Desti wanita tunanetra yang kabur dari acara pernikahannya bersama dengan teman SMP-nya. Namun, Desti ditinggalkan di tengah jembatan begitu saja oleh temannya. Winarta yang tidak ingin nama baiknya menjadi rusak pun, segera mencari pengganti pengantinnya. Saat Winarta melewati jembatan dengan mengendarai mobilnya, Winarta melihat seorang wanita dengan menggunakan gaun pengantin sedang berdiri di pinggir jembatan. Winarta turun dari mobilnya dan membuat kesepakatan dengan wanita itu untuk menjadi pengantin pengganti. Wanita itu adalah Desti, tapi Winarta tidak mengetahuinya. Karena Winarta yang tidak pernah melihat wajah pengantinnya. Pernikahan berjalan dengan lancar karena Winarta yang menutupi wajah Desti dengan cadar. Saat memasuki mansion Winarta, Desti mendapatkan perlakuan buruk dari istri pertama Winarta, yang mana saat itu Desti diperlakukan layaknya seorang budak. Namun, itu tidak berlangsung lama, setelah Winarta menyelidiki identitas Desti dan mengetahui jika desti memanglah pengantinnya. Winarta menumpahkan semua kasih sayangnya dan perhatiannya kepada Desti, hal itu membuat istri pertama Winarta bernama Siska merasa iri, dan Siska pun mengajak Desti ke hutan yang terdapat jurang. Siska pun mendorong Desti ke dalam Jurang itu, yang mana saat itu Desti sedang hamil 6 minggu.
Lihat lebih banyak"Mi, Mami yakin mau jual Desti?" tanya Burdan, paman Desti.
"Emang, Papa mau jual siapa lagi kalau bukan Desti? Papa mau jual putri kita? Tidak, aku tidak akan setuju, jika berani saja Papa menjual putri kita, aku akan mengambil tambang emas yang telah ayah berikan kepadamu!" Ancam Linda. Karena Linda tau jika suaminya itu masih menyimpan semua tambang emas yang diberikan oleh ayahnya kepada Burdan.
Selain perusahaan yang seharusnya milik Desti. Tambang emas yang diberikan oleh ayah Linda kepada Burdan adalah satu-satunya penghasilan Burdan. Meski begitu, tidak menghasilkan sebesar penghasilan dari perusahaan almarhum ayah Desti.
"Tapi, Mi ... perusahaan itu adalah perusahaan yang seharusnya milik Desti, apa pantas kita jualnya?" ucap Burdan. Burdan masih kurang yakin, dengan ide istrinya yang ingin menjual keponakannya itu. Selama ini Burdan sudah mengambil semua hak yang seharusnya menjadi milik Desti.
Uang perusahaan yang seharusnya dapat Desti nikmati, tetapi selama ini tidak pernah sedikit pun Desti menikmatinya. Apalagi, Burdan hanya diam. Saat melihat Desti yang selalu diperlakukan tak adil oleh istri dan anaknya.
"Lalu … jika Papi tidak ingin menjual anak tidak berguna itu, Papi ingin kita jatuh miskin?" ucap Linda berkacak pinggang.
"..., baiklah." Burdan tidak bisa berkata-kata lagi. memang benar yang dikatakan oleh Linda, tidak ada jalan lain selain menjual Desti kepada Winarta.
"Masih beruntung dia aku jual ke raja bisnis, hidupnya pasti lebih terjamin jika Desti menjadi istrinya," ucap Linda. Sebenarnya Linda memiliki niat tersendiri mengapa ia menjual Desti kepada Winarta. Karena, setelah Desti menjadi istri Winarta, ia akan memanfaatkan Desti. Dengan Desti yang menjadi istri Winarta, Linda bisa mengambil uang bulanan yang Winarta berikan kepada Desti. Akan sangat mudah untuk mengambil uang dari Desti dikarenakan matanya yang buta itu.
***
Tes …
Setetes air mata akhirnya jatuh mengenai pipi Desti. Desti yang berdiri di depan pintu kamar Burdan dan Linda, menutup mulutnya saat mendengarkan percakapan mereka. Sakit hati Desti saat mendengar Linda sangat tega padanya.
Dengan menggunakan gaun pengantin berwarna putih, Desti menurunkan badannya ke lantai dengan air mata yang berjatuhan. Bahkan pipi Desti mulai menghitam karena eyeliner yang dipakai luntur. Karena air mata yang terus keluar dari sudut matanya.
Saat Desti mendengar suara langkah kaki yang akan menuju pintu, Desti segera pergi dari depan pintu kamar Burdan dan juga Linda. Desti berjalan dengan meraba-raba sekitarnya dan berlindung di sela-sela tembok. Untung saja sela-sela di tembok itu cukup besar, sehingga membuat badan Desti bisa masuk ke dalam sela-sela tembok itu.
