Share

Bab 5. Aksi dokter Luna

Luna segera pergi menemui pasien yang sedang koma. Ia membuka pintu dan mendapati seorang wanita yang sedang duduk melamun.

"Permisi. Saya ingin memeriksa pasien. Kebetulan dokter Arkav sedang menemani istrinya yang sedang sakit," ujar Luna pada Orlin.

"Baiklah dokter. Silahkan."

"Ibu kelihatan banyak pikiran. Wajahnya terlihat murung. Saya juga ikut sedih mendengar kabar bahwa putri anda mengalami kecelakaan hingga koma".

"Terima kasih banyak atas perhatiannya dokter."

"Iya. Apakah Ibu sudah makan? Jika belum. Makanlah agar memiliki tenaga untuk merawat putri anda." Bujuk Luna halus.

Orlin memang belum sempat makan siang. Ia malas setelah mendengar kabar bahwa anak angkatnya mendadak hamil. Ia memandang wajah anaknya yang terbaring. Kemudian berdiri, "Baiklah dokter. Saya pergi mencari makanan dahulu. Tolong titip anak saya sebentar ya jika tidak keberatan."

Luna tersenyum merekah. Ia berhasil mengelabui dan berucap, " Tidak masalah. Sudah menjadi tugas saya. Jika begitu saya periksa ya."

Orlin mengangguk cepat dan segera keluar dari ruang inap. Luna mengintip dari kaca pintu apakah wanita tadi sudah menjauh. Jadi ia segera mengunci pintu takut bila aksinya akan ketahuan.

Luna memposisikan kaki Zelona ditekuk seperti orang melahirkan. Tangan kirinya yang membawa spekulum segera diletakkan di area vagina untuk melebarkan kateter halus yang berisi cairan bening putih milik dokter Arkav. Lalu ketika dirasa posisi sudah oke, ia mengeluarkan kateter dan mencabut spekulum. Lantas membenahi pakaian pasien.

"Semoga saja kau tidak akan pernah hamil. Keberhasilan sangat rendah." Lirih Luna berkata di telinga Zelona.

Luna yang mengenakan jas dokter dengan rambut pendek itu membuka kunci dan segera duduk cepat. Takut bila Orlin tiba-tiba datang.

Pintu dibuka, muncul Arkav yang membuat lelaki itu berkerut dalam. "Lho, kok sudah ada di sini saja."

"Hmmm, tadinya aku berinisiatif untuk membantumu memeriksa pasien. Kupikir kau masih menunggu Istrimu," jawab Luna tenang.

"Oh begitu ya. Terima kasih banyak. Lantas kemana yang menjaganya? Biasanya ada orang tua, adik atau pacarnya yang menemani. Apakah kamu sudah selesai memeriksa?"

Luna mengangguk dan menjawab, "Hmmm, sudah. Namun belum ada tanda-tanda ia akan bangun. Aku tidak tahu di mana anggota keluarganya. Saat aku kemari hanya ada ibunya dan beliau sedang pergi mencari makanan. Jadi beliau memintaku untuk menjaganya."

"Hmm, begitu ya. Ya sudah aku kembali visit ke beberapa pasienku. Terima kasih untuk yang tadi."

Mata Arkav merotasi ke penjuru ruangan dan tidak mendapati roh Zelona.

"Ya, benihmu sudah kuserahkan ke laboratorium untuk uji kompetensi."

"Kau pikir aku sedang ujian?" canda Arkav dan segera pergi dari ruangan.

Luna menghela nafas panjang dan berujar, "Hampir saja ketahuan. Beruntung saja tadi sudah kuserahkan ke pihak laboratorium. Mampus jika ketahuan. Bisa-bisa aku dipecat nanti. Semua ini kulakukan karena aku begitu mencintaimu Arkav. Meskipun belum bisa memiliki dirimu. Setidaknya aku bisa mencegah kalian berdua memiliki keturunan."

Ia tersenyum licik saat memberikan obat peluruh kandungan dan bukan vitamin pada Poppy. Sehingga Arkav tidak tahu jika istrinya sedang hamil.

***

Upacara pernikahan telah dilaksanakan dengan lancar. Dexon hanya mencium kening Floxa sebagai bentuk penghormatan di depan postur yang menikahkan mereka. Ia juga menjaga perasaan Xander.

"Tidak masalah bila kalian ingin berciuman. Sebab kalian berdua sudah sah sebagai suami istri. Sekali lagi selamat. Papa janji akan memberikan pesta pernikahan setelah semua usai."

Floxa menghambur ke pelukan ayah angkatnya dan menangis bombai. "Ayah, terima kasih banyak atas kebaikan ayah selama ini. Terima kasih telah menjadi wali di hari bahagia yang tidak bisa Floxa katakan."

