“Dimana cucu kesayanganku?” tanya Phantom ketika memasuki markas Black Devil.
“Kakek, bisa tidak kalau masuk ke tempat orang sopan dikit. Lagian dia sedang ikut acara orientasi sekarang” kata Danny protes.
“Danny, bawa dia kesini sekarang juga! Kakek sudah kangen berat. Lagipula kenapa kalian berdua santai disini, bukannya menjaga dia dengan benar?” kata Phantom murka.
“Kakek tenanglah, apa kata pihak sekolah nanti kalau dia meninggalkan acara sekolah? Baru sehari disini sudah melanggar peraturan” ujar Ben menenangkan.
“Ku dengar kalian meninggalkan dia dan berangkat sekolah sendiri. Sungguh keterlaluan sekali kalian ini, Danny, Ben!” bentak Phantom marah.
Zavier, Mavin, Robert dan Albert hanya bengong melihat amarah Phantom yang mulai berkobar, lagipula mereka sama sekali belum bertemu dengan adik Danny dan Ben yang membuat geger seluruh sekolah.
Bagaimana tidak, dengan kehadiran Danny dan Ben saja sudah membuat ketakutan para murid dan sekarang anak setan yang terakhir malah datang. Sejak pagi, keadaan murid di sekolah sangat ramai tentang adanya berita ini.
“Sudah ada Scott yang akan mengantarkan dia ke sekolah, kakek kembali saja ke London. Urusan dia serahkan pada kami” kata Ben kalem mencoba meredam amarah Phantom.
“Tidak bisa! Kalian berdua jadi kakak kok gak benar sama sekali, akan ku bawa dia kembali ke London dari pada disini berkumpul dengan kakak model kalian!” bantah Phantom.
Bukk…
Danny memukul tengkuk kakeknya agak keras, Phantom ambruk condong ke depan, untung Mavin dan Danny tanggap. Mereka menyanggah tubuh renta Phantom agar tidak makin terjatuh.
“Danny, apa yang kau lakukan!?” bentak Ben geram.
“Aku tidak punya pilihan. Daripada mendengar omelannya, lebih baik begini” jawab Danny santai.
“Gila.. kakek sendiri di pukuli” kata Robert gemetaran melihat wajah menakutkan Danny.
Danny dan Mavin menggotong tubuh Phantom ke dalam kamar istirahat, mereka berhati-hati saat membaringkan tubuh kakek Danny di atas tempat tidur.
“Dia akan marah besar saat siuman nanti” ujat Ben geram.
“Aku akan tangani dia. Sudahlah jangan banyak mengomel, lama-lama kau mirip dengannya!” bentak Danny pada adiknya. Ben hanya menghembuskan napas berat dan kembali membaca buku, dari pada memancing amarah Danny lebih jauh.
*****
Tepat pukul dua belas siang, seluruh anak-anak baru yang mengikuti tur sekolah sedang beristirahat atas arahan dari anggota OSIS. Banyak dari mereka yang masih berkeliaran di sekolah tanpa memperdulikan arahan dari kakak kelasnya, entah apa saja yang mereka lakukan.
Jes sedang duduk santai di taman yang sangat rindang, ia kembali mengeluarkan alat menggambarnya. Jes tidak menghiraukan jeritan para rekan barunya saat melihat kakak kelas tampan lewat di depan mereka. Ia terus saja menggambar objek kupu-kupu di depannya.
“Hei, Jes. Aku cari-cari ternyata kau disini” ucap Gwen mengagetkan Jes, Gwen dan temannya ikut duduk di bangku taman depan Jes.
“Ada apa?” tanya Jes ketus, matanya tetap fokus pada goresan pensilnya di buku gambar.
“Sadis amat neng, nih kenalin teman baru kita. Tadi kita belum sempat kenalan, bukan?” kata Gwen sambil menarik tangan seorang di sampingnya. Jes tidak bergeming sama sekali dengan orang yang dibawa Gwen.
“Hai, kamu teman sekelompok dengan kak Frans kan?” ucapnya malu-malu, suara anak lelaki itu terlihat begitu gugup.
“Oh, Frans orang sok kegantengan tadi?" jawab Jes ketus.
“Namaku Marcelino Belford, kamu panggil Cello aja. Salam kenal” tangan Cello bersiap untuk menggenggam tangan Jes.
“Jes” ucapnya menerima jabatan tangan dari Cello tanpa melihat wajah lelaki muda itu.
“Jes, tau gak sih nanti sore setelah acar orientasi selesai para anggota Dream Boy akan tampil mengisi acara untuk menghibur murid baru” ujar Gwen bersemangat.
“Hih, gerombolan anak-anak sok kegantengan itu lagi, males banget” ujar Jes tajam.
