"tidak aku tidak mau perceraian adalah perkara yang sangat dibenci Tuhan dan tidak boleh dilakukan kecuali dengan alasan yang sangat mendesak. Aku tidak pernah berbuat selalu dimata menyakitimu aku selalu menafkahimu lahir dan batin dan juga bersikap baik kepadamu dan anak-anak Jadi kau tidak punya alasan untuk meminta cerai dariku, Mutiara."
"Mas, dengan menyembunyikan hubunganmu seperti itu kau telah cukup memberiku alasan untuk meninggalkanmu.""Bahkan pengadilan agama pun akan mempersulit alasan permintaan caramu hanya karena aku menikah lagi. Kau akan kerepotan karena harus membayar biaya dan mendatangkan saksi juga keluarga kita akan merasa sangat malu dengan semua ini."Apa itu berusaha memegang kedua bahuku lalu menatap mataku berusaha untuk membujuk diri ini agar tidak terpaku dengan keputusanku. Tapi hati ini sudah terlampau sakit bagai ditusuk duri, berdarah-darah dan sulit disembuhkan lagi. Aku ingin segera lepas dari ini agar aku tidak lagi memandang wajahnya. Bukan karena aku benci, aku khawatir rasa cintaku menyakiti dan membunuhku secara perlahan.Lalu, aku hanya menggelengkan kepala sambil mendesah lemah. Kutolak setiap tatapan dan bujukan darinya. Waktu semakin bergulir dan hampir menunjukkan pukul 11.00 malam. Aku mulai merasa mengantuk dan kelelahan ditambah dengan tekanan mental yang sudah menguras energiku. Aku benar benar lelah."Aku mau istirahat Mas Aku mau tidur.""Tolong jangan menghindariku mutiara, aku tahu kau tipikal istri yang tidak akan meninggalkanku, kalau masalah di antara kita belum selesai.""Ini bukan permasalahan yang bisa diselesaikan dengan mudah, ini adalah sebuah pukulan yang sangat menyakitkan untukku, aku sangat terluka Mas, sangat."Kusingkirkan tangannya dariku lalu aku ke atas keranjang kemudian merebahkan diriku ke atas tempat tidur. Sambil menunggui dirinya Aku berusaha untuk menyembunyikan air mata yang mau tidak mau harus menetes lagi di atas bantal.Hendak memejamkan mata tapi aku terus teringat dengan wanita berbaju biru dan jilbab Milo tadi siang. Dia sangat cantik elegan dan berpenampilan mewah. Dia terlihat bekerja di perusahaan yang sama dengan suamiku artinya mereka selalu bertemu di waktu.Lantas Kalau bertemu tiap waktu apa saja yang mereka lakukan, apakah mereka selalu makan siang bersama atau berjumpa mesra di jam-jam sepi? Apakah Mas Faisal juga menggenggam tangannya dan memeluknya dengan mesra seperti perlakuannya padaku? Apakah mereka juga berciuman dengan hangat sampai lupa segalanya hingga bercinta dengan penuh gairah? Kalau dipikir, Semua itu menyiksa batin dan perasaanku hingga aku nyaris saja menggila dan ingin berteriak."Ah, Tuhan, hatiku sesak tiada terkira tolong bantu aku untuk menyembukan luka yang kian menyakitkan ini," gumamku sambil kembali mengusap air mata di pipi.Mau disembunyikan sekuat apapun tetap saja Mas Faisal yang ada di sisiku mengetahui kalau diri ini sedang menangis. Dangan perlahan dia menyentuh bahuku lalu pelan-pelan dari belakang tangannya menyelusup ke sela pinggangku. Dia merangkulku dari belakang selalu mengecup tengkuk ini dengan begitu lama. Aku merasakan sentuhan bibir dan Helaan nafasnya yang hangat di bagian leher belakangku, biasanya aku menyukai hal itu dan tentu saja rangsangan demikian membuat libido ini akan meningkat, tapi kali ini aku sama sekali tidak terpengaruh. Bahkan setelah 24 tahun untuk pertama kalinya aku sama sekali tidak tertarik dengan sentuhan suamiku."Kau menjauhlah, beri aku ruang dan waktu untuk berpikir dan menyembuhkan luka dan rentetan sakit yang kau berikan.""Aku hanya memelukmu aku tidak melakukan hal yang melampaui batas sebagai