Share

Bab 5

Penulis: Adeline
Adelina diam-diam menghabiskan nasi di mangkuknya, tak tersisa sebutir pun. Sudah lama dia tidak makan nasi yang selezat dan seharum ini.

Hanya tersisa batang-batang seledri, sangat mencolok di dalam mangkuk. Dia meletakkan sendoknya, bangkit berdiri, lalu menatap ke arah mereka semua.

"Aku sudah selesai makan."

Bu Nadya panik dan buru-buru ingin mengambil mangkuknya. "Kenapa makan sedikit sekali? Ibu ambilkan lagi ya?"

"Tak perlu. Aku mau keluar sebentar, kalian lanjut saja." Adelina tidak ingin lagi terlibat dalam drama keluarga ini,

Dia pun berbalik pergi, langkahnya tegas tanpa ragu.

"Adelina. Kamu tadi sudah janji mau tinggal di rumah."

Suara Bu Nadya terdengar panik, bergetar seperti tangisan tertahan. Kursinya bergeser keras, menimbulkan bunyi nyaring yang menusuk telinga.

Leonard langsung berdiri dan menopang ibunya. Tatapannya pada Adelina penuh rasa bersalah juga dan ketidaksetujuan.

Adelina mengernyit tipis. Jemari di sisi tubuhnya bergetar perlahan. Dia tak sanggup mendengar suara-suara seperti itu.

Itu mengingatkannya pada tiga bulan panjang penuh penyiksaan yang ia alami di penjara.

Tapi dia menahan dorongan untuk kabur. Matanya menunduk sedikit, dan dengan suara tenang ia berkata, "Aku akan kembali."

Setelah mengucapkan itu, Adelina tidak lagi berhenti.

Dengan cepat, sosoknya menghilang dari pandangan mereka semua.

Tak lama setelah itu, Nathaniel meletakkan alat makannya dan keluar dari rumah Keluarga Wijaya. Sementara itu, Adelina menyalakan ponselnya dan membuka pesan-pesan sebelumnya.

Satu pesan baru muncul, berisi sebuah alamat, mengundangnya untuk datang wawancara kerja.

Alamat itu terasa asing baginya. Jarinya terhenti di layar selama beberapa detik, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan kawasan vila terlebih dahulu.

Tiga tahun hidup di penjara membuatnya hampir terputus dari dunia luar.

Dari kawasan vila ke halte bus, dia berjalan kaki selama empat puluh menit.

Setelah naik bus, ia baru menyadari pemberhentian bus tidak sampai tepat ke alamat yang ia tuju.

Jadi dia masih harus berjalan lagi.

Menunduk, ia memandangi pemandangan kota dari balik jendela.

Sebuah mobil BMW melintas di samping bus. Pandangannya seketika terpaku.

Jendela mobil terbuka. Leonard terlihat sedang bicara, kepalanya sedikit menoleh ke arah luar. Di sebelahnya duduk Felicia yang tersenyum manis dan ceria.

Adelina pun memalingkan pandangannya tanpa ekspresi. Pengumuman halte berbunyi di dalam bus, sementara mobil BMW terus melaju menjauh.

"Kakak Kedua, kamu lagi lihat apa?" tanya Felicia sambil menoleh ke kakaknya.

Leonard kembali sadar, lalu menggeleng pelan. "Bukan apa-apa."

Sepertinya tadi Leonard memang sempat melihat Adelina di atas bus.

Butuh waktu dua menit untuk bertanya pada orang sekitar mengenai arah, lalu Adelina kembali menunduk, mengutak-atik ponsel.

Sebenarnya dia tahu soal fitur navigasi, hanya saja belum pernah menggunakannya. Ini adalah pertama kalinya.

Setelah mencoba beberapa kali, akhirnya dia berhasil memasukkan tujuan ke aplikasi.

Mengikuti arahan dari navigasi, dia pun tiba di depan sebuah gedung tinggi.

Inilah tempat yang dituju.

Adelina menyimpan ponsel ke dalam tas, lalu melangkah masuk ke dalam. Baru sampai di lobi, seorang resepsionis langsung menghentikannya.

