Share

Masa Lalu

Penulis: Ayu Anggita
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-09 20:00:36

Wajah Andara memerah menahan tawa yang seolah-olah akan meledak. Walpaper yang terpasang di layar laptop milik Galang sukses membuat perutnya terasa kaku.

“Narsis banget sih jadi orang!” gumam Andara. Seulas senyum tipis tergambar di wajahnya.

Melihat senyum samar itu, Anessa lantas bertanya. “Kenapa, Ra? Senyum-senyum sendiri gitu?”

Andara menoleh dan kemudian mengalihkan laptop itu ke arah Anessa. Seketika itu juga tawa Anessa meledak tanpa bisa tertahankan lagi. Bagaimana tidak? Dia melihat foto sang kakak dengan pose yang dibuat sok imut.

“Sok cakep banget sih dia!” ujarnya di sela tawanya yang berderai.

“Geli banget nggak sih, Ra?” tanya Anessa setelah tawanya reda.

Andara menatap sang sahabat lalu tersenyum. “Entahlah! Aku nggak pernah lihat mukanya kalau ….”

Belum sempat kalimat itu selesai, terdengar suara seseorang berjalan menuju tempat mereka. Tak lama kemudian munc
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Duda Pilihan Mama   Masa Lalu

    Wajah Andara memerah menahan tawa yang seolah-olah akan meledak. Walpaper yang terpasang di layar laptop milik Galang sukses membuat perutnya terasa kaku. “Narsis banget sih jadi orang!” gumam Andara. Seulas senyum tipis tergambar di wajahnya. Melihat senyum samar itu, Anessa lantas bertanya. “Kenapa, Ra? Senyum-senyum sendiri gitu?” Andara menoleh dan kemudian mengalihkan laptop itu ke arah Anessa. Seketika itu juga tawa Anessa meledak tanpa bisa tertahankan lagi. Bagaimana tidak? Dia melihat foto sang kakak dengan pose yang dibuat sok imut. “Sok cakep banget sih dia!” ujarnya di sela tawanya yang berderai. “Geli banget nggak sih, Ra?” tanya Anessa setelah tawanya reda. Andara menatap sang sahabat lalu tersenyum. “Entahlah! Aku nggak pernah lihat mukanya kalau ….” Belum sempat kalimat itu selesai, terdengar suara seseorang berjalan menuju tempat mereka. Tak lama kemudian munc

  • Duda Pilihan Mama   Kekesalan Andara

    “Aku serius dengan ucapanku, Ra!” Galang berkata sembari menatap kedua mata sang istri. Andara mencoba mencerna ucapan yang keluar dari mulut Galang. Dia tak ingin terlalu berharap yang pada akhirnya membuatnya kecewa dan terluka. “Aku … sudah lama jatuh hati … sama … kamu, Andara.” Dengan susah payah Galang menyelesaikan ungkapan dari hatinya yang terdalam. “Aku … ingin selamanya bersamamu,” lanjut lelaki berbadan tegap itu. Dada Andara bergemuruh hebat. Cuping telinganya tak begitu saja bisa mempercayai apa yang keluar dari mulut seorang Galang. “Apa … kamu … bersedia hidup bersamaku?” tanya Galang. “Memang terdengar konyol dan gombal. Tapi, itulah yang aku rasakan saat ini. Hatiku sudah terpaut di kamu,” lanjut Galang. Andara masih belum bisa mengatakan sepatah kata pun juga. Lidahnya tiba-tiba saja menjadi kelu dan otaknya mendadak blank. Hanya jantungnya yang sejak tadi berd

  • Duda Pilihan Mama   Perasaan Ini

    “Jadi, cuma gara-gara Papa kamu asal ngomong aja waktu itu. Bukan karena utang yang seperti pikiran kamu selama ini?” tanya Anessa dengan ekspresi tak percaya. Andara menganggukkan kepala sembari mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Dia lalu teringat percakapannya dengan kedua orang tuanya tadi siang. “Cuma karena asal ngomong, Papa dan Mama tega numbalin aku,” seru Andara. “Bukan ditumbalkan, Ra. Melainkan dinikahkan dengan seorang cowok cakep yang masa depannya juga cakep,” sahut Mama tetap dengan gaya konyolnya. Andara memutar bola matanya dengan malas. “Sama aja. Intinya aku ditumbalkan untuk memenuhi janji yang nggak sengaja kalian ucapkan, kan?” “Bukan ditumbalkan, Ra. Kan Mama udah bilang berulang kali,” sergah sang mama. Andara mengibaskan tangannya. “Terus sekarang kalian pengin aku maafin ketidaksengajaan yang kalian buat sendiri. Begitu, kan?” Mama dan Papa saling lempar pandang. Sejurus kemudian keduanya menganggukkan kepala secara ber

  • Duda Pilihan Mama   Sebuah Rencana

    Andara menutuo mulutnya dengan kedua tangannya. Lidahnya menjadi kelu dan rasa tak percaya menyelimuti relung batinnya. Seseorang yang ia anggap kalem dan sabar, ternyata bisa meledak seperti ini. “Dasar laki-laki ********!” maki Anessa. Setelah melontarkan makian, Anessa segera keluar dari tempat itu. Disusul kemudian oleh Andara. Mereka berdua akhirnya memutuskan untuk segera pulang ke rumah. “Aku nggak nyangka dia bisa setega ini. Apa coba kurang ku sama dia?” ujar Anessa setelah keduanya berada di rumah Andara. Andara tampak bingung hendak menanggapi bagaimana. Dirinya juga tak tahu dan tak mengenal calon suami Anessa. Dia hanya tahu nama dan pekerjaannya. Untuk yang lain-lainnya, Andara sama sekali tak mengetahuinya. “Selama ini aku selalu ngalah demi dia. Selalu berusaha mengerti posisi dia. Aku nggak pernah merengek minta diantar-jemput seperti kebanyakan cewek-cewek yang lain. Aku … hah!” “Bodoh banget aku yang terlalu percaya sama dia. Ter

  • Duda Pilihan Mama   Cemburu Buta

    Semenjak keluar dari toko buku, Andara tampak diam saja. Dia hanya berkata seperlunya saja. Tak seperti tadi sebelum dirinya dan Anessa bertemu dengan Galang. “Makan siang dulu yuk!” ajak Anessa. “Ide bagus tuh. Gimana, Ra?” Galang meminta persetujuan dari sang istri atas ajakan Anessa. “Terserah,” jawab Andara pendek. Galang menghela napas panjang. Mulutnya sudah akan memprotes jawaban yang diberikan oleh Andara. Namun, Anessa dengan segera menyela obrolan mereka berdua. “Aku tahu kafe yang lagi hits sekarang. Makanan dan minumannya juga enak-enak,” sela Anessa. “Oh iya? Di mana tuh?” tanya Galang antusias. “Ada di mal ini juga kok. Di lantai tiga. Yuk ke sana aja!” jawab Anessa. Galang mengangguk setuju. Dia melirik ke arah Andara sekilas. Mencoba mencari tahu apa yang membuat istrinya itu menjadi dingin dan cuek. Namun, dia tak bisa menemukan alasan yang masuk akal. Akhirnya dia hanya diam dan memperhatikan Andara secara diam-diam. “Kamu kenapa, Ra?” bisik Anessa y

  • Duda Pilihan Mama   Kecewa

    Anessa menatap kepergian sang kekasih dengan perasaan yang campur aduk. Terus terang saja dia ingin kekasihnya berada di sini saat ini. Menemaninya ke butik untuk melakukan fitting baju. Namun, apa boleh buat. Sang kekasih tak bisa menemani dirinya. Pekerjaannya tak mengizinkan lelaki itu untuk tinggal lebih lama. Anessa menarik napas dalam-dalam sembari memejamkan matanya. Setelah itu ia embuskan napasnya secara perlahan. Walaupun masih ada setitik rasa kecewa, tetapi itu lebih baik dari pada sebelumnya. “Kenapa kamu diam saja di sini?” Tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang Anessa. Sontak saja gadis itu menoleh ke belakang. “Kenapa malah diam saja? Dia itu mau ketemuan sama selingkuhannya. Cepat ikuti dia sekarang!” ujar orang itu lagi. Anessa mengerutkan keningnya. Dia lantas berdiri dari tempat duduknya. Berniat untuk menghampiri orang itu. Namun, belum sempat langkahnya mendekat, orang itu bangkit dari tempat du

  • Duda Pilihan Mama   Kebersamaan

    Galang memutuskan untuk meninggalkan pekarangan rumah kedua orang tuanya. Percakapan kedua orang tuanya yang tak sengaja ia dengar mampu memporak-porandakan hatinya saat ini. Dia pun merasa bersalah pada sang istri. Sekarang dia paham bagaimana rasa sakitnya sang istri saat ini. “Lho, Mas!” tegur seseorang yang tak lain adalah Anessa. “Mau pulang atau baru datang?” tanyanya pada Galang yang sudah berada di atas sepeda motor miliknya. Galang mencoba tersenyum. “Baru datang. Tapi, kayaknya Bunda dan Ayah lagi ada tamu deh,” jawab Galang. “Tamu? Tamu siapa?” tanya Anessa dengan dahi berkerut heran. Galang mengangkat bahunya tanda dirinya tidak tahu. “Mungkin rekan kerja Ayah,” sahut Galang sekenanya. Anessa mengerutkan dahinya. Dia tak percaya dengan ucapan sang kakak. Karena di luar pagar rumahnya tak ada kendaraan yang terparkir. Biasanya jika ada tamu, mereka memarkir kendaraannya di luar pagar. Akan tetapi, ini … “Udah ya. Aku mau pulang dulu

  • Duda Pilihan Mama   Tak Semudah Itu

    “Kami ingin bicara sama kalian berdua,” ucap Papa ketika berada di samping meja Andara dan Galang. “Kami ingin meluruskan kesalahpahaman yang terjadi di antara kita,” lanjut Mama. Andara menyunggingkan senyuman sinis mendengar ucapan kedua orang tuanya. Matanya menatap sekilas ke arah kedua orang tuanya. “Boleh kami duduk?” tanya Papa dengan hati-hati. Andara menatap sang papa dari ujung rambut hingga ujung kaki. Tatapannya yang tajam dan sinis membuat Papa sedikit takut. “Silakan, Pa, Ma!” Galang yang kemudian mempersilakan kedua mertuanya untuk duduk di depannya. Sedangkan Andara kini berpindah menempati kursi yang ada di sebelah Galang. “Terus terang kami bingung mau memulai semuanya dari mana. Karena …” “Enggak usah banyak basa-basi deh. Buruan mau ngomong apa?” sentak Andara. Galang menyenggol lengan sang istri. Memperingatkan Andara untuk tetap bersikap sopan

  • Duda Pilihan Mama   Kenyataan Pahit

    Andara tampak duduk termenung. Matanya basah dan sembab. Entah sudah berapa kali air matanya jatuh membasahi pipinya. Pikirannya kacau dan hatinya berdenyut nyeri. Kejadian beberapa jam yang lalu terus berputar di dalam otaknya. Seolah mengejek nasibnya. “Jadi, selama ini aku itu beban buat Papa dan Mama?” tanya Andara setelah mendengar sesuatu yang seharusnya tak ia dengar. “Jadi, selama ini kalian merawat ku supaya bisa menjadi tumbal untuk melunasi utang yang bahkan aku sendiri nggak tahu bentuknya seperti apa?” lanjutnya dengan suara bergetar. “Bukan begitu, Ra. Kami hanya …” Andara menepis tangan sang mama ketika perempuan itu hendak menyentuhnya. Matanya memerah dengan sorot tajam yang mengerikan. “Jadi ini alasan kalian nggak mengizinkan aku untuk berhubungan dengan orang lain?” cecar Andara. “Ini juga yang menjadi alasan kalian nggak merestui hubungan aku yang dulu?” pekik Andara.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status