Siang hari ini rumah Naya terasa ramai. Dirinya kedatangan adik iparnya dengan dua anak yang sudah sangat ramai saat mereka datang."Qila jangan lari-lari. Astaga," terlihat Anita sedang memarahi putri pertama mereka, yang sedari tadi berlarian kesana kemari."Mbak, maaf ya Qilla emang super aktif banget sekarang," ujarnya membuat Naya terkekeh."Nggak papa, justru rumah jadi rame." ujar Naya menaruh cemilan dan beberapa minuman ke meja ruang tamu mereka.Karena bik Rosma sedang ke pasar, jadi Naya sendiri yang menyiapkannya. Apalagi adik iparnya itu tidak mengabarinya dulu jadi Naya tidak menyiapkan apa-apa hanya seadanya saja.Melihat adik iparnya yang sibuk mengganti pokok anak keduanya, anak pertama mereka justru kembali dengan dengan baju basahnya, karena ketumpahan air minum. Hal itu membuat ayahnya geram, bagaimana tidak gadis kecil itu terlihat tidak bisa diam, bahkan selalu berdebat dengan mamanya.Naya hanya bisa terkekeh, rumah yang biasanya sepi ini jadi begitu ramai hany
Naya menoleh menatap suaminya sambil berbaring. Dewa saat ini masih bersandar di headboard sambil membaca buku. Lampu kamar belum di Matikan, karena sejak mereka memutuskan untuk ngobrol namun berujung dirinya kesal dan memilih untuk tidur duluan, dan suaminya tidak membujuk dirinya atau meminta maaf. "Kenapa belum tidur?" tanya Dewa merasakan pergerakan dari istrinya."Kamu nggak lihat mata aku masih melek gini," jawab Naya sewot. Ternyata kekesalannya masih bertahan hingga sekarang."Tidur, Kanaya." Naya mendengus, kenapa sih suaminya itu selalu membuatnya kesal, tidak bisakah sehari saja suaminya itu membuatnya senang. Naya mengambil tangan kiri suaminya dia taruh di kepalanya agar suaminya itu mengusap-usap lembut kepalanya. Barangkali dengan begitu Naya bisa tertidur.Dewa menoleh sekilas, lalu kembali melihat bukunya. Naya mungkin tidak melihat. Tapi Dewa tersenyum tipis karena istrinya sudah tidak ngambek lagi padanya. Dewa kembali melanjutkan membaca bukunya hanya dengan sat
Naya menghampiri Dewa yang baru selesai olahraga, setiap pagi Dewa memang rutin olah raga. Berbeda dengannya tidak pernah olahraga, karena pada dasarnya Naya itu pemalas, jadi menurutnya olahraga itu hanya akan bikin capek saja. “Kenapa?” tanyanya membuat Naya mencebikan bibirnya kesal. “Kamu dulu pasti sering olahraga bareng mantan istri kamu kan. Secara dia sering olahraga?” “Tau dari mana?” tanyanya sambil menuangkan air putih kedalam gelasnya. Naya kan memang suka cari gara-gara tentu saja Naya mencari tau apapun tentang mantan istri suaminya itu. Apalagi wanita itu setiap pagi selalu membuat potongan saat dirinya sedang berolahraga. Mengingat hobi suaminya juga olahraga membuat Ñaya jadi kepikiran apakah dulu suaminya setiap pagi juga berolahraga bersama. “Y-ya.. kan tanya aja..” Dewa menggelang singkat dan melangkahkan kakinya meninggalkan Naya. Naya memincingkan matanya menatap suaminya yang semakin menjauh, melihat respon suaminya membuat Naya menyimpulkan jika duga
Sejak kejadian kemaren dirinya ketahuan bertemu dengan Rian. Hubungan mereka sedikit dingin bahkan Dewa sedikit mendiamkan Naya. Dan setiap Naya membuka obrolan Dewa menjawabnya singkat bahkan lebih singkat daripada biasanya. Dan pagi ini Naya melihat laki-laki itu sudah duduk di atas karpet ruang tengah, Dewa sedang tampak serius mengeluarkan barang belanjaannya dari kardus. Karena Naya tidak tahan dengan keheningannya Naya menyusul Dewa ikut duduk di karpet,namun belum juga dirinya duduk Dewa menahannya. “Jangan, kamu duduk di atas.” Padahal dirinya hendak duduk saja sudah kesusahan karena perutnya yang sudah mulai membesar tapi bisa-bisanya suaminya itu menghentikannya. Dewa berdiri dari duduknya, dan membantu Naya untuk duduk di sofa, kemudian laki-laki itu kembali duduk di lantai. “Mas, mau di apain, di goreng?” tanya Naya melihat Dewa memindahkan Pipo kedalam wadah kecil. Bahkan mengeluarkan seluruh isi aquariam ikan kesayangannya itu. 'Jadi beneran Pipo mau di goreng?’
