Share

Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari
Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari
Author: Ghea

Bab 1

Author: Ghea
"Umph ...."

Pintu kamar terbuka, terlihat dua buah sosok yang masuk sambil terhuyung-huyung. Sorot mata mereka tampak mabuk. Begitu masuk, keduanya langsung saling berciuman di ambang pintu.

Terdengar desahan yang saling bersahutan dan suasana kamar pun dipenuhi keintiman.

"Ah ...." Arlina memekik pelan, tubuhnya diangkat dengan mudah oleh pria itu. Tubuhnya yang mungil menggeliat pelan dalam dekapan pria tersebut. Perbedaan tubuh mereka menimbulkan imajinasi liar.

Pria itu membawa Arlina langsung ke tempat tidur, lalu melemparkannya ke atas kasur dengan gerakan yang begitu mudah. Tubuhnya yang tinggi dan besar menindih Arlina. Matanya memerah dan wajah yang biasanya tenang, kini memancarkan hasrat yang membara.

Logikanya hancur berantakan.

Arlina menggenggam erat seprai hingga jemarinya memucat. Terlintas kilatan cahaya putih dalam sorot matanya. Cahaya lampu berayun, suara desahan dan bisikan lirih memenuhi seluruh ruangan.

....

"Arlin."

"Arlin."

Arlina Khoman terbangun dengan kaget dari mimpinya, keningnya dibasahi keringat dingin. Mimpi itu datang lagi. Sudah sebulan lebih, hampir setiap malam dia bermimpi hal yang sama.

Hari libur musim panas itu adalah ulang tahun Rio. Arlina menghadiri pestanya dengan hati riang. Namun, dia baru menyadari bahwa yang diundang bukan hanya dirinya, tapi juga teman-teman sejurusan lainnya, termasuk Fanny, gadis cantik yang terkenal di kampus.

Mereka duduk berdekatan dan terlihat sangat akrab. Banyak orang yang melirik ke arahnya, seolah menunggu reaksi Arlina. Arlina dan Rio memang satu jurusan, tapi beda kelas. Semua orang tahu bahwa Arlina sudah menyukai Rio selama dua tahun, bahkan Rio sendiri juga tahu. Namun, dia tidak pernah menolak perasaan Arlina secara langsung.

Dari tatapan teman-temannya, jelas semua orang sudah tahu tentang Fanny dan Rio, hanya Arlina sendiri yang tidak mengetahuinya. Di satu sisi, Rio menggantungkan perasaan Arlina terhadapnya, di sisi lain dia malah bersikap mesra dengan Fanny. Tatapan teman-teman sejurusannya membuat hati Arlina tersakiti. Diam-diam dia bersumpah, tidak akan lagi melanjutkan cinta bertepuk sebelah tangan yang konyol ini.

Malam itu dia minum cukup banyak, ditambah lagi dengan perasaan kesal yang menumpuk di dadanya. Saat menuju toilet, dia terhuyung-huyung dan tidak sengaja menabrak seorang pria. Saat mendongak, matanya bertemu dengan tatapan tajam pria itu.

Pria yang lebih tampan dan maskulin dibandingkan Rio.

Entah keberanian dari mana yang tiba-tiba muncul, Arlina langsung menarik kerah bajunya dan mendesah pelan, "Mau nggak tidur sama aku malam ini?"

Selanjutnya, semua berjalan tanpa kendali. Mereka masuk ke kamar dan menghabiskan malam yang penuh gairah dan hasrat membara.

Keesokan paginya, ketika keberanian yang muncul karena alkohol itu telah lenyap, Arlina baru terbangun dan mendapati dirinya telanjang bersama pria asing di ranjang. Dia panik bukan main, lalu buru-buru mengenakan pakaian dan kabur dari kamar itu.

Arlina tahu dia telah melakukan kesalahan besar dan tidak berani menceritakannya kepada siapa pun. Dia bahkan tidak berani untuk mencari tahu identitas pria itu.

Namun, bayangan itu terus menghantuinya. Bahkan sebulan kemudian, hampir setiap malam dia memimpikan malam itu. Bayangan tubuh yang saling membelit, napas yang terengah-engah, dan tatapan dalam dari pria itu ....

"Arlin, cepat bangun! Masih sempat bengong? Baru awal masuk kuliah kamu mau telat?" Suara Tania membuyarkan lamunannya. Arlina menggelengkan kepala untuk menepis bayangan semalam dari pikirannya, lalu bangkit dari tempat tidur dengan terburu-buru.

Setelah selesai mandi, Arlina memeluk buku-bukunya dan berjalan cepat bersama Tania menuju ruang kelas.

