Untuk menghibur Annie, pasangan suami istri itu memutuskan membawanya membeli es krim.Arlina dan Annie berdiri di pinggir jalan menunggu Rexa. Begitu Rexa kembali dengan es krim, Annie langsung meloncat kegirangan."Rasa stroberi!" Matanya hanya terpaku pada es krim. Dia meraih tangan Rexa untuk mengambil es krim itu. "Terima kasih, Papa."Arlina melihat Rexa masih memegang satu lagi. "Aku juga dapat?"Dia meraih tangan Rexa, tetapi Rexa menarik tangannya kembali. "Bukan, ini untukku sendiri."Arlina jelas tidak percaya. Rexa tidak suka makanan manis seperti itu, paling-paling hanya mencoba beberapa suap.Arlina mendekat, mencoba menggigit es krim itu. Namun, Rexa bereaksi lebih cepat. Dia mengangkat tangannya sehingga usaha Arlina gagal.Arlina tidak terima. Dia menahan lengan Rexa agar tidak bergerak, tetap mencoba menggigit. Kali ini dia mengira pasti berhasil, tetapi Rexa malah mengganti posisi es krim ke tangan lain.Di sampingnya, Annie menjilati es krimnya sambil menengadah mem
Setiap orang pasti ingin memiliki kekuasaan, tetapi setelah memiliki kekuasaan, seharusnya bukan untuk bertindak sewenang-wenang, melainkan agar punya hak mengambil keputusan dan bisa menyuarakan aspirasi bagi orang-orang kecil di lapisan bawah masyarakat."Aku waktu itu cuma mikir, toh aku memang mau pergi, kenapa aku harus terus menuruti mereka? Jadi aku langsung menegur mereka habis-habisan. Kamu nggak lihat muka mereka, hahaha, nggak beda jauh sama arang."Semakin berbicara, Arlina semakin bersemangat. Wajah mungilnya penuh kepuasan, sorot matanya pun semakin bercahaya, membawa rasa bangga yang tak bisa disembunyikan.Mentalnya ternyata lebih kuat daripada yang Rexa bayangkan. Kekuatan seseorang bukan cuma soal kemampuan atau sumber daya, tetapi lebih penting adalah kekuatan hati, yang tidak mudah hancur saat menghadapi cobaan. Bahkan saat badai datang, masih bisa menatap langit gelap pekat dan mengumpat dengan santai.Arlina terus bercerita sampai akhirnya sadar Rexa menatapnya da
Rexa menerima telepon dari Hazel saat sedang mengajar. Layar ponselnya menampilkan kata "Ibu". Rexa sedang menjelaskan materi, jadi dia tidak mengangkat. Dia tahu jika benar-benar ada urusan mendesak, Hazel pasti akan menelepon lagi.Ini adalah kesepakatan diam-diam di antara mereka sebagai keluarga. Hazel melihat Rexa tidak mengangkat, menebak bahwa putranya sedang tidak memungkinkan untuk berbicara, jadi dia tidak menelepon lagi.Setelah kelas selesai, Rexa keluar dari ruang kelas dan menelepon balik Hazel. Tidak tahu apa yang dibicarakan di sana, ekspresi Rexa menjadi serius, lalu dia berkata, "Oke, aku sudah tahu."Setelah menutup telepon, Rexa membuka ruang obrolan dengan Arlina. Isi chat terakhir masih dari saat makan siang tadi.Setelah berpikir sejenak, Rexa keluar dari aplikasi dan menelepon nomor Wilson. "Pak Wilson, aku ada urusan mendesak hari ini. Malam ini di laboratorium mungkin perlu bantuanmu."Wilson langsung menyetujui dengan cepat.Arlina agak terkejut saat mengetah
Donna menggigit bibirnya, akhirnya dengan enggan berkata, "Maaf."Setelah itu, dia menunduk seperti ayam betina yang kalah.Arlina menatap Calvin, pandangannya jelas tanpa perlu dia berkata-kata.Wajah Calvin memerah. Maksudnya, dia juga harus meminta maaf?Semua orang mengikuti pandangan Arlina. Di bawah tatapan semua orang itu, Calvin akhirnya menggerakkan bibirnya. "Ma ... maaf."Setelah meminta maaf, wajahnya panas seperti terbakar. Seorang wakil direktur rumah sakit harus meminta maaf pada dokter kecil. Kalau berita ini sampai keluar, harga dirinya bisa habis.Bilal menoleh ke Levi dengan tatapan menyanjung."Ngapain lihat aku? Keputusan ada di tangan menantuku."Segala perhatian langsung tertuju pada Arlina.Arlina berkata dengan tenang, "Aku nggak terima."Donna marah. "Aku sudah minta maaf, kamu mau apa lagi?"Setelah itu, pamannya menegur, "Donna!"Donna cemberut dan menoleh ke samping.Arlina berkata, "Meskipun kalian sudah minta maaf, masalah promosi tetap belum selesai."Bi
Begitu mendengar kata yang dilontarkan Arlina, hampir semua orang di ruangan kaget, terutama Calvin.Siapa yang tidak kenal Levi dari Konray Medika? Direncanakan akan berinvestasi di rumah sakit ini, hari ini khusus datang untuk inspeksi, dan pihak rumah sakit sangat memperhatikannya. Direktur utama sendiri yang menyambut, diikuti rombongan pimpinan.Terus, dokter yang belum menjadi karyawan tetap ini adalah putri Levi?Calvin langsung merasa ada masalah besar, tetapi keponakannya yang tidak peka itu berkata, "Kamu kira kamu siapa?"Donna sama sekali tidak menganggap serius. Ini ayah Arlina? Terus kenapa? Cuma karena pakaian rapi berarti hebat?Namun, wajah Calvin langsung memerah. Dia membentak, "Donna, diam!"Calvin tidak pernah menggunakan nada sekeras itu padanya sebelumnya. Donna langsung merasa tersinggung dan memelas, "Paman ...."Saat dia menoleh, wajah pamannya muram, matanya penuh peringatan. Donna gemetar, tidak mengerti kenapa pamannya tiba-tiba bersikap begitu keras padany
Direktur rumah sakit segera mengangguk. "Silakan."Rombongan itu berjalan di rumah sakit, aura mereka begitu mengintimidasi. Orang-orang di dalam rumah sakit langsung bisa mengenali bahwa mereka semua adalah jajaran pimpinan. Terlebih lagi, yang berjalan paling depan adalah direktur utama mereka sendiri.Lihatlah pria berjas yang dikelilingi di tengah itu. Posturnya tegap, wibawanya luar biasa. Hanya orang dengan kedudukan istimewa yang bisa membuat pimpinan besar rumah sakit menyambut dengan penuh hormat seperti ini.....Hening. Suasana kantor seketika jatuh ke dalam keheningan aneh. Ardian menopang kepalanya dengan jari, tampak sedikit pusing. Arlina masih duduk tegak di depannya, seolah-olah menunggu keputusan darinya.Beberapa saat kemudian, Ardian berkata, "Arlina, kamu tahu, ini bukan sesuatu yang bisa aku putuskan.""Kalau begitu, tolong sampaikan kata-kataku apa adanya ke pihak atas. Katakan aku nggak menerima keputusan mereka. Aku ingin tahu alasan kenapa memilih Donna. Semua