Share

Bab 197

Author: Ghea
Seperti apa Rexa di matanya?

Sebenarnya Arlina sudah lama tahu jawabannya.

Dia membuka mulut pelan dan berkata, "Dia seperti laut yang mampu menampung segala sisi diriku, baik yang indah maupun yang buruk. Saat bersamanya, dia selalu membimbingku menjadi versi diriku yang lebih baik."

Dibandingkan kata-kata indah yang romantis, ucapannya justru terdengar jauh lebih tulus. Sebuah hubungan yang sehat memang seharusnya membuat seseorang jadi lebih berani, lebih percaya diri, dan perlahan menjadi dirinya yang terbaik.

Dada Arlina terasa hangat, dia berusaha keras menahan rona merah yang menyebar di wajahnya. "I love him."

Tadinya dia ingin mengatakannya dalam bahasa Darusia, tapi akhirnya tetap memilih bahasa Inggris karena terlalu malu. Begitu kalimat itu keluar, sorot mata Rexa langsung berubah menjadi hangat dan intens.

Dari samping, Andrew ikut menggoda, "Rexa, setelah pernyataan cinta sedalam itu, kamu harusnya cium dia, dong!"

Sekarang penonton di sekitar memang senang sekali menyema
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 262

    Di ruang rawat rumah sakit, sebuah sosok berlari dari ujung lorong."Gimana keadaannya?" Jazlan bertanya sambil berkacak pinggangnya dan terengah-engah. Dia mendapat telepon dari Rexa tengah malam. Sambil mengatur urusan rumah sakit, dia buru-buru datang.Wajah Rexa terlihat murung, bayangan cahaya membuat ekspresinya tampak misterius. "Masih dalam pemeriksaan."Baru saja dia berkata begitu, dari ruang pemeriksaan terdengar suara. "Keluarga pasien, silakan masuk."Rexa mendorong pintu. Jazlan tak bergerak, hanya mendengar Rexa berkata, "Kamu tunggu dulu di sini."Arlina baru saja selesai diperiksa dan sedang berbaring di ranjang. Celananya masih setengah terlepas. Melihat dokter memanggil orang masuk, dia langsung panik dan buru-buru menarik celananya."Jangan bergerak dulu, biar keluarga pasien yang membantumu," ujar dokter.Rexa tidak banyak berbicara. Dia maju untuk memakaikan celana Arlina, lalu merapikan baju di perutnya.Arlina kini tak lagi peduli dengan rasa malu. Dia menatap d

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 261

    Rexa berjalan cepat beberapa langkah dan membungkuk mengambil sesuatu. Sepatu itu persis dengan milik Arlina.Dia merasakan firasat buruk. Sambil segera mengeluarkan ponsel untuk menelepon, dia berlari ke atas dengan langkah besar.Suara yang terdengar di telinganya hanyalah nada "ponsel tidak aktif." Rexa tahu ponsel Arlina kehabisan baterai.Setibanya di lantai empat, dia berlari ke ruangan yang lampunya masih menyala. Laboratorium itu kosong, tidak ada satu pun bayangan orang, hanya napasnya yang terdengar berat.Di lantai dua, Arlina dan Friska bersembunyi di pojok dinding. Suasana di sekitar begitu sunyi, seolah-olah hanya suara detak jantung mereka yang terdengar di telinga.Arlina menduga Frans pasti menemui sesuatu. Kalau tidak, tidak mungkin dia pergi tanpa sempat melihat ke dalam. Padahal jika dia mengintip sedikit saja, mereka berdua pasti ketahuan.Arlina takut Frans akan kembali. Tempat ini tidak aman untuk lama-lama, mereka harus pergi ke tempat yang ada orang.Setelah me

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 260

    Mereka masih berada di dalam gedung laboratorium. Frans mulai memeriksa setiap ruangan satu per satu.Di lantai satu, setiap pintu dibuka olehnya sambil menggunakan senter ponsel untuk menerangi bagian dalam lewat kaca jendela. Setelah selesai memeriksa lantai satu, dia naik ke lantai dua.Langkah kakinya terdengar ringan. Namun, ketika dia tiba-tiba menarik gagang pintu tempat mereka bersembunyi, Arlina dan Friska langsung terkejut. Tubuh mereka menegang. Seiring dengan getaran pintu, jantung Arlina dan Friska seakan-akan meloncat ke tenggorokan.Kemudian, sebuah cahaya menyorot dari jendela. Arlina segera bereaksi, cepat-cepat menarik Friska ke pojok dinding di belakang pintu.Lewat jendela, mereka bisa melihat wajah Frans mendekat ke kaca. Meskipun cahaya remang, tatapan dingin Frans terlihat jelas, membuat suasana semakin menegangkan.Arlina memeluk Friska, menahan napas, tak berani bersuara. Cahaya lampu yang samar menembus kaca transparan. Dalam cahaya temaram itu, Friska melihat

