanya seberapa malunya Luna saat ini. Kalau bisa, ia ingin meminjam pintu Doraemon dan menghilang seketika. Sakit akibat terjatuh memang tidak seberapa, tapi rasa malunya? Tidak terkira!

  • Dosenku Mantan Suamiku   45. Ciuman

    Malam semakin larut, tapi baik Luna maupun Ardan masih duduk di tepi sungai. Mereka tidak banyak bicara, hanya menikmati suasana tenang dengan suara gemericik air yang mengalir.Hingga akhirnya, setelah cukup lama terdiam, Luna membuka suara. "Udah, sana ke tenda, Mas. Nanti mereka makin mikir yang enggak-enggak.""Nggak papa. Biarin aja. Lagian mereka juga udah tahu kalau aku masih suka sama kamu," balas Ardan santai.Luna mendengus kesal. "Nggak seharusnya kamu ngomong kayak gitu di depan mereka. Aku sebenarnya marah banget, tapi mau gimana lagi? Mulutmu emang nggak bisa dikontrol."Ardan menoleh, menatapnya dengan tenang. "Maksud kamu, aku harus bohong gitu?"Luna terdiam, tak langsung menjawab.Ardan tersenyum tipis. "Aku memang masih suka sama kamu, Luna. Masa aku harus bilang sebaliknya?"Luna mendesah pelan, lalu berdecak kesal. "Setidaknya, kamu nggak harus blak-blakan di depan mereka."Ardan terkekeh pe

  • Dosenku Mantan Suamiku   44. Truth or dare

    Permainan pun dimulai. Mega mulai memutar botol. Semua mata mengikuti gerakan botol yang berputar dengan cepat, hingga akhirnya melambat dan berhenti… menunjuk ke Dafa."Truth or dare?" tanya Nayla.Dafa menyeringai. "Dare, dong! Apa tantanganku?" tanyanya songong.Nayla dan Mega saling pandang, lalu berbisik sebentar sebelum akhirnya Nayla berkata, "Nyanyi lagu cinta sambil tatap-tatapan sama Siska."Ledakan tawa pun pecah. Dafa langsung protes, sementara Siska yang duduk di seberang Dafa mendengus kesal. Semua orang di sini tahu betapa seringnya mereka bertengkar dan saling sindir. Karena itulah, Mega dan Nayla sepakat memberi tantangan ini."Sialan kalian!" gerutu Dafa, tapi tetap melakukannya. Ia menatap Siska dengan ekspresi malas, lalu mulai menyanyikan lagu romantis dengan suara sengaja dibuat fals, membuat semua orang makin tertawa.Setelah Dafa menyelesaikan tantangannya, Mega kembali mengambil botol dan memutarnya lagi.

  • Dosenku Mantan Suamiku   43. Camping bersama

    Ekspresi kesal dan cemberut masih menghiasi wajah Luna saat ia memasang tenda. Bagaimana tidak? Jauh-jauh datang ke tempat ini untuk menghindari keramaian, malah bertemu dengan teman-teman sekelasnya.Lebih menyebalkan lagi, mereka justru memasang tenda tepat di depan dan di sekitarnya. Hal itu membuat Luna semakin tidak nyaman jika harus berinteraksi dengan Ardan.Untungnya, Ardan membawa dua tenda. Setidaknya, itu bisa sedikit mengurangi rasa canggungnya di hadapan teman-temannya."Pak Ardan mau kopi nggak?" tanya Dafa cukup keras, karena letak tendanya berada di paling ujung."Enggak, Fa. Minum aja. Saya udah minum kopi tadi pagi," balas Ardan santai sambil menyalakan rokok dengan korek api."Alat panggangnya aku taruh di tengah-tengah aja, ya. Nanti malam biar enak bakar-bakarannya," ujar Choki kepada teman-temannya. Yang lain hanya mengangguk setuju tanpa banyak bicara.Suasana perkemahan mulai terasa hidup. Beberapa orang m

  • Dosenku Mantan Suamiku   42. Berakhirnya sebuah drama

    Keesokan harinya...Setelah berhasil membela diri dari tuduhan yang tengah ramai di media sosial, Luna dan Ardan melanjutkan langkah mereka dengan membuat laporan ke kantor polisi siang ini.Sedikit demi sedikit, nama baik Luna mulai pulih. Banyak orang yang sebelumnya ragu kini berbalik membelanya, terutama teman-teman kampus yang mengenalnya dengan baik.Namun, tidak semua orang bersikap demikian. Siska, misalnya, masih terus melontarkan sindiran dan komentar pedas. Meski begitu, Luna memilih untuk tidak ambil pusing. Baginya, yang terpenting adalah kebenaran telah terungkap, dan ia tidak lagi harus menanggung tuduhan yang tidak adil."Huft..." Luna menghela napas panjang, merasa lega karena akhirnya masalah ini bisa diselesaikan dengan cepat."Minum ini," ujar Ardan sambil menyodorkan sebotol minuman.Luna menerimanya tanpa ragu, ia membuka tutupnya, lalu meneguknya perlahan. Setelah itu, ia kembali menghela napas panjang, mencoba mengusir sisa-sisa ketegangan yang masih tersisa."

  • Dosenku Mantan Suamiku   41. Drama kotor

    "Sialan!" Luna mengumpat begitu melihat berita yang mencoreng nama baiknya.Ia membanting ponselnya ke kasur, lalu mengacak rambutnya dengan frustrasi.Dira yang menyusul ke kamar langsung bertanya, "Kakak beneran bawa kabur uangnya Kak Dylan?"Luna mendengus kesal. "Aku kabur ke mana sih, Dir? Orang aku masih di rumah.""Dia minjemin aku uang buat biaya operasi Ibu waktu itu. Dia sendiri yang bilang nggak perlu balikin sebelum dia minta. Kalau mau nagih ya tinggal ngomong, kan? Bukan malah nyebar berita sampah kayak gini. Kesannya aku maling uangnya dia, padahal dia juga nggak pernah nagih sebelumnya. Sialan emang!" lanjutnya dengan penuh emosi."Oh, uang yang waktu itu buat operasi, ya?" sahut Bu Juli yang tiba-tiba ikut masuk ke kamar.Luna mengangguk, wajahnya masih merengut kesal.Dira kembali bertanya, "Kok tiba-tiba kayak gini sih, Kak? Bukannya kalian punya hubungan spesial, ya?""Hubungan spesial bapakm

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status