Dengan menahan amarah yang sangat ingin meledak, Brian kini telah duduk di depan penghulu. Dia sama sekali tak berkeinginan untuk menikah lagi, tetapi ancaman istrinya sungguh tak bisa dia abaikan. Saat itu Azzura benar-benar menatapnya dengan kesungguhan. Tak terlihat jika dia sedang bercanda.
"Jika Mas nggak mau memenuhi permintaanku kali ini, maka ceraikanlah aku!"
Ucapan Azzura saat sebelum berangkat ke tempat ini sungguh bisa membuat langitnya runtuh. Bahkan Brian nyaris tak percaya jika yang mengucapkan hal itu adalah istri yang telah dua belas tahun ini mendampinginya, yang dia cumbui dengan sepenuh hati.
Brian yang takut kehilangan Azzura, tentu saja langsung menyetujui pernikahan ini. Mana mungkin dia bisa hidup tanpa istrinya itu? Azzura adalah separuh jiwanya dan seluruh napasnya.
"Saudara Brian. Apakah Anda siap!" tanya penghulu.
Di rumah sederhana itu hanya ada seorang penghulu, Azzura, dirinya, dan juga empat orang lainnya yang bertin
Azzura keluar dari kamar yang dia berikan untuk Vio. Wanita itu mencari suaminya yang ternyata malah masuk ke dalam kamar mereka."Mas. Kenapa kamu ada di sini?" tanya Azzura. Dia mendekati Brian yang terduduk di atas kasur milik mereka. Tak ada cahaya di wajahnya. Brian sama sekali tak mau melihat ke arah istrinya. Dia masih sangat marah pada ancaman Azzura tadi, sehingga membuatnya sama sekali tak berkutik."Apa maksud semua ini, Zura?" Zura melihat kilatan amarah di mata Brian. Sesuatu yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Apa dia sudah keterlaluan?"Mas sudah menikah dan memiliki dua istri," jawab Zura dengan entengnya. Padahal saat ini rahang Brian sudah mengeras hingga Azzura bisa melihat dengan jelas otot-otot di sekitar rahangnya itu.Azzura benar-benar menahan segalanya saat ini. Dia kini telah memiliki seorang adik madu, sudah sepantasnya dia membuat Brian berlaku adil pada keduanya.Brian menggeleng, "Kamu itu kena guna-guna apa sama g
Dalam pikiran Azzura, dia sudah menyiapkan semuanya. Dia akan baik-baik saja ketika melihat Brian bermesraan dengan Vio, tetapi nyatanya tidak. Dia tidak baik-baik saja saat ini."Lepas!" Vio mendorong tubuh Brian agar menjauh darinya. Dia merasa bersalah ketika melihat wajah shock Azzura."Mbak Zura ... saya--"Azzura menaikkan tangannya memberi isyarat pada Vio untuk menghentikan ucapannya. Wanita itu mengangkat kepalanya, dia mencoba tetap melengkungkan bibirnya saat ini."Tenang saja, Vio. Aku nggak papa," ucap Azzura sembari berusaha menahan tangisnya yang sebentar lagi mungkin akan pecah. Azzura melirik ke arah Brian yang sama sekali tak melihat ke arahnya. Suaminya itu memilih untuk memunggungi istrinya."Mbak, aku--""Aku permisi dulu. Selamat menikmati malam pertama kalian." Azzura berbalik, dia meninggalkan kamar itu dengan berlinangan air mata. Ini bukan salah Vio maupun Brian, ini semua murni salahnya. Dia kira akan kuat, tetapi
"Kenapa Mbak Zura menyuruh saya menikah dengan Mas Brian?" Tentu saja Vio penasaran . Bukan hanya Vio mungkin, tetapi seluruh orang akan mempertanyakan keputusan Zura kali ini."Kamu nggak perlu tahu, Vio. Kamu hanya perlu melakukan kewajiban kamu sebagai istri Mas Brian." Azzura tersenyum saat ini. Namun, Vio tahu di dalam senyum itu tersimpan sebuah luka yang dia pendam sendiri.Vio ingin tahu lebih lanjut, tetapi dia memutuskan untuk kembali mengunci rapat bibirnya. Benar jika hubungan mereka kini adalah keluarga, meski dari ikatan yang aneh. Tetapi Vio harus sadar bagaimana posisinya di rumah ini."Kamu sarapan dulu." Azzura menyerahkan nampan yang berisi makanan untuk Vio. Azzura tahu ini berat untuk Vio, untuknya, dan untuk Brian. Tetapi, keputusan ini telah dia pikirkan matang-matang. Dan dia harus tetap menjalaninya apa pun yang terjadi."Mama ...." Seorang anak perempuan berusia 11 tahun berlari menuju ke arah Azzura. Dia merentangkan tangannya,