"Kamu ke sini ada perlu apa? Sudah bikin janji belum?"

"Ke sini juga harus buat janji? Aku ke sini untuk wawancara kerja," jawab Adelina, sedikit kaget dengan ketatnya prosedur di tempat ini.

Ia mulai khawatir, apakah bisa masuk dengan lancar atau tidak.

Si resepsionis menatapnya dari atas ke bawah, wajahnya menunjukkan rasa tidak sabar.

"Wawancara kerja kok baru datang siang-siang? Lewat sana, naik lift ke lantai tiga."

Adelina sedikit mengernyit, merasa sebaiknya tetap menjelaskan, tapi sebelum dia sempat buka mulut, resepsionis itu sudah menoleh ke belakangnya dan berubah nada sepenuhnya, suaranya langsung ceria dan ramah, "Direktur Karina, Anda datang kerja ya?"

Adelina menoleh sekilas, lalu tanpa berkata apa-apa lagi langsung menuju lift. Begitu tiba di lantai tiga, Adelina mengirim pesan, [Aku sudah sampai.]

Adelina dengan mudah menemukan ruangan dengan tulisan [Ruang Wawancara] di pintunya. Ia mengetuk dua kali.

"Silakan masuk," terdengar suara dari dalam.

Begitu pintu terbuka, di dalam sudah ada seorang pria dan wanita.

Keduanya sempat menatapnya sekilas, tampak agak heran. Wanita itu menunjuk kursi di seberang meja.

"Kamu untuk wawancara kerja? Tunggu sebentar ya, pewawancaranya belum datang."

Adelina mengangguk pelan, lalu duduk dengan tenang menunggu.

Tak lama kemudian, pintu kembali terbuka.

"Direktur Karina."

Adelina menoleh ke belakang. Ternyata yang masuk adalah wanita cantik yang tadi dilihatnya di lantai atas. Wajah wanita itu penuh dengan ketidaksabaran. Saat melihat Adelina, sorot matanya langsung jadi dingin.

"Kenapa baru datang sekarang untuk wawancara kerja?" tanyanya tajam, tanpa menunggu jawaban, langsung bertanya lagi, "Jurusan apa kamu?"

Adelina mengernyit. Sebelum ia masuk penjara, dia baru saja menerima surat penerimaan kuliah dan belum sempat kuliah sama sekali.

Tapi selama tiga tahun itu, dia tidak menyia-nyiakan waktu, dia sudah menyelesaikan semua materi kuliah secara mandiri, bahkan termasuk proyek-proyek riset. Dengan pengetahuan yang ia miliki sekarang, bisa dibilang ia punya kemampuan akademik selevel lulusan terbaik.

"Aku belum sempat kuliah," jawab Adelina.

Wajah Direktur Karina langsung berubah makin dingin. Nada suaranya pun tajam, "Belum kuliah? Siapa yang suruh kamu datang ke sini untuk wawancara kerja?"

Adelina baru saja hendak menjelaskan, tapi Direktur Karina langsung memotongnya.

"Perusahaan kami bukan tempat untuk orang yang nggak punya ijazah! Saya nggak peduli siapa yang kirim kamu ke sini, di tempat saya, nggak ada yang bisa pakai jalur koneksi. Keluar."

Adelina langsung berdiri, matanya yang bening dan dingin menatap lurus ke arah Direktur Karina. "Pertama, ijazah bukan satu-satunya tolak ukur kemampuan. Kedua, saya rasa perusahaan kalian juga tidak cocok untuk saya."

"Kamu..."

Direktur Karina menunjuk ke arahnya, baru hendak meluapkan amarahnya, pintu ruangan tiba-tiba kembali terbuka.

Begitu melihat siapa yang masuk, ekspresi wajah Direktur Karina langsung berubah total. Ia buru-buru menampilkan senyum penuh ramah, suaranya lembut sekali, "Direktur Leonard, Felicia, kenapa kalian nggak kasih kabar dulu? Biar saya bisa turun menyambut."

