Share

Perjuangan Berat

Aisha bangun terlambat pagi ini karena harus melayani pria itu semalam beberapa kali. Akan tetapi dia ingat ucapan soal ibunya bertahan hanya demi anak-anak. Itu menyakitkan bagi Aisha. 

Tapi mengenai pekerjaan dia masih lebih tertarik bekerja di luar. Masih ada di dalam kamar. Devan yang sudah beranjak terlebih dahulu. 

Waktu Aisha memasang kembali pakaiannya. Devan keluar dari kamar mandi dengan keadaan rambut yang masih basah. 

“Mengenai ucapanku semalam soal pekerjaan. Pikirkan baik-baik. Aku punya perusahaan. Kalau kamu ingin mencoba, juga ingin memakai gelar kamu. Masuklah!” 

Aisha mengangkat kepalanya mendengar perkataan itu. “Tapi aku nggak mau cari asisten, kalau kamu mau di sana. Masuk saja. Kamu bisa ambil posisi sesuai jurusan kamu. Sesuai apa yang kamu bisa. Tapi urusan rumah tetap jadi urusan kamu juga. Jangan seperti orang yang saling kenal.” 

“Apakah Mas Devan perbolehkan aku bekerja?” 

“Kamu benar, kamu butuh karier dan juga pengalaman kerja untuk bisa cari pekerjaan di luar sana. Tapi aku mau kamu tetap di rumah ini juga. Kamu boleh bawa motor yang di bawah. kamu punya pendidikan, Aisha. Masuklah! Aku bisa bicarakan ini nanti kalau kamu harus bekerja. Siapkan saja surat lamaran juga CV kamu harus lengkap. Aku bisa masukkan kamu dengan jalur berbeda.” 

Segera dia beranjak dari tempat duduknya usai memasang baju. “Mas Devan nggak marah?” 

“Bangun pagi, siapkan sarapan. Setrika pakaianku, siapkan bekal makan siang. Lalu ke kantor, aku mulai jam 9 pagi untuk bekerja. Kamu masih ada waktu sampai jam 8 untuk siap-siap lalu berangkat. Pulang jam 5 sore, kamu pulang juga siapkan makan malam.” 

Itu pasti sangat berat sekali bagi Aisha kalau dia bekerja dan banyak sekali pekerjaan di rumah ini. “Apakah Mas Devan keberatan?” 

“Tidak.” 

“Mas Devan ikhlas?” 

“Lakukan saja, jangan cari pekerjaan di luar sana yang tidak kamu mengerti. Aku bisa mengawasimu kalau kamu di perusahaanku. Jangan banyak tingkah saja, Aisha. Aku memahami dengan baik soal keadaan kamu. Jangan pernah berpikir kalau kamu bisa keluar dari sini. Aku tidak pernah percaya pada orang lain, Aisha.” 

“Lalu kenapa denganku?” 

“Coba kamu pikirkan lagi. Dari kecil kamu sudah di sini. Segala kelakuan biadab ayahmu aku tahu. Bahkan ketika Ibumu hamil Hendra. Berapa kali Ibumu dipukuli? Apa kamu tahu bagaimana orangtuamu terus bertahan demi kalian berdua.” 

Devan tidak bisa toleransi ucapannya terhadap Juan. Yang artinya dia sangat kecewa sekali terhadap Juan sejauh ini. “Maaf jika kata-kataku tidak baik kamu dengar. Akan tetapi aku benci terhadap Ayahmu dari dulu. Ibumu pernah masuk rumah sakit dan hampir keguguran saat Ayahmu menikah lagi. Catat itu baik-baik ketika aku masih kecil tapi Ibumu sudah berjuang keras. Aku sedang disuapi, menyaksikan kejadian itu. Masih lekat di kepalaku. Kamu pikir apa alasan aku kuliahkan kamu? Karena jelas aku berpikir kalau Juan tidak akan lanjutkan pendidikanmu.” 

Aisha termenung mendengar setiap kata yang keluar dari mulutnya Devan kalau memang benar pria itu tidak akan pernah mau lanjutkan pendidikan Aisha. “Kalau kamu sanggup dengan dua pekerjaan. Gajimu dua kali lebih banyak. Tapi berjanjilah satu hal padaku, Aisha.” 

“Apa?” ucapnya dengan sangat cepat kalau dia ingin tahu apa yang dimaksud oleh pria itu. 