"Kenapa kamu lari cepat sekali?" Arlina kesulitan mengikuti langkah Tania.

"Kamu lupa hari ini ada kelas anatomi?" jawab Tania. "Belakangan ini kamu sering linglung, banyak lupa terus."

Arlina baru teringat. Kabarnya, kampus mereka mendatangkan seorang profesor anatomi yang luar biasa. Lulusan Universitas Johns Hopkins yang baru pulang dari luar negeri. Baru bergabung saja sudah langsung diangkat menjadi dosen. Dia adalah profesor termuda dalam sejarah fakultas kedokteran.

Berhubung profesor ini ada urusan dan belum bisa hadir sebelumnya, jadwal kelas anatomi mahasiswa terpaksa ditunda lebih dari sebulan. Kini setelah libur panjang usai, kelas pertama mereka langsung diampu langsung oleh sang profesor.

"Arlin, kamu tahu nggak? Tadi pagi ada mahasiswa yang sudah ketemu sama profesornya," bisik Tania dengan nada antusias.

"Katanya, profesor itu gantengnya luar biasa. Sekarang grup kampus lagi ramai ngomongin dia, banyak yang nyesal nggak ambil mata kuliahnya," ujar Tania sambil menarik tangan Arlina. "Ayo buruan! Kalau nggak, nanti kelasnya penuh sesak, kita nggak kebagian tempat duduk!"

'Mana mungkin sampai segitunya,' pikir Arlina dalam hati. Lagi pula, mereka sudah masuk tahun ketiga. Biasanya kelas pertama banyak yang bolos atau titip absen ke teman. Sering kali, daftar hadir tetap penuh walau kursi di kelas terlihat kosong.

Namun, saat mereka tiba di depan ruang kelas, Arlina hanya bisa terpaku melihat pemandangan yang luar biasa ramai. Orang-orang berkerumun, sama seperti antrean heboh di supermarket saat ada promo telur murah.

Tania yang sepertinya sudah memprediksi ini, hanya mendengus kecil. "Profesor ganteng lulusan kampus top ... nggak beda jauh sama suasana fans yang lagi nonton idolanya." Dia menarik tangan Arlina, lalu bergerak maju melewati kerumunan.

"Permisi! Permisi! Yang cuma mau ikut dengar, jangan rebutan tempat duduk dari mahasiswa yang benaran kuliah di sini, dong!"

Setelah berdesakan, mereka akhirnya menemukan dua kursi kosong dan langsung duduk. Namun, Tania tiba-tiba menunjukkan ekspresi jijik. "Huh, sial."

Mengikuti arah pandangannya, Arlina melihat Rio dan Fanny sedang duduk di barisan depan.

Beberapa mata kuliah penting sering menggabungkan beberapa kelas dalam satu ruang kuliah besar. Tak disangka, kali ini Arlina malah harus bertemu dengan Rio dan Fanny di sini. Keduanya tampak begitu akrab. Rio membisikkan sesuatu ke telinga Fanny, membuat gadis itu menutup mulut sambil tertawa kecil.

Melihat Arlina terus memandangi mereka, Tania menghela napas. "Nggak heran akhir-akhir ini kamu kelihatan linglung. Siapa juga yang nggak sakit hati melihat orang yang disukai selama dua tahun malah pacaran sama orang lain."

Arlina terkejut memandangnya. "Mereka pacaran?"

"Iya, mereka resmi jadian waktu ulang tahun Rio itu. Kenapa ekspresimu seperti baru dengar soal ini?"

Arlina berbisik pelan, "Memang baru tahu ...."

"Jadi selama ini kamu linglung karena mikirin siapa?" Sejak masuk kuliah sebulan lalu sampai sekarang, Tania paling paham dengan kondisi Arlina.

Arlina hanya terdiam. Dia tentu tidak mungkin mengatakan bahwa selama ini pikirannya kacau karena mabuk, lalu tidur dengan pria asing.

Melihat Arlina tidak menjawab, Tania mengira Arlina hanya gengsi mengakuinya. Dia menepuk bahu Arlina dengan perhatian, "Nggak apa-apa. Kalau kamu bilang baru tahu juga nggak masalah."

Arlina membatin, 'Memang benaran baru tahu, kok.'

"Selain agak ganteng dan nilainya bagus, aku nggak ngerti dari segi mana yang bisa membuatmu naksir sama Rio. Dia itu cuma pria berengsek."

"Ada banyak pria yang lebih tampan dan pintar, misalnya si profesor baru ini. Jelas jauh lebih unggul daripada dia. Arlina, gimana kalau kamu pindah hati saja?"