"Brian, bangun! Kenapa kamu tidur di sini?" Seorang wanita paruh baya mengguncang tubuh Brian yang tengah meringkuk di sofa. Dia seperti seorang anak yang pulang telat dan tidak dibukakan pintu oleh ibunya.Brian terbangun, dia mengucek matanya. Brian yang masih mengantuk itu pun menguap. Entah jam berapa dia akhirnya tertidur, setelah lama terjaga semalam. Dia bisa gila jika seperti ini terus."Brian, bangun! Kamu belum jawab pertanyaan Mama." Amalia-ibu Brian -bingung saat mendapati anak lelakinya itu tidur di rumahnya. Bukannya tak memperbolehkan, tetapi ini baru sekali terjadi semenjak anaknya itu menikah.'Apa mungkin Brian dan Azzura bertengkar hebat?' tanya Amalia dalam hati. Selama dua belas tahun Brian menikah, baru kali ini Brian seperti ini.Brian membuang napas kasar, "Pertanyaan yang mana, Ma?" Lelaki itu sepertinya masih mengantuk. Dia masih enggan untuk membuka mata."Kenapa kamu tidur di sini, Brian? Apa kamu bertengkar dengan Azzur
Brian berangkat ke kantor dari rumah orang tuanya. Dia enggan untuk pulang ke rumah karena enggan bertemu dengan Vio, istri mudanya.Jika lelaki lain berlomba-lomba menyembunyikan istri keduanya dari sang istri pertama, tetapi Brian berbeda. Dia malah sangat membenci istri mudanya itu. Di sini yang aneh Brian atau Azzura? Entahlah.Meski telah berusia 35 tahun, langkah Brian mampu mengambil alih perhatian orang-orang di sekitarnya. Para karyawan di perusahaan miliknya, sering menyebutnya sebagai 'Hot daddy'. Seorang pria matang, tampan, dan juga hot yang sangat menyayangi keluarganya. Gelar yang memang benar-benar cocok untuknya."Pagi, Pak," sapa Risa saat Brian terlihat berjalan ke arahnya. Risa berdiri, sedikit membungkuk sesekali melihat ke arah bos-nya itu. Tampang Brian kali ini sungguh sangat menyeramkan yang berarti Risa harus ekstra hati-hati sepanjang hari ini."Ngeri ..." Risa bergidik saat Brian telah memasuki ruangannya, "sampai kapan si bos
"Kamu nggak usah sok deket sama anak saya. Sampai kapan pun, aku nggak bakal anggap kamu." Perkataan Brian barusan sungguh membuat Vio terluka. Ingin rasanya dia melempar wajah Brian dengan botol air mineral yang ada di tangannya. Andai saja dia tak teringat bahwa Brian saat ini adalah suaminya dan juga karena dia menghormati Azzura."Aku nggak maksud sok deket, Pak. Aku hany--""Alah!" Brian mengibaskan tangannya, "Yuk, Kyra. Kita masuk mobil." Brian menggandeng lengan Kyra. Gadis itu menurut pada ayahnya. Vio hanya bisa membuang napas kasar. Menyesal dia mengira jika suami Azzura itu orang yang baik. Dia akan menarik semua ucapannya waktu itu."Kamu!" teriak Brian yang berhasil membawa Vio ke alam nyata, "kenapa malah bengong?! Kamu mau aku tinggal?!" Tak ingin membantah, Vio segera saja mengekor pada Brian dan juga Kyra. Jika melihat interaksi antara Brian dan juga Kyra, Vio sangat yakin jika Brian adalah sosok ayah yang sangat baik.Tiba-tiba saja Vio
Vio benar-benar tak bisa menjawab apa yang menjadi pertanyaan Brian. Dia tak bisa menjawab kenapa dia tak menolak rencana Azzura jika memang dia tak menginginkan pernikahan ini?Sejak hari itu, Brian tetap bersikap ketus pada Vio. Dia sama sekali tak menganggap keberadaan Vio. Tetapi kapan Brian menganggap Vio itu ada? Bukankah sejak awal, lelaki itu sudah mengibarkan bendera perang dengan Vio.Malam ini, Vio harus menemani Kyra ke pesta ulang tahun salah satu temannya yang bertempat di salah satu hotel bintang lima. Dia harus menyamar sebagai pengawal untuk Kyra, seperti apa yang dikatakan oleh Azzura. Tetapi, jujur Vio malah menikmati pekerjaan ini ketimbang harus menjadi istri dari Brian Pradipta. Bahkan dia ingin melupakan kenyataan itu."Kenapa, sih, Kak Vio harus ikut sama aku?" ucap Kyra kesal. Dia sudah seperti anak bayi yang dijaga oleh baby sitter dan itu membuatnya malu. Di sekolah saja sudah banyak yang mengejeknya, dan dia terpaksa harus cemberut se
Vio berdiri di kejauhan. Dia terus mengamati ke arah gadis yang tengah tersenyum pada teman-temannya itu. Dia tak boleh kecolongan, itulah kira-kira pesan dari Azzura. "Hai, kamu masih ingat denganku?" Fokus Vio terganggu ketika ada seseorang menepuk bahunya. Saat Vio menoleh, dia bisa melihat sesosok pria tampan dengan senyum manis. Pria yang beberapa waktu yang lalu dia temui bersama dengan Azzura. "Dokter--" "Nggak perlu manggil dokter kalau di luar. Panggil saja Adrian." Lagi-lagi Vio terpaku akan senyum lelaki itu, senyum paling mempesona yang pernah Vio lihat. "Eh, iya. Adrian." Vio menunduk malu-malu. Ada apa dengannya kini? Kenapa dia malah berdebar-debar seperti ini? Vio memegang dadanya, dia merasakan jantungnya terus bertalu, berlomba untuk menjadi yang semakin cepat. 'Bolehkah aku seperti ini?' batin Vio. Dia benar-benar tak bisa mengusir perasaan ini. Dia b