seorang suami."bukannya malah melepaskanku pria itu semakin erat memeluk diri ini ke dalam pelukannya."Aku tidak sanggup dengan sakit ini Mas, semakin kau memeluk semakin menganga luka di hati ini." Suara ini karena sudah tidak sanggup lagi menahan kesedihan. Air mata yang terus aja tumpah dari tadi siang membuatku semakin lemah dan tidak berdaya bahkan kepalaku berdenyut dan mulai pusing."Aku lemas dan ingin tidur dengan tenang jadi tolong jangan ganggu aku.""Aku minta maaf Mutiara, Aku mungkin tidak bisa mengendalikan diri saat menahan kerinduanku pada Rima. Tapi di puncak semua itu kau tetaplah wanita yang bertahta di hati ini, Kau adalah wanita dengan kasta tertinggi yang menguasai jiwaku, Aku benar-benar mencintaimu mutiara.""Di bagian yang mana kau mencintaiku?" Perih dan sesak nafas ini saat bertanya seperti itu, rasa-rasanya aku tidak mau menerima kalimat manis dan ungkapan cinta darinya karena itu sakit di telinga dan menghujam dadaku bagai tombak yang tajam."Pengabdianmu, kasih sayangmu dan penghormatanmu kepadaku, juga dedikasimu terhadap anak-anak kita.""Sudah kubilang aku hanya wanita yang dikontrak di dalam akad nikah. Jadi aku hanya melaksanakan tugasku. Anggaplah karena kau sudah memberi nafkah maka aku membayarnya dengan melayanimu."Sejenak suamiku terdiam tangannya terasa terguncang dan dari tarikan nafasnya aku bisa tahu kalau dia sedang menangis. Entah dia merasa sangat malu dengan kata-kata yang baru saja kuucapkan ataukah dia menyesal telah melukai hatiku, tapi yang pasti itu di antara kedua alasan di atas."Kenapa kau menangis?""Aku menyesal tidak memberitahumu dari dulu agar kau dan terima bisa berdamai dan kita bisa hidup bahagia dalam satu atap dan keluarga."Astagfirullah bukannya dia menyesal karena menyakitiku malah penyesalannya karena tidak segera menyatukan Rima di dalam atap kami. Astaghfirullah, hatiku semakin berdarah saja.Hari ini adalah hari Minggu dan minggu ini terasa terasa damai karena udara berhembus sejuk dan matahari bersinar dengan cerah. Daun-daun tumbuhan yang ada di sekitar rumah nampak hijau dan bunganya bermekaran, aku merasa senang menatapnya, perasaanku juga lebih cerah karena kelima anak kami berkumpul di rumah. Pukul 07.00 pagi kusiapkan sarapan lalu kami berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama dan membicarakan impian-impian kami di masa depan. Anak-anak juga mengutarakan harapan mereka tentang karir dan kehidupan pribadinya, termasuk Nanda dan Nindy yang sebentar lagi akan menyandang gelar sarjana kedokteran.Kami juga membicarakan strategi bisnis dan bagaimana Mas Rusdi bertahan dengan kencangnya krisis dan persaingan antar perusahaan. Seperti biasa suamiku selalu memberikan arahan dan contoh-contoh kebijakan kepada kelima anak kami agar mereka punya bekal di masa depan dan belajar dari pengalaman itu.Tring....Saat kami asik sarapan, tiba-tiba ponselku berdering dari atas
Ya, waktu bergulir digantikan dengan hari dan musim-musim yang baik. Hubunganku dengan orang-orang sekitar juga jadi lebih baik, pun hubunganku dengan keluarga suamiku, serta dengan keluarga ayahnya anak anak. Mantan mertua yang dulu pernah sangat membela rima dan menyudutkanku, kini berbalik arah menjadi seperti semula baik dan penuh perhatian.Di akhir pekan kami sudah canangkan untuk berkumpul dengan keluarga sebagai bentuk quality time kami. Kadang pergi ke keluarganya Mas Rusdi kadang juga pergi ke keluargaku atau mungkin kami semua akan pergi piknik ke suatu tempat. Senang rasanya mengumpulkan kerabat dan keluarga besar di satu tempat lalu kami makan nasi liwet atau menikmati Barbeque sambil bercanda tawa dan melepas kerinduan.Tidak ada lagi permusuhan dan pertengkaran, terlebih sekarang anak-anak mendewasa dan mulai sibuk dengan kegiatannya menghasilkan uang, Rina juga semakin giat bekerja karena dia yang paling punya rencana untuk segera menikah.*Suatu hari aku dan Mas