Devan lalu menghela napas dan memakai bajunya di depan Aisha tanpa peduli bahwa Aisha bisa lihat tubuhnya. “Pastikan masa depannya Hendra.” 

“Kenapa Mas Devan peduli?” 

“Masa kecil kalian terlalu menderita. Bekerja dan biayai adikmu dengan baik. Jangan pernah berhubungan untuk mencari cinta. Karena itu tidak akan buat kamu bahagia. Nggak semua cinta itu berakhir dengan bahagia. Di luar sana masih banyak orang jahat yang memanfaatkan orang baik. Kalau kamu berjuang untuk masa depanmu. Lalu kemudian kamu sendiri bisa bangkit, buat usaha. Lakukan apa yang kamu bisa. Jangan libatkan seorang pria di dalam hidup kamu dalam mencari kesuksesan.” 

“Apa itu berpengaruh?” 

“Seorang pria akan melakukan apa pun yang dia mau tanpa berpikir juga tanpa hati. Salah kalau kamu terlalu berharap cinta kamu dibalas.” 

“Yakin Mas Devan seperti itu soal cinta?” 

Pria itu mengancingkan kemejanya. Tapi kemudian Aisha dengan spontan berdiri dan memasangkan kancing kemejanya. Tangannya dipegang oleh Devan. “Hari ini pergilah ke rumah sakit!” 

“Mas Devan belum jawab pertanyaanku.” 

“Semua pria tidak akan pernah perlakukan kamu dengan istimewa kalau kamu udah jatuh cinta, Aisha.” 

“Kenapa begitu?” 

“Aku bilang kalau cowok nggak akan pakai hati kalau kamu sudah jatuh hati. Beda sama cewek, dia akan berusaha untuk berikan segalanya. Bahkan hidupnya diberikan kepada orang yang begitu sayang padanya.” 

Aisha mengangguk dan kemudian saat itu dia hendak keluar dari kamar tersebut. “Pikirkan tawaranku untuk bawa kamu bekerja.” 

Dia juga harus pikirkan dengan baik tawaran yang telah diberikan oleh pria itu untuknya. Sementara Aisha sendiri bingung harus berbuat apa pada orang yang sudah membantunya melakukan banyak hal. Jujur saja kalau sebenarnya Aisha tersentuh dengan ajakan dari Devan untuk bekerja di perusahaannya. 

Suatu hal yang tidak pernah dibayangkan sendiri oleh Aisha kalau pemikiran pria itu jauh terhadapnya. 

Hari ini dia akan ke rumah sakit lagi dan untuk kali ini adalah menemani ibunya yang operasi. 

Selesai siapkan sarapan. Devan mengeluarkan uang untuknya. “Pakai untuk ke rumah sakit. Kamu nggak apa-apa nginap di rumah sakit kalau memang Ibumu perlu ditemani. Aku bisa beli makanan di luar. Tapi jangan lupa kabari aku kalau kamu memang menginap di sana.” 

Aisha mengiyakan. 

Dia membereskan rumah dan juga mengepel. Selesai melakukan itu dia mandi dan bersiap ke rumah sakit. 

Pukul dua belas siang dia baru sampai di sana. 

Tiba di sana tapi Ibunya sudah kembali lagi ke rawat inap. “Suster, apakah operasinya berjalan dengan lancar?” 

Suster mengiyakan pertanyaan dari Aisha. “Sudah selesai dari tadi. Sekarang sedang istirahat. Sebentar lagi pasti sadar efek bius.” 

Dia tidak mau masuk terlebih dahulu karena dokter ada di sana  sedang bersama dengan ibunya. 

Aisha memilih ke kantin rumah sakit untuk makan siang. 

Dia dihubungi oleh adiknya kalau Hendra sudah kembali ke rumah sakit. 

Aisha ke ruangan ibunya. “Hendra.” 

Anak itu menoleh ke arahnya. “Ya kak?” 

“Kalau Ibu nanti keluar dari sini. Jangan pulang ke rumah, ya.” 

Adiknya menatap dengan intens. “Kenapa?” 

“Kakak akan cari uang lain buat kita bertiga.” 

“Kenapa kakak berpikir begitu. Kita ada rumah kok.” 

Tapi Aisha menggeleng. “Jangan ke sana. Kita cari kontrakan. Mungkin kamu sama Ibu akan tinggal di kontrakan. Aku tidak bisa tinggalkan rumah Mas Devan. Juga akan kakak belikan motor. Walaupun bekas, tapi masih bisa dipakai untuk kamu sekolah.” 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status