“Aaah, nanti temani aku lihat mereka yuk Jes!” ajak Gwen bersemangat.
“Ogah, kamu kok suka banget sama gerombolan cowok gemulai kayak mereka?” kata Jes sambil memandang teman anehnya ini.
“Mereka ganteng-ganteng, Jes. Siapa yang gak suka sama mereka? Udah ganteng, pintar, masuk kelas unggulan, seniman, tim basket andalan sekolah, dan ramah banget sama fansnya” kata Gwen bersemangat menjelaskan anggota Dream Boy, Jes malah mau muntah mendengar semua tentang Dream Boy.
“Jes, Jes. Lihat kesana, kak Nicky dan kak Steven lewat tuh, keren banget” jerit Gwen sambil mengguncang pundak Jes.
Jes dan Cello seketika melihat kearah Nicky dan Steven yang tebar pesona di hadapan para murid baru, mereka sengaja keluar dari studio musik untuk menggoda para gadis.
“Rambutmu terlihat sangat indah hari ini, gadis cantik sepertimu pasti merawatnya dengan baik” ucap Nicky menggombal pada seorang gadis di depannya.
Kyaaaa… kerumunan gadis disana termakan dengan gombalan mematikan dari Nicky. Sedangkan anak perempuan yang tadi di gombali telah jatuh pingsan mengeluarkan darah dari hidungnya.
“Menjijikkan” guman Jes, matanya masih melihat gerombolan itu.
“Lihatlah langit diatas sana, sangat cerah secerah wajah indahmu” kini giliran Steven yang menggoda.
Kyaaaa, teriakan para gadis makin terdengar riuh. Tidak lama kemudian para gadis yang tengah meminta tanda tangan Nicky dan Steven sudah bubar mencari artis lainnya di sekolah ini.
“Waah.. tenar sekali mereka. Aku gak mau kalah, lihat saja dalam waktu enam bulan dari sekarang aku akan menjadikan diriku artis” ucap Cello bersungut-sungut, pandangannya melirik kearah Jes.
“Tunggu dulu. Kau bilang nama belakangmu Belford, bukan? Berarti kau satu keluarga dengan kak Frans dong?” tanya Gwen.
“Iya, dia sepupuku. Ada apa memangnya?” jawab Frans penasaran.
“Waaah, pucuk di cinta ulam pun tiba” teriak Gwen keras “Aku penggemar berat kak Frans” kata Gwen sambil menggenggam kedua tangan Cello.
“Aku nggak ngerti maksudmu” uca Cello tak mengerti.
“Mari kita bekerja sama mulai sekarang” bisik Gwen dekat telinga Cello, matanya melirik pada Jes.
“Baiklah, hihihi” kata Cello menaikkan jempolnya.
“Kalian kenapa?” tanya Jes tak suka, dia merasa ada yang mencurigakan dengan dua anak aneh ini.
“Tidaaaak” jawab mereka berdua kompak.
“Aku dengar putra terakhir dari keluarga Phantom akan sekolah disini” ujar Cello.
“Dari pagi tadi aku juga lagi cari anak iblis itu, aku yakin mukanya nggak jauh dari wajah kak Danny dan kak Ben” ucap Gwen celingukan.
“Kau yakin dia akan masuk sekolah ini di tahun yang sama dengan kita?” tanya Cello, sedangkan Jes hanya mendengarkan obrolan mereka.
“Dari informasi yang kudapat, warna rambutnya tidak jauh berbeda dengan kak Ben yaitu coklat muda atau bisa juga hitam pekat kayak kak Danny” ucap Gwen membuka notebooknya “Yang ku dengar lagi, wajahnya sangat tampan tidak jauh berbeda dengan kedua kakaknya”
Jes hampir saja merobek notebook di tangan Gwen jika anak itu masih melanjutkan obrolan ngelanturnya.
“Waah, sebelumnya aku sering sekali melihat kak Frans pulang dengan wajah babak belur penuh bekas pukulan, tante sampai pingsan saat tahu wajah anaknya bonyok semua” ujar Cello mulai bercerita.
“Yang ku dengar lagi, kak Frans dan anggota bandnya sering berantem dengan geng Black Devil. Aku jadi penasaran seperti apa mereka, apalagi sekarang adik kak Ben dan kak Danny disini, pastinya dia akan masuk ke gengnya bukan?”
“Pasti tambah rame sekolah ini, hahaha” kata Gwen dan di sahuti tawa oleh Cello.
Tidak lama kemudian orang-orang yang mereka bicarakan akhirnya muncul. Mereka melewati gerombolan murid-murid perempuan yang meneriaki nama mereka, tidak sedikit dari mereka yang meminta tanda tangan maupun nomor telepon.