Arlina bingung menatapnya. "Pindah ke siapa?"

Tania tertawa geli. "Pindah ke profesor baru itu, dong!"

Tania ini memang suka bicara sembarangan. Arlina langsung menepuk belakang kepalanya dan memaki, "Jangan asal ngomong!"

Tiba-tiba, terdengar suara riuh di dalam ruang kelas. "Profesor datang! Profesor datang!"

Seluruh ruang kuliah yang penuh sesak itu langsung heboh. Semua orang menegakkan lehernya untuk melihat ke pintu, tidak terkecuali juga Arlina.

Arlina sebenarnya hanya penasaran ingin melihat seperti apa wajah yang bisa memicu kehebohan besar seperti ini. Apa benar sampai sedahsyat itu ketampanannya?

Dari kejauhan, sebuah sosok yang tinggi dan besar berjalan mendekat ke pintu ruang kuliah. Tubuhnya jangkung dan tegap, wajahnya bersih dan tampan, dengan garis wajah yang halus dan tegas.

Hidungnya mancung, bibirnya membentuk lengkungan yang indah, dan sepasang mata yang tajam seolah-olah bisa menembus hati orang. Sikapnya yang lembut dan elegan, membuat semua orang merasa sangat nyaman di dekatnya.

Tania mendengar Arlina yang duduk di sebelahnya menarik napas dalam-dalam.

"Arlin, aku nggak bohong, 'kan? Benar-benar tampan!"

Arlina yang duduk di sampingnya telah terkulai lemas di atas meja.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (10)
goodnovel comment avatar
Dwi Turi
seru...lanjut terus
goodnovel comment avatar
Rea Rea
seruu banget!!
goodnovel comment avatar
Rea Rea
seru banget...️...️
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 256

    Wajah Arlina memerah. Mulutnya berkata, "Sembarangan, aku nggak dengar kok.""Itu mungkin karena ada kekompakan antara papa dan si bayi." Rexa menggesekkan ujung hidungnya ke pipi Arlina. Sensasi geli dan lembut itu membuat jantung Arlina tiba-tiba berdebar kencang.Bibir Rexa yang lembut kembali menyentuh ujung hidungnya. Suasana ambigu semakin terasa. Rexa mencium ujung hidung Arlina, lalu pipinya. Ciuman yang tanpa hasrat justru membuat Arlina semakin malu dan manis.Terdengar suara serak Rexa. "Si bayi bilang, kalau satu ciuman belum bikin Mama reda, berarti cium dua kali, tiga kali, empat kali ... sampai Mama nggak marah lagi."Ya ampun! Jantung Arlina berdebar gila-gilaan. Belum sempat dia berbicara, Rexa sudah mencium bibirnya.Tubuhnya terdorong sedikit ke belakang. Tangan Rexa yang melingkar di bahunya lantas menahan tubuhnya dengan kuat. Lengan dan dadanya yang kokoh seperti jaring kawat yang membungkusnya.Tubuh mereka saling menempel erat. Bukan hanya hawa panas satu sama l

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 255

    "Sudah agak enakan?""Uhm ... iya.""Kalau sakit, bilang saja ke aku." Semakin Rexa berbicara, wajah Arlina semakin panas.Padahal kalimat itu terdengar sangat wajar. Namun entah mengapa, di telinganya terasa punya makna yang berbeda dan membuat pikirannya melantur.Rexa yang sedari tadi memperhatikan ekspresinya, melihat pipi Arlina yang mulai memerah dengan jelas."Kamu kenapa? Wajahmu merah sekali."Kalau saja dia tidak bertanya, mungkin Arlina masih bisa pura-pura tenang. Namun karena pertanyaan itu, dia jadi semakin gelagapan. Dia buru-buru menutup wajahnya dengan kedua tangan sambil menyangkal, "Mana ada, biasa saja kok."Rexa tertawa pelan. "Iya, iya. Wajahmu nggak merah, wajahku yang merah."Arlina tahu dia sedang digoda. Merasa malu dan sekaligus jengkel, dia tiba-tiba jadi nekat. Entah dari mana dia mendapat keberanian, Arlina mengangkat kakinya dan menendang ke arah Rexa. Namun sebelum sempat mengenai Rexa, otot betisnya malah kembali kram dengan hebat."Ah!" Arlina mengeran