Felicia tampak terkejut saat melihat Adelina, "Kak Adelina? Kenapa kamu bisa di sini? Datang untuk wawancara kerja ya?"

Lalu dia berpura-pura bingung, matanya sedikit membesar.

"Tapi... persyaratan paling dasar untuk wawancara di sini itu lulusan pascasarjana. Kakak bahkan belum kuliah."

Selesai bicara, tatapannya tampak sedikit bergetar. Dia menggigit bibir dan berkata dengan suara lembut, "Kakak Kedua, kalau Kak Adelina benar-benar ingin kesempatan ini, biar aku kasih aja ke Kak Adelina, ya?"
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 50

    Suara Adelina tetap tenang, tapi tatapannya mengandung ejekan yang begitu jelas.Dia menatap Leonard tanpa gentar, tatapan itu justru membuat Leonard merasa malu tanpa alasan. Seolah Adelina bisa menembus isi hatinya, jernih dan tajam, lalu perlahan berubah menjadi tatapan penuh sindiran.Adelina merasa bersyukur, setidaknya dirinya tidak seperti Keluarga Wijaya yang bisa mengucapkan hal-hal tak masuk akal seolah-olah mereka paling benar.Seperti sekarang."Aku sudah menurut pada kalian, aku sudah putuskan pertunangan dengan Nathaniel. Sekarang kendali soal pernikahan itu ada di tangan Keluarga Laksana. Jadi kalau Nathaniel menolak bertunangan dengan Felicia, bukankah itu masalahnya Felicia?"Satu kalimat itu saja cukup membuat wajah Leonard merah padam karena marah dan malu. "Adelina, kamu berani bilang semua ini nggak ada hubungannya sama kamu?"Adelina menjawab dengan dingin, "Kenapa nggak berani? Kamu kira aku sama penakutnya kayak kalian? Apa yang harus aku lakukan, sudah aku laku

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 49

    Saat itu, tiba-tiba saja Felicia memotong ucapan Nathaniel. "Kakak Nathaniel, aku sebenarnya lumayan suka main catur, hanya saja belum sempat belajar. Kakak Nathaniel bisa ajarin aku nggak?"Nathaniel mengangguk setuju, tapi belum sepenuhnya melupakan apa yang tadi ingin dia katakan. Hanya saja sebelum sempat lanjut bicara, Adelina sudah berdiri, lalu langsung berkata pada Kakek Herman, "Kakek Herman, sepertinya hari ini aku nggak bisa lanjut main. Nanti kalau aku ada waktu lagi, aku datang untuk menemani Kakek main catur."Meskipun Kakek Herman agak kecewa, beliau tetap mengangguk pelan.Mereka masih mengobrol, tapi Adelina malah memilih langsung bicara ke Kakek Herman begitu saja, jelas sekali tidak menganggap mereka yang lain penting.Diperlakukan dingin seperti itu lagi oleh Adelina membuat wajah Nathaniel berubah muram.Di mata Felicia sekilas muncul ekspresi kesal, tapi dia segera mengangkat wajah dengan raut seolah-olah sedang merasa tersinggung. Sementara Leonard yang memang ta

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 48

    Senyuman di wajah Felicia seketika menegang.Bisa masuk Perusahaan YJ tadinya adalah hal yang paling ia banggakan. Bagaimanapun juga, merek desain milik YJ cukup terkenal, baik di dalam maupun luar negeri.Tapi itu sebelum dia melihat Adelina juga berada di sana.Begitu bayangan Adelina melintas di benaknya, tatapan Felicia langsung memancarkan rasa iri dan benci yang ia sembunyikan rapat-rapat."Felicia bilang, direktur desain di kantornya sangat menghargai kinerjanya, bahkan mencalonkan dia untuk mewakili perusahaan di lomba desain yang diadakan di Kota Lautanagara. Kabarnya, acara ini juga didukung langsung oleh pemerintah dan akan disiarkan secara langsung."Bu Nadya yang menyebutkannya, wajahnya penuh dengan kebanggaan, seolah pencapaian itu adalah miliknya juga.Bu Ratna sedikit terkejut, tapi senyumnya justru semakin hangat dan ramah.Setelah basa-basi beberapa saat, Pak Satrio mulai masuk ke inti pertemuan, "Felicia sampai ikut lomba desain sekarang, kabar ini sudah disampaikan

