Luna segera pergi menemui pasien yang sedang koma. Ia membuka pintu dan mendapati seorang wanita yang sedang duduk melamun.
"Permisi. Saya ingin memeriksa pasien. Kebetulan dokter Arkav sedang menemani istrinya yang sedang sakit," ujar Luna pada Orlin."Baiklah dokter. Silahkan.""Ibu kelihatan banyak pikiran. Wajahnya terlihat murung. Saya juga ikut sedih mendengar kabar bahwa putri anda mengalami kecelakaan hingga koma"."Terima kasih banyak atas perhatiannya dokter.""Iya. Apakah Ibu sudah makan? Jika belum. Makanlah agar memiliki tenaga untuk merawat putri anda." Bujuk Luna halus.Orlin memang belum sempat makan siang. Ia malas setelah mendengar kabar bahwa anak angkatnya mendadak hamil. Ia memandang wajah anaknya yang terbaring. Kemudian berdiri, "Baiklah dokter. Saya pergi mencari makanan dahulu. Tolong titip anak saya sebentar ya jika tidak keberatan."Luna tersenyum merekah. Ia berhasil mengelabui dan berucap, " Tidak masalah. Sudah menjadi tugas saya. Jika begitu saya periksa ya."Orlin mengangguk cepat dan segera keluar dari ruang inap. Luna mengintip dari kaca pintu apakah wanita tadi sudah menjauh. Jadi ia segera mengunci pintu takut bila aksinya akan ketahuan.Luna memposisikan kaki Zelona ditekuk seperti orang melahirkan. Tangan kirinya yang membawa spekulum segera diletakkan di area vagina untuk melebarkan kateter halus yang berisi cairan bening putih milik dokter Arkav. Lalu ketika dirasa posisi sudah oke, ia mengeluarkan kateter dan mencabut spekulum. Lantas membenahi pakaian pasien."Semoga saja kau tidak akan pernah hamil. Keberhasilan sangat rendah." Lirih Luna berkata di telinga Zelona.Luna yang mengenakan jas dokter dengan rambut pendek itu membuka kunci dan segera duduk cepat. Takut bila Orlin tiba-tiba datang.Pintu dibuka, muncul Arkav yang membuat lelaki itu berkerut dalam. "Lho, kok sudah ada di sini saja.""Hmmm, tadinya aku berinisiatif untuk membantumu memeriksa pasien. Kupikir kau masih menunggu Istrimu," jawab Luna tenang."Oh begitu ya. Terima kasih banyak. Lantas kemana yang menjaganya? Biasanya ada orang tua, adik atau pacarnya yang menemani. Apakah kamu sudah selesai memeriksa?"Luna mengangguk dan menjawab, "Hmmm, sudah. Namun belum ada tanda-tanda ia akan bangun. Aku tidak tahu di mana anggota keluarganya. Saat aku kemari hanya ada ibunya dan beliau sedang pergi mencari makanan. Jadi beliau memintaku untuk menjaganya.""Hmm, begitu ya. Ya sudah aku kembali visit ke beberapa pasienku. Terima kasih untuk yang tadi."Mata Arkav merotasi ke penjuru ruangan dan tidak mendapati roh Zelona."Ya, benihmu sudah kuserahkan ke laboratorium untuk uji kompetensi.""Kau pikir aku sedang ujian?" canda Arkav dan segera pergi dari ruangan.Luna menghela nafas panjang dan berujar, "Hampir saja ketahuan. Beruntung saja tadi sudah kuserahkan ke pihak laboratorium. Mampus jika ketahuan. Bisa-bisa aku dipecat nanti. Semua ini kulakukan karena aku begitu mencintaimu Arkav. Meskipun belum bisa memiliki dirimu. Setidaknya aku bisa mencegah kalian berdua memiliki keturunan."Ia tersenyum licik saat memberikan obat peluruh kandungan dan bukan vitamin pada Poppy. Sehingga Arkav tidak tahu jika istrinya sedang hamil.