Walaupun Desti buta, tapi pendengaran Desti sangat tajam. Desti bahkan bisa mengetahui orang itu, berada di dekat dengannya ataupun berjauhan dengannya. Hanya menggunakan pendengarannya saja.
Setelah mendengar suara langkah kakinya menjauh, Desti segera berjalan menuju kamarnya dengan meraba-raba tembok dan benda di sekitarnya. Desti sudah hafal dengan setiap sudut rumah ini. Karena sejak orang tuanya meninggal di usianya yang ke 10 tahun, Desti diasuh oleh pamannya sehingga membuat Desti hafal dengan setiap sudut rumah itu.
Ketika Desti sampai di dalam kamarnya, Desti terduduk di lantai, dengan make up yang sudah luntur dikarenakan air matanya. Kembali Desti mengingat percakapan paman dan bibinya. Percakapan mereka masih terus berputar dalam pikiran Desti.
"Kenapa mereka sangat tega … apa salahku sehingga mereka ingin menjualku?" Desti menangis sesegukan dengan kedua kakinya yang dilipat. Kedua tangannya yang dilipat dengan kakinya yang menjadi tumpuan dan kepalanya yang menunduk dan kedua tangannya yang menjadi tumpuan kepala Desti.
“Sekarang, bagaimana caranya aku bisa kabur dari pernikahan ini? Hisk … dengan mataku yang tidak bisa melihat, aku tidak akan bisa melihat jalan,” gumam Desti. Air matanya habis berjatuhan mengenai gaun pengantinnya.
Clek
Desti mendengar suara pintu dibuka, dengan segera Desti menghapus sisa air matanya. Ia tidak ingin menjawab pertanyaan yang akan membuat kebingungan, untuk menjawab. Desti juga takut jika yang masuk itu adalah paman atau bibinya.
"Apa kau ingin kabur dari pernikahan ini?" tanya Ruysi. Teman Desti yang masuk ke dalam kamar dengan senyuman yang mengembang di udara.
"..." Tidak ada jawaban dari Desti. Wanita berumur 22 tahun itu masih tetap dengan posisi awalnya.
"Aku bisa membantumu, jika kau ingin kabur dari pernikahan ini." Sebuah senyuman licik terlihat di bibir Ruysi. Wanita itu memiliki siasat yang mana mungkin akan menjatuhkan Desti.
Bagus, aku tidak perlu memikirkan cara untuk membuatmu menghilang dari pernikahan ini, batin Ruysi. Merasa beruntung karena mendengar ucapan Desti.
"Benarkah?" Terdapat binar bahagia pada suara Desti. Wajahnya yang tadi terlihat sedih seketika berubah menjadi binar bahagia.
Iya, jadi apa kau mau mengikutiku dan percaya padaku? tanya Ruysi dengan tangannya yang dilipat di dadanya.
"Iya," jawab Desti tanpa berpikir dua kali. Desti langsung percaya begitu saja kepada Ruysi, padahal sebenarnya Ruysi adalah orang bayaran istri pertama Winarta. Pengantin pria yang akan menikah dengan Desti.
Wanita itu sudah dibutakan oleh uang, dan mengabaikan temannya itu. Karena uang yang diberikan oleh istri pertama Winarta, yang bernama Siska itu cukup banyak. Untuk membawa kabur pengantin wanitanya.
"Baiklah, sekarang kau ikuti aku," ucap Ruysi menarik pergelangan tangan Desti. Namun, langkahnya terhenti saat sesuatu yang licik muncul dalam otaknya.
"Tunggu sebentar," ucap Ruysi dengan menaruh tangan Desti pada tembok.
Ruysi kembali masuk ke dalam kamar Desti, ia membuka setiap laci yang ada di kamar Desti. "Sial, kenapa wanita ini sangat miskin, aku jadi tidak mendapatkan keuntungan sedikit pun," batin Ruysi kesal. Ruysi berniat mengambil uang maupun benda berharga yang Desti miliki, tetapi sepertinya Desti tidak memiliki apa pun. Jadi, Ruysi hanya bisa membawa kabur Desti tanpa membawa harta benda untuk dirinya sendiri.
Karena, penjagaan yang tidak terlalu ketat untuk Desti, membuat Ruysi dengan mudah dapat membawa Desti kabur dari acara pernikahannya. Melewati pintu belakang gedung itu, Ruysi berhasil keluar dengan membuat penjaga yang berjaga di sekitarnya pingsan. Dengan memukul tengkuknya dengan tongkat bisbol.
***
Saat ini Ruysi dan Desti sudah berhasil keluar dari gedung pernikahan Desti. Mereka berjalan kaki trotoar. Namun, pikiran Ruysi yang terus memikirkan apa yang akan dia lakukan selanjutnya.