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 47

    [Tidak.]Adelina langsung membalas pesan itu dengan satu kata, lalu meletakkan ponselnya dan pergi mandi.Setelah selesai mandi dan keluar lagi, beberapa notifikasi pesan sudah masuk ke ponselnya. Dia hanya sekilas melihat isi pesannya, lalu membalas singkat:[Aku sementara belum berniat kembali ke dunia desain.]Orang itu pernah bilang, bakat terbesarnya sebenarnya bukan di desain, tapi di bidang komputer.Dengan cekatan, dia keluar dari akun tersebut dan masuk ke akun utamanya. Baru saja masuk, satu pesan dari Reynard langsung masuk.Isinya, menanyakan apakah dia punya waktu luang besok.Adelina langsung teringat bahwa besok dia berencana mengunjungi Kakek Herman. Tapi Reynard mencarinya karena urusan apa? Apa ada sesuatu yang terjadi di perusahaan?[Pak Reynard, ada urusan kantor?][Bukan. Urusan pribadi.]Adelina sedikit terkejut, tapi tetap menjawab apa adanya,[Besok aku tidak ada waktu.][Baik.]Karena bukan urusan pekerjaan, Adelina pun merasa lega. Meski begitu, tetap saja ada

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 46

    Tapi saat memikirkan kondisi Keluarga Laksana yang sekarang sedang berada di puncak kejayaan, sedangkan Keluarga Wijaya justru makin merosot, pertunangan ini memang harus segera disepakati secepatnya.“Felicia nggak perlu khawatir. Nanti begitu ayahmu pulang, Ibu akan minta dia cari waktu untuk bicara ke Keluarga Laksana. Kalau bisa, kamu langsung tunangan dulu dengan Nathaniel. Gimana, senang nggak?”Bu Nadya tentu bisa melihat isi hati Felicia.Wajah Felicia langsung bersemu merah malu, tapi sorot matanya penuh sukacita. Ia manja-manja ke arah ibunya.“Ibu, kamu mengejek aku, ya...”...Langit perlahan makin gelap. Di kejauhan, sebuah mobil hitam mewah melaju masuk ke area vila.Begitu melihat mobil itu, Felicia langsung berseru senang dan bangkit berdiri.“Ibu, Kakak Kedua, Ayah sudah pulang!”Sambil berkata begitu, dia langsung berlari ke luar.Bu Nadya pun tersenyum dan ikut keluar. Leonard menyusul di sebelahnya. Tapi baru saja mereka sampai di halaman, tiba-tiba terdengar suara

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 45

    Setelah baru saja menyelesaikan urusannya, Karina kembali sambil membeli kopi. Begitu masuk, dia langsung melihat Felicia berdiri di sana.Seketika ia merasa aneh."Bu Karina, kamu sudah kembali?"Wajah Felicia sudah kembali tenang, suaranya datar, seolah tak terjadi apa pun. "Mau kopi apa? Tadi aku ada urusan, makanya baru datang buat pesan kopi."Karina juga tidak curiga apa-apa, sementara pelayan yang tahu situasinya cuma melirik tanpa berkata apa-apa.Setelah keduanya memesan kopi dan kembali ke departemen desain, Felicia terlihat terus-menerus gelisah.Pikiran tentang apa yang dikatakan Nathaniel pada Adelina terus mengganggunya. Felicia diliputi kecemasan, intuisi dalam hatinya jelas memberi tahu bahwa Nathaniel tidak sepenuhnya tak tertarik pada Adelina.Semakin dipikirkan, rasa krisis dalam hatinya pun makin menguat....Sore hari saat jam pulang kantor.Leonard melihat Felicia keluar. Senyumnya belum sempat berkembang sempurna, sudah langsung membeku, lalu ia panik dan nadanya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status