Share

Bab 6

Author: Adeline
Leonard langsung menolak tanpa berpikir. "Tidak bisa. Ini kesempatan yang kamu perjuangkan sendiri."

Sambil bicara, dia menoleh ke arah Adelina, keningnya sedikit berkerut. "Siapa yang suruh kamu datang ke sini? Pendidikanmu tidak cukup. Sekalipun dikasih kesempatan, kamu juga tidak akan bisa memanfaatkannya."

"Sudah selesai?"

Adelina tidak ingin berdebat dengan mereka di tempat ini. Setelah tahu tempat ini bukan untuknya, dia pun berbalik hendak pergi.

Sikap dinginnya membuat Leonard kesal, dan tanpa sadar ia langsung membentak.

"Kamu itu apa-apaan sih? Pendidikanmu sendiri kurang, mau salahin siapa?"

Adelina berbalik menatapnya. Nada bicaranya datar, tapi sorot matanya membawa sedikit sindiran.

"Menurut kamu, aku harus punya sikap seperti apa?"

Wajah Leonard langsung berubah, suaranya dipenuhi amarah, "Jangan bersikap seolah-olah semua orang punya utang sama kamu. Felicia lulus S2 itu karena usahanya sendiri. Kalau kamu berusaha sedikit saja, kamu pasti nggak akan..."

"Heh."

Tawa ringan Adelina sukses memotong ucapannya. Tatapan Leonard langsung menjadi gelap. "Kamu ketawa apaan?"

Adelina mengangkat sudut bibir, bahkan senyumnya pun terasa dingin. "Tiga tahun lalu, aku menerima surat penerimaan dari Universitas Cendekia Utama."

Ruangan seketika hening.

Adelina menatap Leonard dengan tatapan menyindir.

Memang dia tidak cukup berusaha? Sejak kembali ke Keluarga Wijaya, dia tahu dirinya tidak bisa dibandingkan dengan Felicia yang dimanjakan dan dipuja-puja. Satu-satunya hal yang bisa ia banggakan hanyalah nilai akademis. Demi membuat Keluarga Wijaya senang, dia belajar mati-matian dan akhirnya berhasil diterima di universitas top, Universitas Cendekia Utama.

Saat menerima surat pemberitahuan dari Universitas Cendekia Utama, dia begitu senang dan ingin segera memberitahu Keluarga Wijaya.

Namun yang ia dengar justru... mereka ingin dia menggantikan Felicia masuk penjara.

Leonard langsung membeku di tempat, matanya dipenuhi keterkejutan yang luar biasa.

Sementara Felicia diam-diam menggertakkan gigi.

Adelina ternyata berhasil masuk Universitas Cendekia Utama? Itu tidak mungkin!

"Kak Adelina, itu... itu beneran? Tapi di rumah kita nggak pernah dapat telepon dari Universitas Cendekia Utama, kak... aku bukannya bilang kamu bohong, aku malah senang banget kalau kakak bisa diterima di Universitas Cendekia Utama, aku cuma..."

Felicia buru-buru menjelaskan dengan wajah panik. Leonard baru tersadar dan langsung menatap Adelina dengan mata penuh keraguan.

"Kamu yakin dapat surat pemberitahuannya?"

"Adelina, hal seperti ini bisa dicek, jangan pikir bisa bohongi aku."

Adelina sudah terlalu terbiasa, apa pun yang dikatakan Felicia, Leonard pasti percaya. Bukan cuma Leonard, semua orang di Keluarga Wijaya, kecuali Kakek, semuanya sama saja.

"Mau percaya atau nggak, terserah kamu."

Ekspresi Adelina terlalu tenang, tidak terlihat seperti sedang berbohong, membuat Leonard diliputi perasaan campur aduk.

Kalau itu benar... bukankah artinya mereka sudah menghancurkan masa depan Adelina?

Begitu keluar dari area wawancara, Adelina sempat berpikir sejenak, lalu mengirim pesan pada orang itu.