“Itu, itu lihat, kak Ben dan anggota gengnya lewat” Waah, ada atlet paling terkenal kak Mavin, lalu artis Robert dan Albert!" pekik Gwen, tangannya menarik lengan Jes hingga Jes hampir terjungkal.
“Sialan kamu, pelan-pelan dong” bentak Jes, tangannya menjitak kepala berkuncir dua Gwen.
Seketika itu juga Ben melihat kearah Jes, Gwen dan Cello yang terbengong, matanya menatap tajam mereka bertiga seakan mengisyaratkan sesuatu.
“Waaah.. waah.. kak Ben melihat aku, senangnya dilihatin sama orang keren di sekolah ini. Eh jangan-jangan kak Ben naksir aku, waaahh senangnya” ucap Gwen sambil menggoyang-goyangkan tubuh Jes.
“Apaan sih!” bentak Jes.
“Jees, kak Ben ngelihatin aku. Kamu tahu nggak kak Ben itu terkenal sifat cueknya sama perempuan sama kayak anggota Black Devil yang lain, sekarang dia ngelihatin aku, aduh malunya pasti hatinya meleleh saat tahu wajahku seimut boneka” pekik Gwen kepedean.
Jes melihat Ben yang masih melihat kearah mereka, mata mereka bertemu tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Bahkan pandangan mata Ben terkesan tajam.
“Udah ah, ngapain juga mikirin hal bodoh” ucap Jes kesal.
*****
Bel masuk akhirnya berbunyi, semua siswa baru berbaris rapi di dalam aula sekolah. Tak terkecuali Jes dan Gwen, beberapa anak sempat bertanya-tanya dengan apa yang akan mereka lakukan di dalam aula ini. “Selamat siang, semuanya. Perkenalkan nama saya Jasmine Swan, kalian bisa panggil miss Jasmine” ucap seorang guru cantik dengan baju senam yang terlihat ketat dan seksi dari atas podium aula. “Hari ini saya akan menjelaskan sedikit tentang kegiatan yang akan diikuti selama kalian belajar disini, tidak hanya ekstrakurikuler yang harus kalian ikuti tapi ada beberapa kegiatan seperti peringatan hari Valentine, Dance Party atau pesta lain yang rutin diadakan oleh sekolah” ujarnya menjelaskan panjang lebar. “Waaaaaahhhh” teriak para siswa baru, mereka tidak menyangka sekolah mengadakan hal menyenangkan untuk siswanya. “Untuk itu kalian harus rutin mengikuti kegiatan di setiap hari Jumat sore untuk latihan dansa, cara berjalan, cara menghormati partner dansa dan lomba-lomba yang a
“Menjengkelkan, dasar gadis kurang ajar. Mentang-mentang cantik, berani sekali dia menolak ajakan kita” ucap Vic bersungut-sungut saat mereka berada di dalam ruang keperluan dansa. “Kan tadi sudah ku bilang, tidak semua gadis mau bergabung dengan geng kita. Kalian tidak mendengarkan aku” bantah Robbin, tangannya mengambil beberapa sepatu high heels dari rak sepatu. “Sebenarnya aku tidak keberatan kalau kita menambah anggota lagi. Ini bisa jadi pelajaran untuk kita, lain kali kita lebih sopan saat mengajak anggota baru” ujar Rose pelan. “Hah, kita sudah berbaik hati mau mengajaknya bergabung dengan kita, Rose. Anak kurang ajar itu saja yang tidak tahu berterima kasih” bantaj Shella. “Lagi pula aku sudah nyaman hanya kita berempat saja, tidak perlu menambah anggota lagi karena aku yakin mereka tidak akan bertahan dengan perilaku kalian” ujar Robbin. “Kau ini teman siapa sih?” ujar Vic kesal, Robbin mengangkat bahunya cuek. “Hahaha, sudah sudah. Ayo kita kembali ke aula,
Jes melihat-lihat isi sekolah yang kelewatan luas ini. Ia berkali-kali mengitari bagian belakang sekolah tapi tidak menemukan apa yang ia cari, Jes duduk di bangku taman jauh dari gedung kelas. Sedetik kemudian ponselnya berdering, ada nama yang sangat ia kenal tertera disana. “Halo” kata Jes pelan. “Kau dimana?” tanya seorang lelaki bersuara berat dari seberang telepon. “Aku di taman” jawab Jes singkat. “Cepatlah kemari, aku memintanya menjemputmu” kata lelaki itu. “Baiklah, aku sudah bertemu dengannya” jawab Jes saat melihat seorang lelaki bertubuh kekar berdiri dan bersandar di gedung samping taman. Lelaki bertubuh kekar itu memberikan isyarat pada Jes untuk mengikutinya, Jes hanya mengangguk dan berjalan mengikuti langkah lelaki tegap itu. Tiba di depan tempat yang dia maksud, lelaki itu membukakan pintu untuk Jes. “Masuklah, mereka sudah lama menunggumu” ucap lelaki berwajah tampan tapi menyeramkan itu. Saat Jes masuk dalam tempat paling di takuti oleh muri