***Upacara pernikahan telah dilaksanakan dengan lancar. Dexon hanya mencium kening Floxa sebagai bentuk penghormatan di depan postur yang menikahkan mereka. Ia juga menjaga perasaan Xander."Tidak masalah bila kalian ingin berciuman. Sebab kalian berdua sudah sah sebagai suami istri. Sekali lagi selamat. Papa janji akan memberikan pesta pernikahan setelah semua usai."Floxa menghambur ke pelukan ayah angkatnya dan menangis bombai. "Ayah, terima kasih banyak atas kebaikan ayah selama ini. Terima kasih telah menjadi wali di hari bahagia yang tidak bisa Floxa katakan.""Ya, kau wajib bahagia. Jangan pernah sakiti cucuku," pesan Xander dan diberikan anggukkan oleh Floxa. Keduanya melepaskan pelukan. Kini giliran Xander yang perpesan pada Dexon.Ketika mereka berdua keluar dari Gereja. Zelona mendekat dan mencuri dengar pembicaraan.Xander berujar, "Meskipun kamu tidak menjadi suami Zelona. Tapi kini tanggung jawab Floxa kuserahkan padamu. Jaga dia baik-baik. Sekarang kau bisa panggil aku papa. Bagaimanapun kau adalah anakku juga.""Terima kasih banyak, Papa.""Daddy, jangan percaya perkataan mereka. Keduanya itu licik. Mereka pasti sudah merencanakan semuanya." Ucap Zelona meskipun perkataannya tidak didengar."Kalian istirahat saja dulu. Flo, ajak Dexon ke rumah. Ayah akan kembali ke rumah sakit untuk menjenguk kakakmu.""Ayah, izinkan aku membawa Flo untuk tinggal ke apartemen milikku. Aku akan membawa pakaian Flo untuk dipindahkan. Di rumah ayah terlalu banyak kenangan bersama Zelona, aku tidak ingin menyakitinya untuk kedua kalinya dengan adanya pernikahan ini."Zelona yang mendengar ilfil dan berkata, "aku justru bahagia tidak menikah denganmu, Dexon! Terima kasih telah membongkar aibmu sendiri."Zelona segera masuk ke dalam mobil setelah Xander membuka pintu untuk dirinya sendiri."Seharusnya aku bersedih saat rohku belum kembali ke ragaku. Tapi untuk sekarang aku merasa sangat beruntung karena tembus pandang. Jadi bisa memantau para penghianat yang pura-pura berlagak baik."***"Dokter Arkav!" teriak jiwa Zelona saat berpapasan dengan dokter yang membantunya.Arkav yang baru saja keluar dari kamar pasien segera mengambil ponsel untuk diletakkan di telinga."Oh rupanya kamu. Darimana mana saja tidak ada kabarnya?""Aku baru saja menghadiri pernikahan kekasihku dan adik tiriku," ucap Zelona tapi wajahnya tidak murung sama sekali."Hei, pernikahan? Sebentar aku duduk dulu. Aku baru saja memeriksa pasien." Ajak Arkav yang segera duduk di kursi. Bersisian dengan Zelona."Ya begitulah. Mereka berdua rupanya penghianat. Beruntung saja aku tahu kelakuan mereka. Tapi aku juga bingung bagaimana caranya bisa kembali ke tubuhku," kata wanita yang tembus pandang tersebut menangis."Aku tidak tahu pastinya kapan kau akan siuman. Jangan lupa berdoa kepada Tuhan agar diberikan kesempatan untuk hidup. Setelah itu benahi diri."Tiba-tiba seorang suster mendekat ke arah Arkav dan berkata, "Dokter Arkav. Ada operasi transplantasi ginjal. Dokter sedang ditunggu.""Astaga. Aku lupa."