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 259

    Saat mendekati pintu, Frans baru menyadari ada sebuah bola karet merah yang jatuh di lantai.Tatapan Frans menjadi gelap, tangannya meraih gagang pintu lalu memutarnya perlahan. Begitu pintu terbuka, Frans langsung menerobos masuk.Namun, di dalam kosong. Tidak ada siapa-siapa, hanya peralatan eksperimen yang tertata di atas meja. Frans menatap dengan agak terkejut.....Tiga menit sebelumnya, Arlina mengintip dari celah pintu dan terkejut melihat pemandangan di depannya.Awalnya dia mengira mereka berdua punya hubungan gelap dan diam-diam bertemu di laboratorium pada malam hari. Namun, saat melihat ekspresi Friska, Arlina sadar bahwa dirinya sama sekali belum siap mental.Friska bukan melakukannya dengan sukarela. Frans sedang memaksanya!Pemahaman itu membuat tangan Arlina gemetaran. Mendengar Friska yang terus memohon, dia hampir saja menerobos ke sana. Namun, dia segera menenangkan diri.Tidak boleh, tidak boleh. Jika melawan secara frontal, siapa tahu Frans yang sudah terpojok jus

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 258

    Maxton nyaris menangis, wajahnya penuh dengan permohonan.Erick mengejek dengan sinis, "Kalau kamu memang punya uang, apa mungkin sampai sekarang belum bayar?""Itu karena kakakku masih kuliah, jarang pulang. Dia mahasiswi kedokteran, suaminya profesor di fakultas kedokteran, pasti mereka punya uang.""Profesor dan mahasiswi ya? Sepertinya kakakmu dan suaminya pintar bersenang-senang juga." Tatapan Erick mendadak menjadi tajam. "Sekarang aku masih bisa percaya padamu?""Bisa, bisa, kasih aku lima hari. Nggak, tiga hari saja, aku pasti bayar semua beserta bunganya," ujar Maxton dengan senyuman menjilat. "Kak Erick, lenganku ini nggak sebanding dengan uang. Kamu begitu kaya, masa mau musuhan sama uang?"Erick tidak menjawab, membuat Maxton menahan napas menunggu keputusan. Beberapa saat kemudian, Erick mengibaskan tangannya. Tongkat bisbol yang tadi hanya berjarak beberapa sentimeter dari lengannya pun ditarik kembali."Aku kasih kamu waktu tiga hari lagi. Kalau uangnya belum terkumpul,

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 257

    "Terus, gimana? Apa dia akan kembali melukai dirinya sendiri?" Suara Arlina terdengar cemas. "Pak Rexa, apa aku bisa percaya padamu?"Rexa tiba-tiba teringat kata-kata Friska, juga teringat tatapan hati-hatinya. "Aku akan cari kesempatan untuk bicara dengannya."Setelah berkata begitu, Rexa melihat Arlina masih mengerutkan wajahnya, jadi menariknya ke dalam pelukan. "Sudah ya, sekarang waktunya tidur. Bayi harus tidur, mamanya juga harus tidur."Cara Rexa berbicara seolah-olah sedang menidurkan anak kecil, hanya kurang menyanyikan lagu pengantar tidur. Arlina tak kuasa menahan senyuman di sudut bibirnya, lalu mengangkat selimut di sebelahnya. "Papanya juga harus tidur."Rexa berbaring di sampingnya, mencium keningnya dengan lembut. "Selamat malam." Keduanya pun berpelukan, lalu terlelap bersama.Saat itu, mereka tidak pernah menyangka beban yang dipikul Friska begitu berat dan tak pernah menyangka akan terjadi perubahan sebesar ini. Sejak kebenaran terungkap, segalanya menjadi di luar

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status