Share

Bab 11

Author: Adeline
Seluruh lantai tampak sangat tenang. Andreas yang sudah sangat akrab dengan tempat itu, membawa Adelina menuju pintu ruang pengembangan, lalu mengetuk pintu terlebih dulu.

Tak ada jawaban dari dalam, tapi Andreas tak terlihat terkejut.

Sebelum mendorong pintu dan masuk, ia berkata pada Adelina, "Nona Adelina, tolong tunggu sebentar."

"Hm."

Adelina melihat Andreas masuk ke dalam, dia lalu berbalik berjalan ke depan, sampai di depan sebuah ruangan, tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka dari dalam.

"Kamu siapa? Ngapain di sini?"

Adelina mundur selangkah, menatap pria paruh baya yang berdiri di ambang pintu.

"Maaf, saya datang untuk mulai bekerja di sini."

Gunawan Winata mengernyit menatap gadis di depannya, suaranya tidak ramah,

"Departemen saya tidak merekrut orang baru. Siapa yang membawamu ke sini?"

Dia merasa kesal, pasti lagi-lagi ada orang yang mau masuk lewat jalur koneksi.

"Pak Gunawan, saya memang sedang mencarimu."

Andreas baru saja keluar dari ruang pengembangan, lalu melihat Adelina sedang berbicara dengan Gunawan. Ia cepat-cepat menghampiri dan memotong pembicaraan mereka.

"Kamu yang bawa dia ke sini?"

Gunawan menoleh ke arah Andreas dan langsung berkata, "Departemen saya nggak butuh orang. Bawa dia ke departemen lain aja."

Andreas menghela napas, tampak tak berdaya. Kenapa si Gunawan ini nggak bisa tunggu orang selesai ngomong dulu?

"Bukan soal itu. Kita bicarakan dulu di dalam."

Andreas langsung mendorong Gunawan masuk ke dalam ruangannya, lalu berkata ke Adelina, "Tunggu sebentar."

Pintu tertutup kembali.

Adelina berbalik dan berjalan ke arah pintu ruang pengembangan. Pintu di situ terbuka lebar, dan dari luar, bisa terlihat komputer-komputer di dalam.

"Model terbaru. Entah bagaimana spesifikasinya."

"Kalau soal spesifikasi, tentu saja bagus."

Adelina menoleh dan melihat seorang pria muda berjalan ke arahnya. Evan Adinata menatap Adelina, matanya tampak terkejut, "Hai Cantik. Kamu lagi cari orang?"

"Bukan. Aku datang untuk mulai kerja."

Tapi mengingat reaksi Gunawan barusan, Adelina jadi sedikit ragu juga.

"Manajer kalian mungkin nggak akan setuju."

Evan yang awalnya masih terkesiap melihat betapa cantiknya gadis yang datang ke departemen mereka, tak menyangka akan mendengar bahwa manajer mereka mungkin tak setuju.

Mana bisa begitu.

"Tenang aja, cantik. Aku pastiin Pak Gunawan harus setuju."

Departemen mereka susah-susah kedatangan satu cewek, apalagi secantik ini, mana bisa dilepas?

Bam!

Pintu kantor tiba-tiba terbuka lebar, langsung memotong percakapan dari dalam.

Gunawan melihat ke arah pintu, ujung alisnya berdenyut keras beberapa kali. "Kamu nggak lihat aku lagi sibuk? Nggak bisa ngetuk dulu?"

"Pak Andreas, cewek di luar itu beneran bakal kerja di departemen kita?"

Mata Evan berbinar-binar penuh semangat.

Andreas mengangguk sambil melirik ke arah Gunawan dengan ekspresi seperti nonton pertunjukan lucu. "Sayangnya, manajer kalian nggak setuju."

Lirikannya itu seakan berkata, coba lihat, berani nggak kamu nolak sekarang.

"Pak Gunawan, cewek secantik itu sudah datang, ya sudah biarin aja dia kerja di sini lah."

Gunawan baru buka mulut mau menolak, Evan langsung berkata santai, "Kalau kamu setuju, malam ini aku selesain dua modul sekaligus."

Mata Gunawan langsung menyala.

"Kamu sendiri yang ngomong ya. Jangan ingkar."

Begitu bicara selesai, dia langsung menoleh ke Andreas, "Anak itu boleh tinggal. Tapi aku kasih tahu dulu, kalau dia bisa kerja dengan baik, ya nggak masalah. Tapi kalau banyak masalah, aku bakal usir dia secepatnya."

Andreas cuma bisa meliriknya tanpa ekspresi, dalam hati mendengus, 'Hah, masih berani bilang mau usir Adelina? Kalau dia ngadu ke atasan, yang diusir bisa-bisa kamu.'

"Kasih dia kerjaan yang bagus," kata Andreas sebelum membuka pintu dan pergi.

Sementara saat ini, Adelina berdiri di luar, menunduk, entah sedang memikirkan apa.

"Nona Adelina," sapa Andreas dengan senyum ramah.

Adelina langsung bertanya, "Apa dia sudah setuju?"