Bukan karena ingin mengadu, tapi karena lokasi wawancara ini memang diberikan olehnya, entah hasilnya baik atau buruk, tetap harus diberi tahu.

Di saat yang sama.

Di lantai paling atas, ruang kerja presiden direktur.

Asisten Eksekutif Andreas Ardianto menerima panggilan dari Presiden Direktur, ekspresinya seketika jadi aneh.

"Perlu saya beri tahu identitas Anda pada Nona Adelina?"

"Tidak usah."

Suara pria yang rendah dan datar terdengar dari ponsel.

Menjelang panggilan berakhir, Asisten Eksekutif Andreas mendengar satu kalimat, "Dia bisa menebaknya."

"Nona Adelina?"

Asisten Eksekutif Andreas buru-buru keluar dan akhirnya berhasil memanggil Adelina sebelum dia benar-benar meninggalkan perusahaan.

"Nona Adelina, tunggu sebentar."

Tatapan Asisten Eksekutif Andreas dengan samar memperhatikan Adelina. Jadi ini perempuan yang membuat presdir mereka yang biasanya selalu tegas dan dingin sampai rela turun tangan sendiri lewat jalur koneksi?

Memang cantik, tapi auranya terlalu dingin.

Asisten Eksekutif Andreas hanya bisa mengagumi dalam hati, tak menunjukkan apa pun di wajahnya.

Adelina menatap senyuman yang terlihat jelas palsu itu, raut wajahnya menyiratkan sedikit kebingungan. "Kamu mencariku ada urusan apa?"

"Begini, aku punya satu pekerjaan yang sangat cocok untuk Nona Adelina. Apakah Nona Adelina bersedia mencobanya?"

Asisten Eksekutif Andreas tidak bertele-tele, langsung menyampaikan maksudnya dengan singkat.

Tatapan Adelina sempat berubah sesaat, lalu matanya menatap wajah Asisten Eksekutif Andreas.

Tapi entah kenapa, Asisten Eksekutif Andreas justru merasa tertekan sejenak.

"Mengapa memilih aku?"

Suara perempuan itu dingin dan datar. Begitu suaranya terdengar, tekanan tadi pun langsung lenyap. Mata Asisten Eksekutif Andreas muncul kilatan berpikir dalam, tapi wajahnya tetap tersenyum sopan. "Nona Adelina, tak perlu terlalu dipikirkan. Alasan memilihmu… karena ada seseorang yang memerintahkan."

Adelina terdiam beberapa detik. Memang, dia sedang sangat butuh pekerjaan.

Setelah menjenguk kakeknya, dia juga akan keluar dari Keluarga Wijaya.

"Baik."

Asisten Eksekutif Andreas berhasil menyelesaikan tugasnya, lalu tersenyum dan mengisyaratkan dengan tangan, "Nona Adelina, silakan ikut saya."

Begitu keluar dari perusahaan, matahari sudah mulai tenggelam di ufuk barat.

Adelina berjalan pelan menuju halte bus, menikmati langit senja yang kemerahan di kejauhan.

Namun, setelah menunggu di halte selama setengah jam, Adelina baru sadar, sepertinya bus sudah tidak beroperasi lagi.

Ia melihat jam. Sudah pukul tujuh.

Adelina masih cukup ingat jalan pulang ke rumah Keluarga Wijaya. Karena dia sudah setuju untuk kembali, tentu dia tidak akan mengingkari janjinya.

Dia juga belum sempat bertemu dengan Kakeknya.

Pukul delapan malam.

Di vila Keluarga Wijaya, di meja makan.

Wajah Leonard tampak tidak enak saat melihat kursi kosong di meja makan.

"Bu, kita tidak usah tunggu lagi."

"Tidak boleh."

Sang Ibu menolak dengan tegas. Matanya berkaca-kaca, suaranya lirih dan penuh harap, "Adelina pasti akan pulang. Dia sudah janji padaku akan tinggal di rumah ini."