Tidak lama kemudian setelah aku mengatakan itu mas Faisal keluar dari ruang sidang dengan didorong oleh Reno. Polisi memberi kesempatan kepada Rima untuk berpamitan kepada suami dan anaknya. Saat baru saja selesai berdebat denganku wanita itu kemudian beralih kepada suaminya sambil memicingkan mata dengan kesal."Hah, suamiku ...." Wanita itu tertawa sih ini sambil memandang Mas Faisal sementara suaminya menjadi heran dengan tingkah istrinya."Rima, maaf karena tidak ada yang bisa kulakukan untuk mendukungmu.""Tentu aja tidak," ucap wanita itu sambil bertepuk tangan ke wajah suaminya. "Kau sedang berada di kubu mutiara, suami dan anakku sudah berpaling dariku dan lebih memilih mantan istrinya. Aku bisa apa?!" Ucapnya Sambil tertawa dan memukul dadanya sendiri. Reno merasa tidak enak pada kami segera mendekat dan mencoba merangkul ibunya."Mama, tenangkanlah diri mama, kami akan cari pengacara agar mama bisa mendapatkan sedikit keringanan hukuman dan tetaplah bersikap baik selama be
Aku masih terdiam memikirkan percakapan kami beberapa saat yang lalu di rumah Mas Faisal. Sementara suamiku di sisiku mengemudi dengan tenang sambil mengikuti beberapa senandung lagu yang diputar di radio."Aku minta maaf ya Mas, aku sempat berpikiran negatif tentang dirimu._"Suamiku hanya menarik nafasnya lalu tersenyum dan menggeleng pelan,"Siapapun bisa berprasangka jika tidak diberi keterangan dengan lengkap. Kalau hanya mendengar berita sepotong-sepotong saja kadang seseorang akan menjadi salah paham. Karena aku menyadarinya, maka aku meluruskannya.""Kenapa kau tidak merasa tersinggung sama sekali atau kecewa padaku yang sudah berprasangka?""Kenapa aku harus bersikap sensitif kepada istriku? Wanita adalah tulang rusuk, kalau dia dipaksa lurus, atau dengan kata lain dia dipaksa untuk selalu pengertian dan memahamiku, maka itu adalah keputusan yang salah.""Aku terkejut karena kau sangat pengertian Mas.""Aku selalu pengertian dari dulu," jawabnya sambil membelokkan kemudi mob
"Agak lama rupanya kalian membuat kopi ya," ucap Mas Rusdi sambil menatap diriku dan Reno yang canggung karena dicurigai olehnya."Kami berbincang sebentar, berbasa-basi sambil saling menanyakan kabar karena aku dan reno sudah sama tidak saling menyapa secara pribadi."Lelaki yang telah menjadi suamiku selama 2 tahun lebih itu menatap aku dan mantan suamiku secara bergantian lalu anak tiriku."Aku menangkap kecurigaanmu terhadapku dan aku tahu pasti Reno sudah memberitahu semuanya," ujar Mas Rusdi."Aku tidak mengerti apa yang kau katakan Mas, ayo minum kopinya," ucapku sambil meletakkan cangkir kopi di depannya."Melalui kesempatan ini aku ingin bicara dari hati ke hati dengan kalian, terutama dengan Faisal.""Ada apa?" tanya Mas Faisal dengan wajah sedikit kaget dan bingung."Aku minta maaf karena apa yang kulakukan sudah sejauh ini cukup menyakiti perasaanmu tapi aku tidak punya pilihan lain untuk mengungkapkan kebenaran sehingga aku harus membawa istrimu ke rumahku. Percayalah,
