ga nyampe klo Rad disuruh simpati wkwkw
“Kamar untuk Anda sudah siap.” Alex melapor dari depan pintu kereta, sambil menggosok hidungnya yang kemerahan karena tersapu udara dingin sejak tadi. Berkuda saat salju turun tentu bukan pilihan, tapi karena tugas dia harus melakukannya. “Ya.” Rad membuka pintu kereta, lalu mengulurkan tangan membantu Bree turun. “Aku harap kalian juga mendapat tempat yang hangat,” kata Bree, kepada Alex dan kelima anak buahnya yang menunggu di depan penginapan. “Tentu, Duchess. Kami akan baik-baik saja.” Alex membungkuk, sementara Bree meneruskan langkah masuk ke penginapan. Penginapan yang tentu mewah kali ini, karena memang biasa dipakai untuk singgah kaum bangsawan saat bepergian keluar Paris. Rombongan Rad dan Bree saat pulang, sangat berbeda jauh dengan saat berangkat. Alex kali lagi memaksakan diri untuk mengawal mereka bersama dengan anak buahnya. Dia tentu amat heran saat tahu jika Rad datang ke Paris hanya berdua saja bersama Bree. Tapi setelah Rad memberi alasan mereka ke Paris unt
Ile Saint-Louis---daerah yang menjadi tujuan Rad, adalah area pemukiman bangsawan yang cukup mewah. Jalanan berbatu teratur, dengan rumah-rumah besar yang masih terlihat sepi pastinya. Kebanyakan penghuninya masih menikmati sarapan di dalam. Karena itu kehadiran dua ekor kuda yang membelah kesunyian jalan berbatu pagi-pagi itu cukup mencolok. Satu kuda berisi Rad dan Bree, sedang yang lain adalah Alex. Sebenarnya Rad tak ingin Alex atau siapapun ikut, tapi Alex bersikeras. Tadinya Rad menemui Alex hanya untuk bertanya dimana letak Ile Saint-Louis yang kemarin disebut Ben sebagai tempat tinggal Blanche. Tapi setelahnya Alex tidak melepaskan mereka berdua. Alex menaikkan status keamanan semua bangsawan, dan tidak mengizinkan Rad keluar berdua saja dengan Bree. Percobaan pembunuhan dan kebakaran tentunya membuat seluruh jajaran pengamanan--khususnya Knight, menjadi lebih waspada. Tak ingin bertengkar dan memperpanjang masalah, Rad akhirnya membiarkan Alex ikut bersamanya. Jadilah k
Bastien terlihat menunduk semakin dalam. Tusukan yang diterima akibat kejujuran Rad, cukup dalam dan menyakitkan. Butuh beberapa saat sebelum akhirnya Bastien kembali bisa bicara, dan mengatakan apa maksud sebenarnya. “Bukan itu maksudku. Aku ingin tahu apakah Ben akan kembali menjadi seperti semula,” jelas Bastien. “Maksudmu kembali menjadi manusia biasa? Seperti Ben yang dulu?” Bastien mengangguk perlahan Rad menggeleng. “Tidak mungkin. Kemungkinan besar tidak akan pernah. Ben sudah sampai pada titik dimana dirinya yang dulu sudah benar-benar hilang. Tak ada yang penting lagi di matanya, kecuali bagaimana cara untuk mendapatkan kekuatan yang lebih lagi. Sudah terlihat jelas kemarin bukan?” Dan jawaban itu menusuk Bastien semakin dalam. Pria itu memalingkan wajah, sementara menghela napas yang terdengar tersendat. Tentu menahan emosi agar tidak terlihat memalukan di hadapan Rad. Tapi Rad memang jujur. Dia tak akan memberi harapan palsu. Yang dia tahu dari sifat manusia adalah
“PERGI!” Rad merasa mendapat usiran, karena saat mendengar teriakan itu kakinya baru saja menyentuh lantai balkon kamar Bastien. Tapi tentu usiran itu bukan untuknya. Mengintip dengan hati-hati melalui kaca pintu balkon yang tidak tertutup tirai, Rad melihat Bastien berbaring, dengan tangan menunjuk pintu, Sementara pelayan membungkuk di kaki ranjang, terlihat ketakutan. “Anda harus meminum…” “Aku sudah katakan agar kalian pergi! Aku tak ingin melihat siapapun!” Bastien memotong dan tangannya kembali menunjuk pintu. Sekitar tiga pelayan dan satu perawat yang ada di kamar itu, semuanya membungkuk, lalu keluar dari kamar. Bastien lalu menutup wajahnya dengan kedua tangan, tapi tidak mengeluarkan suara apapun. Rad tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi kemungkinan besar, dia sedang tidak baik-baik saja. Tidak mungkin Bastien akan baik-baik saja setelah mengetahui anaknya bermaksud membunuh dirinya. Pengusiran itu adalah contoh tidak baik-baik saja. Tapi apapun perasaannya, keput
Rad duduk diam di atas ranjang, sambil memejamkan mata. Menajamkan kemampuan mendengar. Saat berusaha seperti ini, Rad bisa menangkap percakapan ribut yang ada di luar. Rad ingin menampung semua suara kegemparan, berusaha untuk mendengar segala gunjingan dan berita yang beredar di istana.Intinya, Rad sedang menguping. Hal yang selama ini tidak pernah dia lakukan karena tidak ingin mendengar pembicaraan orang lain yang menurutnya tidak penting. Rad biasa mengatur kemampuan telinganya, agar tidak merasa lelah, dengan mendengar hal yang tidak diinginkan. Tapi saat ini Rad membutuhkan hal-hal tidak penting yang dibicarakan orang. Semua gosip yang beredar saat ini penting baginya. Rad perlu tahu, untuk menakar pengetahuan penghuni istana tentang apa yang sebenarnya terjadi tadi malam. Seluruh lingkungan istana jatuh dalam kegaduhan. Kebakaran dan Bastian yang terluka adalah gosip yang cukup menarik, untuk mengundang siapa saja angkat bicara. Belum disusul dengan berita menghebohkan la
Kini Rad mengerti kenapa Ben membuat perlombaan seaneh itu. Baginya manusia tidak lebih dari makhluk yang bisa dimanfaatkan. Tidak terlalu berharga. Anggapan Ben, manusia atau hewan sama saja. Ben tak terlalu menimbang apakah pantas atau tidak, saat memperlakukan pelayan seperti itu. Kekuatan itu, meracuni otaknya dalam kadar yang akut, tak bisa berbalik lagi. “Apa kepalamu berapa kali tersambar petir sampai bisa berpikir seperti itu?!” Rad melompat berputar di udara, saat dua petir menyambar bersamaan ke arahnya. Terdengar dengusan dari Ben yang kini berjalan mendekati Rad. “Kau Inhumane yang sudah kuat dari lahir! Kau takkan tahu bagaimana rasanya dihina karena lemah. Kau mendapat semuanya, bahkan ayahku juga selalu mendengar pendapatmu. Menurutnya kau lebih pintar dariku. Tapi kini dia akan paham jika aku bisa menjadi seperti dirimu, bahkan lebih hebat lagi!” Ben kembali mengeluarkan tawa sinting yang membuat Rad menggelengkan kepala. “Kalau itu maumu, serang aku!” kata Rad