Share

Bab 02. Sakit Tapi Tak Berdarah

      "Sudah bu biar saya saja yang akan menjelaskan pada Vania." ucap Mas Raja mencoba menyakinkan hati Ibu. 

      "Aku tak perlu mendengarkan cerita bohong mu lagi, sudah cukup kau menciptakan kehancuran dalam hidupku. Pergilah kau jauh-jauh dari kehidupan ku!" teriakku mencoba untuk mengusirnya.

      "Vania! Jaga ucapan mu nak, dia orang yang telah menolong mu. Tak sepantasnya kau berkata seperti itu!" bela Ibu.

      Seketika membuat ku ternganga, "apa! Menolongku?" batinku tak menyangka kalau Ibu bisa berkata seperti itu. Aku tak tahu, mungkin selama ini Raja sudah mencuci otak Ayah, Ibuku. 

      Ku tarik lengan Mas Raja untuk segera mengikutiku. 

      "Gila kamu ya Mas, sejak kapan kau mempengaruhi pikiran Ibuku, dasar munafik!" ucapku ketus. 

     "Terserah kamu mau menuduh Mas  seperti itu. Sedikit pun tak ada niat Mas untuk mempengaruhi orang tua mu. Mungkin benar apa yang dikatakan mereka, kalau Mas ini lelaki baik-baik. Ya memang harus begitu, coba bayangkan seandainya kamu menikah dengan Gilang, apakah kamu yakin hidupmu bahagia setelah memiliki madu yang cantik dan kaya raya. Coba bayangkan saja Vania," tuturnya. 

     "Terus kalau memang kamu laki-laki baik, mana mungkin sanggup memperkosa gadis yang tak berdaya. Itu sama halnya dengan lelaki yang gak bermoral. Tidak jauh beda dengan adikmu itu!" 

     "Baiklah sekarang terserah kamu, lagian aku membawa mu keluar bukan untuk membuang waktu. Apa kau tak rindu dengan kekasih hatimu itu?" 

      "Aku capek, aku ingin beristirahat sekejap. Terserah kapan Mas mau membawaku kehadapan pecundang itu."

     "Baiklah, malam ini Mas jemput kamu ya!" ucapnya dan setelah itu Mas Raja pun berpamitan dengan Ayah, Ibuku. 

     "Van, sini sebentar!" panggil Ayah. 

     "Ada apa Yah," tanyaku dan kepala terus menunduk malu. Rasanya tak sanggup aku memandang kearahnya. 

     "Selama ini kamu kemana nak, kami sungguh khawatir dibuatnya. Kalau tak cocok dengan Gilang, mengapa tak membatalkan saja pernikahan itu." 

     "Vania sudah cocok dengannya Yah, tapi Vania tak tahu tentang kebenaran yang di katakan Mas Raja. Malam ini Vania akan membuktikan kebenaran itu!" 

    "Lalu apa yang akan kamu perbuat jika benar adanya Gilang curang terhadap mu?" kini giliran Ibu yang mengintrogasi.

    "Yang jelas Vania gak akan mau bu," Jawabku singkat. 

    "Tapi Ibu lihat nak Raja menyukai dirimu lho Van, kelihatannya dia sosok pria baik-baik." 

     "Hum, apaan sih bu. Adiknya saja seperti itu, bagaimana lagi dengan Kakaknya. Yang jelas Vania ogah berhubungan dengan keluarga penghianat seperti mereka bu."

      "Yah, bu maafkan Vania ya yang sudah buat kalian kecewa dan malu?" ucapku tak terada mengalir bulir bening di pipiku. Ibu pun membalas pelukanku dan dengan lembut dikecupnya keningku. 

     "Sudahlah, yang terpenting sekarang kamu bahagia. Untung Raja membawamu pergi ya kan, coba kalau kamu tetap menikah dengan Gilang apa jadinya ya kan nak?"

      Cukup lama aku bercengkerama dengan Ayah, Ibu. Setelah itu aku berpamitan untuk mandi. 

      Setelah menyelesaikan ritual membersihkan diri, aku pun bergegas membaringkan diri di atas ranjang. Tak terasa aku pun tertidur dan terlelap.

       Serasa baru beberapa menit tidur, aku dibangunkan dengan suara seseorang memanggil namaku. Dengan berat membuka mata, ku melangkah daun pintu. Dan kulihat Ibu berdiri didepan ku. 

      "Hum, ada apa sih bu. Ganggu tidur saja, masih ngantuk nih!"