"Tapi dia juga harus menganggap tempat ini sebagai rumah. Bu, kalau sampai sekarang dia belum pulang juga, itu jelas artinya dia memang tidak berniat kembali. Dia cuma sedang mempermainkan kita."

Leonard merasa marah bukan main, wajahnya dipenuhi kemarahan karena merasa dibohongi.

"Kakak Kedua, apa Kak Adelina tidak pulang karena soal pekerjaan itu ya? Semua salahku, aku seharusnya menyerahkan kesempatan itu pada Kakak… Kakak pasti marah padaku."

Ujung suara Felicia mulai tercekat saat bicara.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 50

    Suara Adelina tetap tenang, tapi tatapannya mengandung ejekan yang begitu jelas.Dia menatap Leonard tanpa gentar, tatapan itu justru membuat Leonard merasa malu tanpa alasan. Seolah Adelina bisa menembus isi hatinya, jernih dan tajam, lalu perlahan berubah menjadi tatapan penuh sindiran.Adelina merasa bersyukur, setidaknya dirinya tidak seperti Keluarga Wijaya yang bisa mengucapkan hal-hal tak masuk akal seolah-olah mereka paling benar.Seperti sekarang."Aku sudah menurut pada kalian, aku sudah putuskan pertunangan dengan Nathaniel. Sekarang kendali soal pernikahan itu ada di tangan Keluarga Laksana. Jadi kalau Nathaniel menolak bertunangan dengan Felicia, bukankah itu masalahnya Felicia?"Satu kalimat itu saja cukup membuat wajah Leonard merah padam karena marah dan malu. "Adelina, kamu berani bilang semua ini nggak ada hubungannya sama kamu?"Adelina menjawab dengan dingin, "Kenapa nggak berani? Kamu kira aku sama penakutnya kayak kalian? Apa yang harus aku lakukan, sudah aku laku

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 49

    Saat itu, tiba-tiba saja Felicia memotong ucapan Nathaniel. "Kakak Nathaniel, aku sebenarnya lumayan suka main catur, hanya saja belum sempat belajar. Kakak Nathaniel bisa ajarin aku nggak?"Nathaniel mengangguk setuju, tapi belum sepenuhnya melupakan apa yang tadi ingin dia katakan. Hanya saja sebelum sempat lanjut bicara, Adelina sudah berdiri, lalu langsung berkata pada Kakek Herman, "Kakek Herman, sepertinya hari ini aku nggak bisa lanjut main. Nanti kalau aku ada waktu lagi, aku datang untuk menemani Kakek main catur."Meskipun Kakek Herman agak kecewa, beliau tetap mengangguk pelan.Mereka masih mengobrol, tapi Adelina malah memilih langsung bicara ke Kakek Herman begitu saja, jelas sekali tidak menganggap mereka yang lain penting.Diperlakukan dingin seperti itu lagi oleh Adelina membuat wajah Nathaniel berubah muram.Di mata Felicia sekilas muncul ekspresi kesal, tapi dia segera mengangkat wajah dengan raut seolah-olah sedang merasa tersinggung. Sementara Leonard yang memang ta

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 48

    Senyuman di wajah Felicia seketika menegang.Bisa masuk Perusahaan YJ tadinya adalah hal yang paling ia banggakan. Bagaimanapun juga, merek desain milik YJ cukup terkenal, baik di dalam maupun luar negeri.Tapi itu sebelum dia melihat Adelina juga berada di sana.Begitu bayangan Adelina melintas di benaknya, tatapan Felicia langsung memancarkan rasa iri dan benci yang ia sembunyikan rapat-rapat."Felicia bilang, direktur desain di kantornya sangat menghargai kinerjanya, bahkan mencalonkan dia untuk mewakili perusahaan di lomba desain yang diadakan di Kota Lautanagara. Kabarnya, acara ini juga didukung langsung oleh pemerintah dan akan disiarkan secara langsung."Bu Nadya yang menyebutkannya, wajahnya penuh dengan kebanggaan, seolah pencapaian itu adalah miliknya juga.Bu Ratna sedikit terkejut, tapi senyumnya justru semakin hangat dan ramah.Setelah basa-basi beberapa saat, Pak Satrio mulai masuk ke inti pertemuan, "Felicia sampai ikut lomba desain sekarang, kabar ini sudah disampaikan

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 47

    [Tidak.]Adelina langsung membalas pesan itu dengan satu kata, lalu meletakkan ponselnya dan pergi mandi.Setelah selesai mandi dan keluar lagi, beberapa notifikasi pesan sudah masuk ke ponselnya. Dia hanya sekilas melihat isi pesannya, lalu membalas singkat:[Aku sementara belum berniat kembali ke dunia desain.]Orang itu pernah bilang, bakat terbesarnya sebenarnya bukan di desain, tapi di bidang komputer.Dengan cekatan, dia keluar dari akun tersebut dan masuk ke akun utamanya. Baru saja masuk, satu pesan dari Reynard langsung masuk.Isinya, menanyakan apakah dia punya waktu luang besok.Adelina langsung teringat bahwa besok dia berencana mengunjungi Kakek Herman. Tapi Reynard mencarinya karena urusan apa? Apa ada sesuatu yang terjadi di perusahaan?[Pak Reynard, ada urusan kantor?][Bukan. Urusan pribadi.]Adelina sedikit terkejut, tapi tetap menjawab apa adanya,[Besok aku tidak ada waktu.][Baik.]Karena bukan urusan pekerjaan, Adelina pun merasa lega. Meski begitu, tetap saja ada

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 46

    Tapi saat memikirkan kondisi Keluarga Laksana yang sekarang sedang berada di puncak kejayaan, sedangkan Keluarga Wijaya justru makin merosot, pertunangan ini memang harus segera disepakati secepatnya.“Felicia nggak perlu khawatir. Nanti begitu ayahmu pulang, Ibu akan minta dia cari waktu untuk bicara ke Keluarga Laksana. Kalau bisa, kamu langsung tunangan dulu dengan Nathaniel. Gimana, senang nggak?”Bu Nadya tentu bisa melihat isi hati Felicia.Wajah Felicia langsung bersemu merah malu, tapi sorot matanya penuh sukacita. Ia manja-manja ke arah ibunya.“Ibu, kamu mengejek aku, ya...”...Langit perlahan makin gelap. Di kejauhan, sebuah mobil hitam mewah melaju masuk ke area vila.Begitu melihat mobil itu, Felicia langsung berseru senang dan bangkit berdiri.“Ibu, Kakak Kedua, Ayah sudah pulang!”Sambil berkata begitu, dia langsung berlari ke luar.Bu Nadya pun tersenyum dan ikut keluar. Leonard menyusul di sebelahnya. Tapi baru saja mereka sampai di halaman, tiba-tiba terdengar suara

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 45

    Setelah baru saja menyelesaikan urusannya, Karina kembali sambil membeli kopi. Begitu masuk, dia langsung melihat Felicia berdiri di sana.Seketika ia merasa aneh."Bu Karina, kamu sudah kembali?"Wajah Felicia sudah kembali tenang, suaranya datar, seolah tak terjadi apa pun. "Mau kopi apa? Tadi aku ada urusan, makanya baru datang buat pesan kopi."Karina juga tidak curiga apa-apa, sementara pelayan yang tahu situasinya cuma melirik tanpa berkata apa-apa.Setelah keduanya memesan kopi dan kembali ke departemen desain, Felicia terlihat terus-menerus gelisah.Pikiran tentang apa yang dikatakan Nathaniel pada Adelina terus mengganggunya. Felicia diliputi kecemasan, intuisi dalam hatinya jelas memberi tahu bahwa Nathaniel tidak sepenuhnya tak tertarik pada Adelina.Semakin dipikirkan, rasa krisis dalam hatinya pun makin menguat....Sore hari saat jam pulang kantor.Leonard melihat Felicia keluar. Senyumnya belum sempat berkembang sempurna, sudah langsung membeku, lalu ia panik dan nadanya

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status