"Ya, kau wajib bahagia. Jangan pernah sakiti cucuku," pesan Xander dan diberikan anggukkan oleh Floxa. Keduanya melepaskan pelukan. Kini giliran Xander yang perpesan pada Dexon.

Ketika mereka berdua keluar dari Gereja. Zelona mendekat dan mencuri dengar pembicaraan.

Xander berujar, "Meskipun kamu tidak menjadi suami Zelona. Tapi kini tanggung jawab Floxa kuserahkan padamu. Jaga dia baik-baik. Sekarang kau bisa panggil aku papa. Bagaimanapun kau adalah anakku juga."

"Terima kasih banyak, Papa."

"Daddy, jangan percaya perkataan mereka. Keduanya itu licik. Mereka pasti sudah merencanakan semuanya." Ucap Zelona meskipun perkataannya tidak didengar.

"Kalian istirahat saja dulu. Flo, ajak Dexon ke rumah. Ayah akan kembali ke rumah sakit untuk menjenguk kakakmu."

"Ayah, izinkan aku membawa Flo untuk tinggal ke apartemen milikku. Aku akan membawa pakaian Flo untuk dipindahkan. Di rumah ayah terlalu banyak kenangan bersama Zelona, aku tidak ingin menyakitinya untuk kedua kalinya dengan adanya pernikahan ini."

Zelona yang mendengar ilfil dan berkata, "aku justru bahagia tidak menikah denganmu, Dexon! Terima kasih telah membongkar aibmu sendiri."

Zelona segera masuk ke dalam mobil setelah Xander membuka pintu untuk dirinya sendiri.

"Seharusnya aku bersedih saat rohku belum kembali ke ragaku. Tapi untuk sekarang aku merasa sangat beruntung karena tembus pandang. Jadi bisa memantau para penghianat yang pura-pura berlagak baik."

***

"Dokter Arkav!" teriak jiwa Zelona saat berpapasan dengan dokter yang membantunya.

Arkav yang baru saja keluar dari kamar pasien segera mengambil ponsel untuk diletakkan di telinga.

"Oh rupanya kamu. Darimana mana saja tidak ada kabarnya?"

"Aku baru saja menghadiri pernikahan kekasihku dan adik tiriku," ucap Zelona tapi wajahnya tidak murung sama sekali.

"Hei, pernikahan? Sebentar aku duduk dulu. Aku baru saja memeriksa pasien." Ajak Arkav yang segera duduk di kursi. Bersisian dengan Zelona.

"Ya begitulah. Mereka berdua rupanya penghianat. Beruntung saja aku tahu kelakuan mereka. Tapi aku juga bingung bagaimana caranya bisa kembali ke tubuhku," kata wanita yang tembus pandang tersebut menangis.

"Aku tidak tahu pastinya kapan kau akan siuman. Jangan lupa berdoa kepada Tuhan agar diberikan kesempatan untuk hidup. Setelah itu benahi diri."

Tiba-tiba seorang suster mendekat ke arah Arkav dan berkata, "Dokter Arkav. Ada operasi transplantasi ginjal. Dokter sedang ditunggu."

"Astaga. Aku lupa."

***

Zelona memasuki kamar inapnya setelah suster membuka pintu untuk memberikan suntikan di bagian infus.

"Permisi, saya mau memberikan vitamin pada pasien."

"Oh, silahkan suster."

Setelah suster keluar, Orlin melanjutkan perkataannya. "Aku sungguh ibu yang buruk. Tidak bisa menjaga kedua putriku dengan baik."

"Jangan salahkan Mama. Papa juga tidak bisa membantu banyak. Terlalu sibuk bekerja hingga mengabaikan mereka. Papa juga salah Ma," ujar Xander yang memeluk istrinya erat. Mereka kembali menumpahkan air mata.

Zelona mendekati raganya. Ia hendak menyatukan diri. Namun dirinya tidak bisa menyatu.

"Bagaimana ini? Apakah aku akan menjadi gentayangan? Tidak mau!" ia menggeleng kepala dan berteriak histeris. Jiwanya luluh ke lantai. Air matanya menganak sungai.

Sementara itu, dokter Luna yang bersandar di kursi ruangannya sedang menikmati minuman dengan senyum merekah. "Beruntung saja tidak ada yang mencurigai diriku. Sepertinya Poppy tidak akan mendapatkan apa yang dia inginkan."

Ia teringat ketika berada di laboratorium. Menyerahkan sperma Arkav untuk diletakkan di ruang pendingin yang sudah tercampur dengan air.

"Aku tidak sabar menunggu kabar bahwa inseminasi akan gagal."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status