      "Kamu nih, cepetan bangun, mandi dan siap-siap. Tadi katanya mau ketemu Gilang!" cerca Ibu yang terus mengomel. 

      Aku pun bergegas mandi dan setelah itu berdandan cantik. Aku hanya ingin melihat reaksi Gilang setelah berjumpa dengan ku. Akhirnya selesai juga bedandan ala Vania, siapa sih gak tergoda dengan kecantikan dan keanggunan yang ku miliki. 

      Aku pun menghampiri Mas Raja, entah mengapa matanya tak mau berkedip melihat kearahku. 

      "Hum ...." aku pun berdehem, seketika membuatnya tergugup dan salah tingkah. 

      "Kamu cantik sekali Van," bisiknya di telingaku. 

      Kemudian Ayah, Ibu menghampiri kami berdua. Dengan senyum melebar Ibu mengatakan sesuatu yang membuat ku terkejut. 

      "Kalian terlihat seperti pasangan serasi lho, cantik dan tampan. Ia kan Yah?" ucap Ibu yang membuatku tersipu malu. 

     "Apaan sih bu, sudah ach telat nih!" sahutku mencairkan suasana yang tiba-tiba tegang. 

    "Buat apa sih Van mencarinya lagi, sudah jelas-jelas ada pangeran di samping mu!" celutuk Ibu lagi. 

      Tanpa mempedulikan ocehannya, aku segera berjalan menuju mobil Mas Raja. Setelah pintu dibukakan oleh Mas Raja sendiri, aku menjadi gelagapan dan salah tingkah.  

       Di dalam mobil kami masih saling membisu dengan pikiran masing-masing. 

      "Van apa pun yang terjadi Mas minta kepadamu agar tetap tenang ya. Jangan gegabah." 

      "Aku bukan tipe wanita yang seperti itu Mas, tujuanku hanya ingin membuktikan ucapanmu saja. Tak lebih. Kalau memang wanita itu lebih cantik dan seksi dari aku, dan Gilang bersikukuh untuk memilikinya aku bisa buat apa. Itu haknya, emang dasarnya dia itu lelaki pecundang." ucapku ketus. Mendengar penuturan ku tersebut, kulihat Mas Raja hanya terdiam dan fokus menatap kedepan. 

       Dan akhirnya sampailah kami di depan sebuah rumah mewah. Tapi aku terheran melihat begitu banyak mobil mewah terparkir di halaman dan kanan kiri sisi jalan. 

      Setelah Mas Raja turun, di bimbingnya diriku untuk masuk kedalam. Setelah di dalam ternyata acara sudah dimulai. Seketika membuat diriku tak mampu lagi melangkah, tepat di hadapanku berdiri sosok pria yang pernah singgah di hatiku. Dan bahkan sudah mengikatkan sebuah cincin di jemariku ini. Terlihat sekali kemesraan antara mereka berdua, dengan rasa malu-malu mereka bercumbu di depan para tamu undangan. Dengan tepuk bersorai mereka tertawa ria. Gilang dan wanita itu saling bercumbu mesra. Karena tak kuasa lagi melihat hal yang menjijikkan itu, dengan segera aku melangkah berbalik arah meninggalkan rumah tersebut. Tak ku pedulikan lagi kondisiku saat ini. Aku terus berjalan tanpa tahu arah, hingga tak ku pedulikan tiap pasang mata memandangku kasihan. Karena lelah dan terus berjalan, akhirnya aku terkulai lemas. Dengan terus ku paksakan terus berjalan dan menangis sesunggukan tak kepedulikan saat Mas Raja mencoba mengejarku. Aku kira diriku akan tegar setegar mungkin, tapi aku hanyalah seorang manusia biasa. Yang tak mampu membendung gejolak dihati. 

       Terbayang sekali saat Gilang mencumbui pasangannya itu. Oh Tuhan, kuatkanlah hatiku ini. Rasanya aku ingin mengakhiri hidupku ini. Aku mencoba berlari dan terus berlari. Hingga pada akhirnya aku merasa gelap, dan aku terjatuh. Setelah selanjutnya aku tak tahu lagi apa yang terjadi dengan ku. 

        Tiba-tiba aku mendengar suara seseorang memanggil namaku. "Vania, Vania," mataku mencoba mencari sumber suara tersebut tapi tak kunjung kutemukan. Ku lihat kembali wajah Gilang yang tertawa seolah-olah tengah mengejek dengan kekalahan ku. 

     

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status