***Zelona memasuki kamar inapnya setelah suster membuka pintu untuk memberikan suntikan di bagian infus."Permisi, saya mau memberikan vitamin pada pasien.""Oh, silahkan suster."Setelah suster keluar, Orlin melanjutkan perkataannya. "Aku sungguh ibu yang buruk. Tidak bisa menjaga kedua putriku dengan baik.""Jangan salahkan Mama. Papa juga tidak bisa membantu banyak. Terlalu sibuk bekerja hingga mengabaikan mereka. Papa juga salah Ma," ujar Xander yang memeluk istrinya erat. Mereka kembali menumpahkan air mata.Zelona mendekati raganya. Ia hendak menyatukan diri. Namun dirinya tidak bisa menyatu."Bagaimana ini? Apakah aku akan menjadi gentayangan? Tidak mau!" ia menggeleng kepala dan berteriak histeris. Jiwanya luluh ke lantai. Air matanya menganak sungai.Sementara itu, dokter Luna yang bersandar di kursi ruangannya sedang menikmati minuman dengan senyum merekah. "Beruntung saja tidak ada yang mencurigai diriku. Sepertinya Poppy tidak akan mendapatkan apa yang dia inginkan."Ia teringat ketika berada di laboratorium. Menyerahkan sperma Arkav untuk diletakkan di ruang pendingin yang sudah tercampur dengan air."Aku tidak sabar menunggu kabar bahwa inseminasi akan gagal.""Sudah bangun?" tanya Calvi yang sudah berada diatas tubuh Dania yang berbalut selimut. Matanya membulat sempurna dan mencoba mendorong tubuh kekar Calvi yang bertelanjang dada. "Kau … pria brengsek. Apa yang kau lakukan padaku hah?""Apa yang aku lakukan padamu … hmmm, sebagai seorang wanita dewasa kamu paham kan artinya jika kita sedang berada di ranjang begini?" tanya Calvi disertai senyum menyeringai. "Bedebah! Pria brengsek. Bukankah kau yang menjenguk dokter Luna tadi? Apa sebenarnya maumu, hah?" tanya Dania yang berusaha melepaskan cekalan dari genggaman pria yang sedang menindihnya. Namun, Calvi tak ingin melepaskannya dengan mudah. Rantai yang berada di sisi atas Dania segera diikatkan oleh Calvi. Membuat sang wanita ketakutan. "Apa mauku … hmmm, tentu saja banyak. Tapi yang paling utama, kau harus menuruti setiap ucapanku. Atau videomu tanpa sehelai benang akan sampai kepada ibumu yang sakit.""Kau! Apa salahku kau melakukan hal seperti ini!" teriak Dania tak terima.Cal
Sesampainya di rumah sakit, Zelona segera ditangani oleh tim medis. Arkav bahkan lupa mengunci pintu dan membawa ponsel sanking terburu-buru. Bahkan kini ia hanya mengenakan celana boxer saja. Calvicar datang dan menyapa, "Kau ini kenapa datang ke Rs malah pakai kolor saja, hah? Dasar tidak sopan. Lihat tuh, banyak para wanita melihat tubuhmu."Arvav menimpali dengan raut panik. "Please Calvi, aku sedang terburu-buru tadi. Pinjam ponsel sebentar."Saat panggilan itu terjawab. Arkav langsung buka suara. [ Ma, ini Arkav. Soalnya tadi tidak sempat bawa hspe. apakah Mama dan Papa di rumah?] Terdengar suara di seberang begitu bahagia.bia memberondong berbagai pertanyaan. [ oh menantu. Apa kabar nih? Semenjak menikah dengan Zelona belum sempat berkunjung nih. Pasti jadwal praktiknya padat ya? ][ I-iya sih, Ma. Arkav sehat. ][ Syukurlah. Kami sedang berada di luar negeri. Jika ingin menginap di rumah Mama, menginap saja.][ Oh, oke Ma. Jika begitu Arkav tutup. ]"Sebenarnya ada apa sih?"