Melihat sikap suamiku yang seolah berbeda dari kenyataannya, Aku jadi penasaran sudah sejauh apa yang dia lakukan untuk melindungi kami. Aku memang mencintainya dan percaya padanya aku yakin atas semua keputusan dan tindakannya tapi aku tidak ingin dia terlalu berlebihan dan sampai berlumuran dosa.Dosa kemarin saja belum dicuci dan ditebus apalagi sekarang ditambahkan dengan dosa-dosa yang baru. Sungguh aku tak sanggup. Kini kami menyambangi Mas Faisal yang terlihat terbaring di sebuah kasur yang sudah disediakan di ruang tv. Dari dulu kebiasaannya Ia memang suka berada di ruang tengah kalau sedang sakit, agar dia bisa melihat aktivitas anggota keluarga dan tetap bersama dengan orang orang yang dia cintai sepanjang waktu. Tapi itu dulu, saat bersamaku. Kami basa basi sejenak, hingga akhirnya Mas Faisal meminta Reno untuk membuatkan minuman ke dapur."Reno, minta asisten untuk membuatkan kita minuman.""Si mbak lagi libur Pa, aku aja yang buatkan," jawabnya."Biar umi bantu," ujar
Minggu-minggu ini aku dan keluargaku sangat sibuk, setelah berkutat dengan kasus tentang Rima, anak-anakku disibukkan dengan bergantian menjenguk dan menjaga ayah mereka. Seminggu aku tidak keluar rumah karena sibuk mengurusi suami dan anak-anakku. Aku juga melakukan healing dengan membereskan perabotan dan menata koleksi piring keramik yang kusukai. Juga aku juga pergi menghabiskan waktu dengan mas Rusdi untuk menenangkan pikiranku dari beberapa konflik yang terjadi di minggu-minggu kemarin.Banyak hal yang sudah kami bicarakan, terkait rencana di masa depan, bagaimana kelancaran usaha serta pendidikan anak-anak. Aku dan suamiku berkomitmen untuk tetap bekerja keras demi keluarga kami. Meski suamiku sudah dibilang pensiun dengan semua usaha dan kekayaannya serta sudah punya banyak investasi tapi tidak menjadikan hal itu sebagai alasan untuk berleha-leha saja. Kami berkomitmen untuk tetap giat sambil menghabiskan masa-masa bersama dengan bahagia.Kami juga menyempatkan waktu untuk
Hatiku memanas mendengar ungkapan dan kejujurannya, ternyata selama ini dia dan Mas Faisal mempermainkan perasaan dan akalku. Mereka memanfaatkan ketulusan hatiku untuk bersenang-senang dan menertawai kepolosanku yang selalu percaya pada suami, aku seperti mainan yang ditonton dari jauh dan ditertawakan. Aku seperti lelucon yang layak dijadikan komedi dan seperti hiburan gratis bagi mereka berdua. Miris dan menyakitkan sekali. Wanita itu masih tertawa di hadapanku sementara aku tetap tenang memperhatikan ia berbahagia dengan semua ilusi di dalam hatinya, kubiarkan ia mengenang masa lalu karena mungkin dengan begitu ia bisa meredakan penderitaan di hatinya atas kenyataan yang ada. Sekalipun dia bahagia telah menipuku tapi kenyataan yang ada di depan matanya tidak bisa dihindarkan, penjara dan hukuman sudah menunggu, tidak ada yang bisa menyelamatkan dia karena bukti sudah kuat dan saksi juga telah memberikan keterangannya.Dia masih tergelak, tergelak, menertawai kebodohanku yang sela
Banyak yang terjadi setelah aku pulang dari rumah sakit, aku dan ketiga putra putriku sempat duduk di ruang keluarga untuk membahas masalah ayah mereka yang sakit, dan tentang apa yang akan terjadi di masa depan, antara mereka, Reno dan ayah mereka."Kami tidak masalah memperbaiki hubungan dan menerima mereka baik baik, tapi kalau si Reno banyak tingkah tentu saja aku tidak akan tahan," ujar Rena."Dengan apa yang terjadi kurasa anak itu sudah banyak belajar Kak," ujar Felicia sambil menatap kedua kakaknya."Aku harap begitu, dalam konflik yang terjadi di keluarga kita ini ... tidak ada seorangpun yang menang, ibaratnya, menang jadi arang dan kalah jadi abu.""Hmm, benar, tapi Umi tidak pernah merasa berkompetisi dengan tante Rima. Tante rimalah yang menganggap Umi sebagai saingan dan selalu berusaha mengalahkannya, ujungnya dia pusing sendiri lalu putus asa dan mengambil jalan pintas yang tidak ia pikirkan konsekuensinya. Sekarang, setelah semuanya hancur barulah timbul penyesalan d