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 254

    Rexa tidak menyangka bahwa gadis bernama Friska akan memanggilnya. Dia tersadar dan berbalik, lalu melihat ekspresi gugup dan ragu di balik kacamata tebal gadis itu.Sepertinya Friska telah mengumpulkan banyak keberanian sebelum akhirnya berkata pelan, "Pak Rexa, bolehkah aku percaya padamu?"Rexa mengerutkan alis, suaranya tetap lembut seperti biasa. "Kalau kamu bersedia, tentu saja."Friska menatapnya dalam diam.Rexa seharusnya berbeda dari Frans. Keduanya sama-sama berpendidikan tinggi, tetapi Frans telah melakukan hal keji dengan mengatasnamakan cinta. Dia melakukan semua itu hanya karena Friska memakai rok, katanya Friska menggoda dia dan semuanya adalah kesalahan Friska.Namun, Rexa malah menyelenggarakan seminar ini karena dirinya. Melalui cara yang berbeda, dia ingin menyampaikan bahwa perundungan bukan kesalahan korban, melainkan kesalahan pelaku. Kesalahan dari orang-orang seperti Frans.Friska ingin memberi tahu Rexa bahwa dia pernah dilecehkan Frans. Bahwa iblis itu kini k

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 253

    Tania tertawa pelan. "Kamu juga mikir aku bakal balas, ya? Tapi kamu salah. Kalau sekarang sih, aku pasti nggak bakal ragu untuk lawan balik, nggak akan aku biarin dia semena-mena. Tapi entah kenapa, waktu itu aku malah nggak berani. Padahal aku tahu, aku bisa banget nendang dia balik atau kasih dia satu tamparan. Tapi aku tetap nggak berani.""Aku yakin Friska juga begitu. Dilihat dari kepribadiannya, kemungkinan besar dia sudah terbiasa menjadi sasaran sejak kecil. Sebenarnya kalau dia bisa melawan sekali saja dan menatap tajam orang yang menyakitinya, mungkin setelah itu nggak ada lagi yang berani mengganggunya.""Tapi karena dia sudah terbiasa ditindas sejak lama, dia jadi merasa itu hal yang wajar. Sejak kecil dia nggak tahu kalau itu salah, jadi dia pun nggak tahu bagaimana cara menghadapinya. Sekarang ketika dia sudah dewasa, kenangan masa lalu itu mulai bertabrakan dengan cara pandangnya yang sekarang. Makanya dia merasa bingung, bertentangan, dan tersiksa ...."Tania berbicara

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 252

    Pihak kampus telah memeriksa rekaman CCTV dan menemukan para siswa yang terlibat dalam perundungan, lalu memberikan teguran resmi atas tindakan mereka.Saat Friska mengetahui kejadian ini, dia baru saja mendapat panggilan dari dosen pembimbing yang memintanya datang ke kantor. Ketika dia sampai di sana dan melihat para pelaku yang telah mengganggunya semalam, dia sempat tertegun. Tak lama kemudian, dia juga melihat kehadiran Rexa.Friska langsung menyadari sesuatu."Friska, cepat masuk," panggil dosen pembimbingnya.Dengan sedikit ragu, Friska melangkah masuk ke dalam kantor."Kalau bukan karena Pak Rexa yang mengetahui kejadian ini, kami sama sekali nggak akan tahu bahwa kalian telah melakukan hal seburuk itu kepada Friska. Kalian benar-benar keterlaluan!" Dosen pembimbing itu berbicara dengan nada marah, lalu membentak para mahasiswi di hadapannya, "Cepat minta maaf sama Friska!"Beberapa mahasiswi itu berkata serempak dengan bibir yang gemetaran, "Maaf."Setelah selesai meminta maaf

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 251

    "Oh oh, iya, iya ...." Tania mengangguk cepat, lalu wajahnya berubah rumit. "Aku selalu merasa Friska itu kasihan sekali. Dia nggak punya teman, apa pun yang dia hadapi harus ditanggung sendirian.""Aku juga dengar, si Liona dari kelas satu itu awalnya masuk daftar kandidat program pertukaran pelajar. Tapi waktu dia nggak kepilih, dia marah besar. Kabarnya dia sampai nangis di ruang dosen pembimbing, teriak-teriak bilang, 'Kenapa Friska si pendiam bisa kepilih?' Sepertinya dia juga punya masalah sama Friska."Arlina yang mendengarnya hanya tertawa dingin. "Friska bisa terpilih pasti karena dia memang layak. Kalau Liona nggak kepilih, ya seharusnya dia introspeksi, bukan nyalahin orang lain.""Liona itu kelakuannya kayak preman. Memang nilainya bagus, tapi tiap hari keluyuran bawa geng, gayanya seperti anak geng motor."Arlina mengangkat bahu. "Makanya wajar saja dia nggak kepilih."....Senja musim semi menyelimuti kampus. Hari ini Rexa baru saja selesai rapat di kampus lain. Seorang r

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status