Saat ini Naya sedang perjalan pulang namun saat di perjalanan pulang, Naya takut suaminya kembali marah dengannya karena pergi tanpa seizin suaminya, tapi dirinya sudah mengirim pesan tapi memang belum mendapatkan balasan dari suaminya. Itu artinya dia sudah izin bukan, namun tiba-tiba tadinya berpapasan dengan mobil suaminya. “Itu kan mobil Mas Dewa?” ujar Naya melihat mobil berwarna hitam itu yang sangat Naya kenali. Mobil itu berbelok ke arah sebuah restoran makanan jepang yang tidak jauh dari kantor suaminya, namun untuk apa suaminya ke restoran jepang bukankah Dewa tidak menyukai makanan mentah itu? “Pak, berhenti disini aja,” ujar Naya memperhatikan taxi nya. Karena penasaran, Naya hendak menyusul suaminya itu namun saat Naya masuk kedalam restoran itu, dan saat Naya mencari suaminya Naya melihat Dewa yang duduk sendirian. “Ngapain Mas Dewa duduk sendirian di sana,” guman Naya. Saat Naya hendak menghampiri suaminya justru ada seorang wanita yang berjalan ke arah meja sua
"Maksud kamu apa, Mas?" tanya Naya melepaskan dekapan suaminya.Naya manatap Dewa dengan tatapan marah, kecewa dan muak yang bercampur menjadi satu."Beri saya waktu sedikit lagi," ujar Dewa."Berapa lama lagi? Sampe aku muak dan pergi dari hidup kamu?" tanya Naya menatap suaminya marah."Selama ini aku diam, nutup mata dan telinga. Karena aku masih berharap kamu berubah, Mas. Aku selalu berusaha untuk menjadi istri yang baik buat kamu. Dan ini balasan yang aku dapatkan?" Kali ini Naya sudah benar-benar tidak bisa menahannya lagi, dan sepertinya sembilan bulan pernikahan sudah cukup untuk dirinya dengan Dewa. Untuk apa dirinya berjuang sendirian, sedangkan yang dirinya perjuangan saja tidak pernah mau membuka diri. Mau sampai kapan suaminya itu terikat dengan masalalunya."Kalau memang kamu belum selesai dengan masalalu kamu, harusnya kamu selesaikan itu dulu tanpa kamu bawa aku dalam kehidupan kamu yang rumit ini, Mas." Melihat suaminya diam membuat Naya tersenyum miring, "Kalau ka
Malam ini Naya benar-benar pulang kerumah orang tuanya, tentu saja ayah dan bundanya terkejut saat melihat kedatangan Naya yang malam-malam pulang dengan koper besar. Bahkan Naya bisa melihat wajah kebingungan dari kedua orang tuanya. 'Maafkan Naya bunda, Naya sudah tidak kuat lagi.' Naya segera berlari kearah bundanya dan memeluk bundanya erat. Entah rasanya kembali ketempat yang membuatnya nyaman, tidak lagi merasa cemas, gelisah dan juga takut. Selama menikah dengan Dewa dirinya selalu merasakan hal itu semua tapi dirinya selalu berusaha bertahan, selalu berharap suaminya bisa merubah. Bukan karena dirinya lemah, namun dirinya mencoba mempertahan apa yang sudah menjadi miliknya. Apalagi Naya memiliki prinsip hanya untuk menikah sekali. Namun ternyata Naya salah menaruh harapan dengan Dewa. Jika laki-laki itu belum selesai dengan masalalunyan maka dirinya tidak akan pernah mendapatkan kebahagiaan dari laki-laki itu. Sebenarnya ini yang membuat Naya tidak siap melihat wajah kebin
"Naya belum mau ketemu?" tanya Naufal.Hari ini Nuafal sengaja berkunjung kerumah Bos sekaligus sahabatnya hanya untuk memastikan keadaannya, apalagi seminggu ini Dewa benar-benar terlihat tidak terurus, bahkan wajahnya selalu terlihat datar. Dan tadi siang waktu mereka sedang meeting Dewa tiba-tiba pucat dan muntah-muntah sepertinya sedang tidak enak badan. Dan Naufal meminta Dewa untuk pulang istirahat, tapi Bosnya itu tidak istirahat melainkan melamun di ruang tamu dengan pandangan kosong. Bahkan Dewa terlihat kacaunya, dulu waktu Savira menghianatinya Dewa bahkan masih bisa bekerja dengan profesional dan tidak sekacau sekarang ini. Dewa menggeleng lemah, melihat itu sebenernya Naufal kasihan namun dengan kemarahan Kanaya kali ini, dirinya berharap Dewa bisa menyadari perasaanya dan mengambil tindakan yang benar."Kalau Kanaya minta cerai...""Saya tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi," sahut Dewa cepat."Tapi kalau gue di posisi Kanaya gue juga akan minta cerai. Bisa-b