"Oh ya suster, tolong nanti belikan serbuk yang kutulis ya," ujar Luna seraya menyerahkan kertas. Suster itu membacanya dan paham tentang apa yang dimaksudkan, ia menimpali, "Oh, baiklah dokter Luna. Saya permisi. Mau diberikan jus apa nanti supaya tidak tertukar minumannya?" "Berikan saja jus alpukat untuk dokter Arkav. Aku air putih saja, bisa?" Suster itu mengangguk dan berlalu dari hadapan sang dokter. Setelah menutup pintu ia membatin, "Untuk apa dokter Luna memberikan obat kuat pada dokter Arkav?" Suster langsung menutup mulutnya. "Jangan bilang ingin menjebak dokter Arkav. Astaga bar-bar sekali kelakuannya. Ini sih cinta ditolak obat bertindak." Suster itu menangkap sosok Arkav yang dirindukan oleh Luna. Ia pun menyapa, "Hai dokter Arkav. Sendirian aja ya?" "Iya nih. Maklum saja istri baruku baru memberikan servis, jadi takut ketahuan orang banyak bila cara berjalannya berbeda," bisik Arkav sedikit mencondongkan badannya. Suster pun terkesiap. Ada rasa bersalah dalam
"Dokter Vivian? Bisa bicara sebentar?" tanya Arkav pada wanita yang lebih cocok dipanggil ibu. Rekan kerjanya itu tidak memiliki suami namun memiliki anak kandung. "Ya dokter Arkav. Ada yang bisa dibantu?" tanya Vivian saat ia berada di ruangannya, sebentar lagi ia akan pensiun. "Duduk dulu, sepertinya ada hal yang serius."Arkav tersenyum merekah dan duduk. Ia menghela nafas sejenak lalu bertanya, "Begini, saya ingin menanyakan sesuatu yang begitu sensitif. Kejadian ini terjadi pada istri baruku.""Apa itu, dok? Oh ya, mau kopi?" "Boleh."Vivian meracik kopi lalu memberikan pada rekan kerjanya di atas meja. Arkav berterimakasih kemudian melanjutkan cerita. "Jadi begini dokter, apakah mungkin seseorang bisa hamil tanpa melakukan hubungan badan?"Pertanyaan dari rekan kerjanya membuat ia syok. Sebab ia pun pernah melakukannya sendiri untuk bisa mendapatkan anak dari lelaki yang ia cintai namun sudah memiliki istri. "Bisa, bahkan hal itu sering dilakukan untuk mencapai tujuan.""Apak
"Kalian anakku, kah?" tanya Arkav bingung. Ia berpikir bahwa anak kecil tersebut adalah anaknya bersama sang istri, Poppy. Lalu dua bocah itu kompak menunjuk ke sebuah danau."Pasti Poppy, ya?" Kedua anak itu hanya diam saja. Arkav yang merasa rindu dengan mendiang istrinya perlahan mendekati seorang wanita yang mengenakan dress putih selutut dengan membelakanginya. Tanpa aba-aba, Arkav segera memeluk dari belakang. Menghirup aroma yang begitu wangi. Pria berkacamata itu berbisik, "Sayangku Poppy, Mas rindu. Sudah lama aku menantikan hadirmu dalam mimpiku. Anak-anak rupanya tumbuh sehat di sini."Wanita itu tak bergeming. Arkav semakin mengeratkan pelukan. Kembali berujar, "Sayang, apakah kau tidak rindu padaku? Kenapa tidak berkata satu kalimat?"Arkav melepaskan pelukan, memegang pundak sang istri guna membalikkan tubuhnya. Saat wajah wanita itu bersibobrok dengannya, mata Arkav membola sempurna. "Ze-zelona?""ZELONA!" teriak Arkav masih dalam memejamkan matanya dengan gelisah.
Arkav melajukan mobilnya dan bertanya, "Kok tidurnya pisah, kan katanya tadi mau unboxing kan?""Mager," sahut Zelona singkat. Arkav mendelik mendengar perkataan istri kecilnya. Ia berusaha mengendalikan hasrat yang sedari tadi ia tahan. Setelah geloranya dipaksa bangkit lantas dihempaskan begitu saja. Itu sungguh menyiksa. "Sabar, Arkav. Mungkin saja bawaan bayi," gumam dalam hati. Zelona melihat di pinggir jalan ada seorang pedagang buah. Air liurnya menetes melihat sekumpulan buah. "Dokter berhenti di penjual buah. Belikan aneka buah dong. 7 rasa ya. Mau dibikin es kul-kul sama rujakkan.""Oke. Sebentar."Arkav turun dari mobil, ia membeli mangga muda dan matang, kelengkeng, melon, belimbing jumbo, pepaya california, apel, anggur. Sesuai permintaan sang istri, 7 macam buah. Sesampainya mereka di rumah, Zelona segera mengupas segala jenis buah, dipotong kecil-kecil dan ditusuk seperti sate. Arkav bingung memperhatikan sosok wanita yang dengan telaten menekuri buah tersebut. Ia