Andreas mengangguk. "Sudah. Tadi cuma ada sedikit salah paham. Nona Adelina, kamu bisa mulai kerja di sini dengan tenang. Aku pamit dulu."

Adelina mengangguk dan menatap kepergian Andreas.

Mendadak, pintu kantor kembali terbuka. Evan berjalan keluar di belakang Gunawan, lalu mengedipkan mata ke arah Adelina.

"Namamu siapa?"

Gunawan menatap Adelina dengan mengerutkan kening, tampak sedang memikirkan pekerjaan apa yang bisa diberikan padanya.

"Adelina Wijaya," jawabnya.

Gunawan mengangguk seadanya. Evan langsung angkat suara, "Di tempatku ada meja kosong. Biar dia duduk di sana dulu dan bantu-bantu kerja ringan."

Gunawan tak mempermasalahkan. Evan segera menawarkan diri membawa Adelina, dan meskipun Gunawan tahu niatnya, dia hanya melirik tajam lalu melambaikan tangan, "Cepat pergi sana."

Evan nyengir lebar, memberi isyarat mata pada Adelina, dan keduanya segera pergi.

Evan membawa Adelina ke ruang pengembangan, berjalan ke posisi di bagian dalam ruangan, lalu menunjuk ke salah satu komputer.

"Ini tempat aku kerja, dan sekarang juga tempat kamu. Kita satu tim sekarang, tolong kerja samanya ya."

Adelina menatapnya sekilas, lalu tersenyum tipis, "Oke."

Sementara itu...

Mobil Leonard juga tiba di depan gedung perusahaan.

"Felicia, kamu yakin nggak perlu aku temani naik ke atas?"

Leonard menatap Felicia dengan wajah penuh kekhawatiran.

"Kakak kedua, aku bisa sendiri." Suara Felicia lembut dan manis, "Kakak Kedua, kalau kamu ketemu Kak Adelina, tolong bicara yang baik-baik ya. Kalau dia rela menyerahkan Kakak Nathaniel padaku, apa pun yang dia minta, aku akan setuju."

Wajah Leonard langsung menggelap. "Ini bukan tergantung dia mau atau nggak. Dia harus menyerahkan."

Nada bicaranya sama sekali tidak memperlihatkan bahwa yang dia bicarakan itu adiknya sendiri, bahkan terdengar penuh tekanan.

Bulu mata Felicia menunduk, menutupi kilatan niat jahat di matanya.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Etty Hayon
Keluarga kandung ini menghadekan....mudah dikelabui dengan topeng kelicikan, kemunafikan, keserakahan, dan kejahatan
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 50

    Suara Adelina tetap tenang, tapi tatapannya mengandung ejekan yang begitu jelas.Dia menatap Leonard tanpa gentar, tatapan itu justru membuat Leonard merasa malu tanpa alasan. Seolah Adelina bisa menembus isi hatinya, jernih dan tajam, lalu perlahan berubah menjadi tatapan penuh sindiran.Adelina merasa bersyukur, setidaknya dirinya tidak seperti Keluarga Wijaya yang bisa mengucapkan hal-hal tak masuk akal seolah-olah mereka paling benar.Seperti sekarang."Aku sudah menurut pada kalian, aku sudah putuskan pertunangan dengan Nathaniel. Sekarang kendali soal pernikahan itu ada di tangan Keluarga Laksana. Jadi kalau Nathaniel menolak bertunangan dengan Felicia, bukankah itu masalahnya Felicia?"Satu kalimat itu saja cukup membuat wajah Leonard merah padam karena marah dan malu. "Adelina, kamu berani bilang semua ini nggak ada hubungannya sama kamu?"Adelina menjawab dengan dingin, "Kenapa nggak berani? Kamu kira aku sama penakutnya kayak kalian? Apa yang harus aku lakukan, sudah aku laku

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 49

    Saat itu, tiba-tiba saja Felicia memotong ucapan Nathaniel. "Kakak Nathaniel, aku sebenarnya lumayan suka main catur, hanya saja belum sempat belajar. Kakak Nathaniel bisa ajarin aku nggak?"Nathaniel mengangguk setuju, tapi belum sepenuhnya melupakan apa yang tadi ingin dia katakan. Hanya saja sebelum sempat lanjut bicara, Adelina sudah berdiri, lalu langsung berkata pada Kakek Herman, "Kakek Herman, sepertinya hari ini aku nggak bisa lanjut main. Nanti kalau aku ada waktu lagi, aku datang untuk menemani Kakek main catur."Meskipun Kakek Herman agak kecewa, beliau tetap mengangguk pelan.Mereka masih mengobrol, tapi Adelina malah memilih langsung bicara ke Kakek Herman begitu saja, jelas sekali tidak menganggap mereka yang lain penting.Diperlakukan dingin seperti itu lagi oleh Adelina membuat wajah Nathaniel berubah muram.Di mata Felicia sekilas muncul ekspresi kesal, tapi dia segera mengangkat wajah dengan raut seolah-olah sedang merasa tersinggung. Sementara Leonard yang memang ta