"Ke mana aku akan membawa wanita tidak berguna ini? Tidak mungkin aku membawanya ke rumahku," batin Ruysi.
Bruuss
"Arrgg …," teriak Ruysi. Saat sebuah mobil melindas genangan air dan membuat air itu terciprat ke arahnya. Dan untungnya Desti tidak terkena karena Desti yang berada di samping Ruysi.
"Ada apa Ruysi?" tanya Desti saat mendengar teriakan Ruysi.
"Mobil sialan, mentang-mentang orang kaya kau mencipratkan air ke bajuku dengan menggunakan mobilmu itu," ucap Ruysi marah. Ruysi melihat ke arah bajunya, melihatnya bajunya penuh dengan noda berwarna cokelat.
“Sudahlah Ruysi … nanti kita ganti saat di rumah kamu,” ucap Desti sambil tersenyum ke arah Ruysi. Ruysi tidak menanggapinya, tetapi ia menghentakkan kakinya kesal.
“Ruysi, apa sekarang kita sedang berada di jembatan?” tanya Desti, saat merasakan angin yang kencang dari arah samping dan juga Desti dapat meraba pegangan pembatas jembatan itu.
Iya, jawab Ruysi dengan nada yang masih terdengar kesal.
Tiba-tiba saja muncul senyuman di bibir Ruysi. "Kenapa aku tidak meninggalkan perempuan ini saja di sini, lagian dia tidak bisa melihat. Tidak mungkin jika dia akan kembali lagi ke gedung pernikahannya, paling-paling dia akan mati karena terpeleset," batin Ruysi.
Ruysi perlahan mulai melepaskan tangan Desti dan berlari menjauhi Desti. Ruysi menyetop taksi yang menjembatani jembatan itu, dan menaiki mobil sendirian. Membuat mobil itu melaju kencang karena perintah Ruysi.
Desti yang mendengar langkah kaki Ruysi berlari menjauh darinya pun berteriak, "Ruysi …."
"Ruisi …."
"Ruysi … tunggu Ruysi," teriak Desti. Berkali-kali ia berteriak. Namun, tak terdengar suara langkah kaki Ruysi mendekat.
Waktu terus berlalu, dan kini sudah hari kelima Desti berada di rumah sakit. Sesuai dengan apa yang dikatakan Dimas hari itu, Desti bisa pulang dalam waktu satu minggu jika kondisinya selalu berjalan membaik. Hari itu adalah besok jadi hari ini, hari terakhir Desti di rumah sakit. “Sayang, aku akan ke ruang kerja dulu, apa kau menginginkan sesuatu sebelum aku pergi?” ucap Winarta yang berharap jika Desti bisa sedikit saja bersikap manja kepadanya. “Aku tidak menginginkan apa pun, aku akan tidur,” ucap Desti. Mendengar jawaban Desti membuat wajah Winarta cemberut, dan berkata, “Baiklah ….” “Sayang … aku pinjam Jona dan Nita dulu, ya. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan,” ucap Winarta. “Iya … tapi nanti saat kau kembali bawakan aku es krim,” ucap Desti dengan memeluk guling. Mendengar itu membuat Winarta tersenyum dan berkata, “Baiklah, Sayang ….”Winarta berjalan ke ruangan kerjanya yang mana ruangan yang berada di samping kamar Desti itu menjadi ruang kerja Winarta selama Desti
“Ada apa denganmu? Seperti kalah perang saja,” ucap Dimas dengan sebelah alisnya yang naik. Nico berjalan ke arah Winarta dan melihat layar laptop Winarta. “Astaga … untuk apa kau sampai meretas keamanan sistem negara?” Mendengar itu membuat Dimas yang bermain handphone kaget. "Ta, yang bener aja, lo pakek laptop gue buat meretas keamanan negara. Bisa abis gua, Ta." Bhuggg"Diam, sialan," umpat Winarta seraya melempar bantal yang ada di sofanya ke arah Dimas. “Untuk apa kau meretas keamanan negara?” tanya Nico, memperhatikan isi dari laptop Winarta, dan kembali berkata, “apa kau meretas keamanan negara hanya untuk mencari pelaku yang menaruh ular di ruangan Desti?” Mendengar jika masalah keselamatan istrinya yang dianggap sepele oleh Nico membuat Winarta menatap tajam ke arah Nico. Yang mana membuat Nico tidak melanjutkan perkataannya. “Di dunia ini keselamatan istriku yang utama!” ucap Winarta dengan tegas. “Okey … oke, tapi kenapa kau sampai harus meretas keamanan negara? Kej