Suasana sekolah siang ini begitu riuh, sekolah yang harusnya bubar sejak satu jam yang lalu kini disulap menjadi tempat pentas untuk menghibur para siswanya. Kebanyakan mereka tidak langsung pulang melainkan melihat pertunjukan band favorit mereka, riuh suara siswa dari kelas satu hingga kelas tiga terdengar memanggil-manggil nama anggota Dream Boy. “Dream Boy! Dream Boy! Dream Boy!” teriak mereka makin riuh. “Halo semuanya, selamat siang. Untuk memeriahkan acara orientasi siswa tadi pagi, maka kami akan mempersembahkan penampilan dari anggota band paling bersinar, Dream Boy” teriak sang MC memanggil anggota band. “Are you ready guys?” tanya Daniel sang vokalis utama di belakang panggung. “Yeah, always be” jawab Steven, Franklin, Nicolas dan Leo bersamaan. “Rose, kalian sudah siap?” tanya Frans meyakinkan. “Iya, kami selalu siap mendampingi kalian” jawab Rose mantap dan di setuji oleh anggukan Vic, Shella dan Robbin juga rekan tim kesehatan lainnya. “Rose, aku akan
Di hari sabtu yang cerah, Rose berkali-kali melihat di depan cermin di kamarnya, gadis cantik itu tak henti membetulkan pakaian berenda khas remaja yang ia kenakan. Sedangkan Vic yang berada di atas tempat tidur yang sedari tadi terlihat sibuk melihat ponselnya kini mulai penasaran dengan tingkah Rose, matanya melihat ke arah sahabat baiknya itu. “Rose, kamu mau kemana dari padi aku perhatikan kamu dandan melulu?” tanya Vic penasaran. “Leo dan Nico memintaku untuk menemani mereka melihat kafe di cabang baru milik ayahnya Steven” jawab Rose. “Oh ya? Tumben kamu menerima ajakan mereka? Biasanya kamu kan tidak mau jalan kalau bukan dengan Daniel” tanya Vic memojokkan Rose, sebenarnya Vic hanya berniat menggoda Rose saja. “Aah iya, sekali-kali aku juga ingin pergi dengan yang lain. Temanku kan bukan hanya Daniel saja” kata Rose bohong, sebenarnya ia juga tidak enak dengan yang lain karena hanya mau jalan dengan Daniel sang lelaki pujaan saja. Ting.. Satu pesan masuk ke da
Senin pagi yang cerah, hawa sejuk terasa sangat nyaman di seluruh kulit dan tubuh Rose. Baginya ini adalah pagi yang indah seperti biasanya, tidak ada kesukaran, tidak ada kebimbangan, semua hal menjadi indah di mata cantiknya. "Selamat pagi, kamu" ucap Rose pelan sambil menatap foto seorang lelaki tampan di meja belajarnya. Ucapan selamat pagi yang selalu ia sampaikan pada seseorang yang jauh disana tanpa disadari oleh sang pujaan hati, melihat wajah dan senyumnya saja sudah cukup bagi Rose. "Uuugh.." erang Vic yang tidur di bednya, hari sudah pagi tapi Vic masih setia memejamkan matanya. Biasanya, Rose yang bangun paling pagi lalu pergi ke kamar mandi lebih dulu lalu dia akan bersiap-siap memakai seragam sekolah dan membangunkan sahabat sekaligus rekan sekamarnya. "Vic, ayo bangun. Nanti kamu terlambat loh" ucap Rose sambil membetulkan dasi pita di kerah bajunya.
Namaku adalah White Rose, aku putri tunggal dari pasangan Kelvin White dan Johanna Taylor. Ayahku bekerja sebagai Kepala Manager di sebuah perusahaan pertambangan emas besar milik keluarga Phantom. Ibuku seorang ibu rumah tangga dan bertugas merawatku. Meskipun ayah sangat sibuk, beliau akan mengabaikan pekerjaan saat sedang berkumpul dengan keluarga kecil kami. Orang bilang wajahku benar-benar mirip dengan ibu yang berdarah Asia,&
Rose POV bagian 1 “Hmm, apa sudah sempurna ya?” Kata seorang gadis cantik berambut pirang di depan cermin kamarnya, beberapa kali gadis itu masih merapikan tatanan rambutnya dan baju yang ia kenakan. Ia memutar-mutar tubuhnya di depan cermin berkali-kali sampai ia tidak menyadari kalau jam sudah hampir menunjukkan pukul tujuh pagi. Tiin.. tiin..