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 48

    Senyuman di wajah Felicia seketika menegang.Bisa masuk Perusahaan YJ tadinya adalah hal yang paling ia banggakan. Bagaimanapun juga, merek desain milik YJ cukup terkenal, baik di dalam maupun luar negeri.Tapi itu sebelum dia melihat Adelina juga berada di sana.Begitu bayangan Adelina melintas di benaknya, tatapan Felicia langsung memancarkan rasa iri dan benci yang ia sembunyikan rapat-rapat."Felicia bilang, direktur desain di kantornya sangat menghargai kinerjanya, bahkan mencalonkan dia untuk mewakili perusahaan di lomba desain yang diadakan di Kota Lautanagara. Kabarnya, acara ini juga didukung langsung oleh pemerintah dan akan disiarkan secara langsung."Bu Nadya yang menyebutkannya, wajahnya penuh dengan kebanggaan, seolah pencapaian itu adalah miliknya juga.Bu Ratna sedikit terkejut, tapi senyumnya justru semakin hangat dan ramah.Setelah basa-basi beberapa saat, Pak Satrio mulai masuk ke inti pertemuan, "Felicia sampai ikut lomba desain sekarang, kabar ini sudah disampaikan

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 47

    [Tidak.]Adelina langsung membalas pesan itu dengan satu kata, lalu meletakkan ponselnya dan pergi mandi.Setelah selesai mandi dan keluar lagi, beberapa notifikasi pesan sudah masuk ke ponselnya. Dia hanya sekilas melihat isi pesannya, lalu membalas singkat:[Aku sementara belum berniat kembali ke dunia desain.]Orang itu pernah bilang, bakat terbesarnya sebenarnya bukan di desain, tapi di bidang komputer.Dengan cekatan, dia keluar dari akun tersebut dan masuk ke akun utamanya. Baru saja masuk, satu pesan dari Reynard langsung masuk.Isinya, menanyakan apakah dia punya waktu luang besok.Adelina langsung teringat bahwa besok dia berencana mengunjungi Kakek Herman. Tapi Reynard mencarinya karena urusan apa? Apa ada sesuatu yang terjadi di perusahaan?[Pak Reynard, ada urusan kantor?][Bukan. Urusan pribadi.]Adelina sedikit terkejut, tapi tetap menjawab apa adanya,[Besok aku tidak ada waktu.][Baik.]Karena bukan urusan pekerjaan, Adelina pun merasa lega. Meski begitu, tetap saja ada

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 46

    Tapi saat memikirkan kondisi Keluarga Laksana yang sekarang sedang berada di puncak kejayaan, sedangkan Keluarga Wijaya justru makin merosot, pertunangan ini memang harus segera disepakati secepatnya.“Felicia nggak perlu khawatir. Nanti begitu ayahmu pulang, Ibu akan minta dia cari waktu untuk bicara ke Keluarga Laksana. Kalau bisa, kamu langsung tunangan dulu dengan Nathaniel. Gimana, senang nggak?”Bu Nadya tentu bisa melihat isi hati Felicia.Wajah Felicia langsung bersemu merah malu, tapi sorot matanya penuh sukacita. Ia manja-manja ke arah ibunya.“Ibu, kamu mengejek aku, ya...”...Langit perlahan makin gelap. Di kejauhan, sebuah mobil hitam mewah melaju masuk ke area vila.Begitu melihat mobil itu, Felicia langsung berseru senang dan bangkit berdiri.“Ibu, Kakak Kedua, Ayah sudah pulang!”Sambil berkata begitu, dia langsung berlari ke luar.Bu Nadya pun tersenyum dan ikut keluar. Leonard menyusul di sebelahnya. Tapi baru saja mereka sampai di halaman, tiba-tiba terdengar suara

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 45

    Setelah baru saja menyelesaikan urusannya, Karina kembali sambil membeli kopi. Begitu masuk, dia langsung melihat Felicia berdiri di sana.Seketika ia merasa aneh."Bu Karina, kamu sudah kembali?"Wajah Felicia sudah kembali tenang, suaranya datar, seolah tak terjadi apa pun. "Mau kopi apa? Tadi aku ada urusan, makanya baru datang buat pesan kopi."Karina juga tidak curiga apa-apa, sementara pelayan yang tahu situasinya cuma melirik tanpa berkata apa-apa.Setelah keduanya memesan kopi dan kembali ke departemen desain, Felicia terlihat terus-menerus gelisah.Pikiran tentang apa yang dikatakan Nathaniel pada Adelina terus mengganggunya. Felicia diliputi kecemasan, intuisi dalam hatinya jelas memberi tahu bahwa Nathaniel tidak sepenuhnya tak tertarik pada Adelina.Semakin dipikirkan, rasa krisis dalam hatinya pun makin menguat....Sore hari saat jam pulang kantor.Leonard melihat Felicia keluar. Senyumnya belum sempat berkembang sempurna, sudah langsung membeku, lalu ia panik dan nadanya

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status