Dimas yang merasa bersalah melihat Nita yang menangis seperti itu pun mengejar Nita. Tak lama setelah mereka keluar, Zirah pun datang dengan membawa nampan yang berisi makanan, dengan pakaian yang menggoda Zirah pun berkata, “Tuan, ini makanan untuk nyonya.”Winarta tidak menjawab, tetapi melihat ke arah Jona yang sedang duduk di sofa. Jona yang mengerti arti tatapan itu pun segera bangun dan mengambil nampan itu dari tangan Zirah. Mendapat perlakuan seperti itu membuat Zirah kesal. Melihat wajah kesal Zirah membuat Jona senang dan hal itu membuat Jona teringat hal yang Zirah katakan saat ia akan memasuki ruangan Desti. Jona menaruh nampan itu di nakas samping tempat tidur Desti dan kembali duduk di sofa diikuti dengan Zirah. Sampai 4 jam mereka duduk di sana tanpa melakukan apa pun dan tak lama kemudian datanglah Dimas, Nita dan Nico memasuki ruangan Desti. Saat Nita duduk di samping Jona, Jona pun berkata, “Hebat kau Nit, keluar bawa satu cowok dan masuk bawa dua, Good girls.” Jon
“Kakiku seperti digigit,” ucap Desti yang terdengar rintihan kesakitan di sela-sela ucapannya.Mendengar itu Winarta pun langsung menyingkap selimut Desti, alangkah kagetnya Winarta saat melihat kaki Desti yang dililit dan digigit ular. Winarta tanpa menunggu lama pun langsung mengambil ular itu dan membuangnya melalui jendela, dengan sigap Winarta menyobek selimut Desti dan mengikatnya di kaki Desti yang di gigit ular. Setelahnya Winarta langsung memencet tombol yang mana akan langsung terhubung ke Dimas. Winarta memeluk Desti dan membenamkan kepalanya di dada Winarta. “Sayang, tahan ya … sebentar lagi DImas datang,” ucap Winarta dengan suara yang gemetar. Tak lama kemudian Dimas datang dengan membawa peralatannya dan berkata, “Ada apa?” “Perlukah kau bertanya? Tidaknya kain itu bisa menjelaskannya!” ucap Winarta dengan suara yang tertahan. Dimas yag melihat kain yang terlilit di kaki Desti pun langsung mengeluarkan peralatannya sampai beberapa waktu kemudian Dimas selesai. Namu
Melihat wanita itu, membuat Winarta memasang wajah garang dengan alis yang mengerut. Dimas yang melihat ekspresi itu pun segera berbicara, "Wou … Wou … tenang dulu, tenang … dia itu suster yang akan menjaga istrimu selama dia sakit." "Kenapa kau memilih wanita menjijikan seperti ini?" Tatapan mengerikan itu berganti kepada Dimas dan membuatnya panik. "Astaga Zirah kenapa menggunakan pakaian seperti itu sih! Sekarang aku jadi harus menghadapi siang 'kan!" umpat Dimas dalam hati. "Maaf Tuan, apa yang salah dengan saya?" ucap Zirah dengan berjalan mendekat dan nada menggoda.“Menjauh dariku!!!” bentak Winarta membuat langkah Zirah terhenti. “Winarta! Kenapa kau mesti membentaknya! Dia hanya meminta maaf,” bentak Desti, bahkan Desti sampai mengerutkan keningnya. Winarta yang mendengar itu pun terdiam seketika. Mengingat kondisi Desti yang sedang sakit membuatnya tidak ingin memperburuk keadaan Desti. Winarta menatap ke arah Dimas tajam.“Sayang–”“Sus, nama Anda siapa?” tanya Desti
Desti mendengar itu pun tersentak dan perlahan melihat ke arah wanita paruh baya yang mengaku adalah ibunya. “Apa itu artinya aku sudah meninggal?” “Tidak, Sayang … Rohmu masih bisa masuk ke dalam tubuhmu. Itu semua tergantung dengan keinginanmu, Di sana ada suamimu yang sedang menunggumu. Apa kau tidak ingin kembali?” Wanita paruh baya itu memegang tangan Desti dan menumpuknya dengan tangannya. “Jika aku kembali, bagaimana denganmu, Bu … bukankah kau mengatakan kau ibuku? Akankah kau kembali bersamaku juga?” tanya Desti dengan matanya yang mulai berkaca-kaca. Wanita itu tersenyum dan perlahan mengusap pelan kepala Desti dan berkata, “Aku tidak bisa lagi kembali ke dunia, Nak. Namun, aku akan selalu ada di sisimu dalam bentuk roh. “ Air mata Desti pun meluncur ke luar dari matanya. “Kenapa kau menangis, Nak?” “Aku ingin selalu bersamamu, Bu … tetapi aku juga ingin bersama suamiku. Jujur seiring berjalannya waktu, aku semakin mencintainya, rasa sayang itu mulai muncul, seiring be
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen