Share

4. Bertarung Melawan Badar

Sekeras apa pun Tyana dan Omen berpikir, mereka sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikiran Sagara. Ada apa dengan anak itu, mengapa semua perubahan yang terjadi padanya benar-benar di luar nalar? Sebelum hilang ingatan, Sagara mana berani melawan bahkan menantang Badar. Ditatap dari jauh saja Sagara sudah ciut dan menunduk dalam, lantas kenapa tiba-tiba di jadi seperti ini?

“Ini tidak bisa dibiarkan, aku harus melapor pada ayahku supaya si Badar enggak macam-macam sama kamu nanti, Ga.”

“Tidak usah Tya, aku akan baik-baik saja.”

“Jangan gila kamu, Saga! Kamu teh lupa ya kalau si Badar orangnya sangat gendeng? Dia bisa membahayakan nyawa kamu kalau kamu menyanggupi untuk bertarung sama dia sepulang sekolah nanti.”

“Orang sepertinya memang harus dilawan, jika terus dibiarkan maka dia akan semakin bertindak semena-mena. Menganggap dirinya paling hebat dan merajakan dirinya sendiri, bukankah kamu sendiri sering menjadi korbannya Men?”

“Iya, saya paham betul kalau manusia kayak si Badar emang mesti dilawan. Tapi bukan kamu orangnya, Ga, bukan kamu yang bisa melawan si monster Badar. Kita ini kaum lemah, satu-satunya yang memiliki sedikit kekuasaan Cuma Tyana. Dia masih bisa selamat karena dukungan di belakangnya kuat. Sedang saya dan kamu? aduh ... mengkhawatirkan Saga, kamu lupa, dulu pas Tyana sakit kamu sama saya pernah dimasukkan ke tong sampah besar terus kita digelindingin gitu aja. Saya mah ogah kalau harus mengalami hal semacam itu lagi, Ga.”

“Apa yang kamu takutkan tidak akan terjadi, Men, percaya sama aku.”

“Mana bisa aku percaya sama ide gila kamu, terlebih kondisi kamu masih sakit. Otak kamu masih mengalami gangguan, kepentok apa sih kamu Ga ... Ga, pusing saya mah, ah!”

“Omongan Omen bener, Ga, kali ini kamu harus ngalah. Masih ada waktu, kalau kamu mau aku bisa nganter kamu ketemu si Badar dan kita minta maaf bareng.”

“Nah, setuju tuh, ide bagus!” kata Omen masih sibuk mengupas kulit kacang, saat ini ketiga sahabat itu sedang ada di kantin sekolah.

Suasana di sana awalnya tenang-tenang saja, orang yang datang tidak begitu banyak. Perlahan kehebohan mulai terjadi saat sekumpulan siswa datang, mereka berjalan mengekori tiga gadis hits yang dinobatkan paling cantik di SMA Tribakti. Perhatian Tyana, Sagara, dan Omen pun beralih pada orang-orang itu. Tampak anak lelaki berebut menarikan kursi untuk tiga gadis tadi. Sagara menatap penuh keheranan namun tak lama karena ia segera fokus pada kedua sahabatnya lagi.

“Hmm ... beda ya kalau ada anak hits masuk kantin, suasana mendadak kayak pasar,” tukas Omen masih setia memperhatikan kegiatan orang-orang itu, “Anjir, beruntung banget si Bejo disenyumin Mona. Saya juga mau atulahhh.”

“Lebay, heran deh, kok mereka mau-maunya ya dijadiin kacung sama si Mona dan temen-temennya?”

“Ya, jelas maulah, Tya, saya juga mau kalau ada kesempatan mah. Tapi da saya mah apa atuh, Mona ngelirik saya aja enggak pernah, mana bisa saya meraihnya. Sedih pisan asli.”

“Jangan mulai deh kamu, Men, enggak usah ikut-ikutan manusia-manusia bego itu! Meratukan cewek sok cantik tapi hatinya busuk.”

“Iri bilang Tyaaa,” ejek Omen yang memang sudah tahu kalau hubungan Tyana dan Mona tidak akur sejak awal, entah apa yang terjadi pada dua gadis itu—yang jelas sejak Omen mengenal Tyana di bangku kelas 10, diketahui Tyana sudah tidak menyukai Mona. Anehnya, Mona tidak pernah menunjukkan kebencian apa pun pada Tyana. Biasa saja, layaknya hubungan teman yang tidak akrab.

“Ngapain aku iri sama orang kayak gitu?”

“Pasti iri atuh, secara Mona itu definisi putri dari negeri dongeng yang sebenarnya. Coba lihat deh, dia cantik, ramah, anggun, putih, senyumnya manis banget kayak permen gulali. Cowok mana di sekolah ini yang enggak naksir sama dia? Saya rasa enggak ada, si Saga aja diam-diam suka tuh sama Mona.”

Tyana langsung beralih menatap Saga dengan tatapan interogasi, “Serius kamu suka sama Mona?” tanya Tyana dengan kilat tidak suka yang tajam.

“Aku enggak tahu, iyakah aku suka dia?” tanya balik Saga yang memang tidak tahu menahu tentang perasaan itu. Jangankan mengingat siapa orang yang dia suka, mengingat dirinya sendiri saja Saga kesulitan.

“Iyaaa, waktu itu kamu cerita sama saya. Kamu bilang mau ngungkapin isi hati kamu sama dia tapi saya larang. Maaf-maaf nih, bukannya saya mau menjegal kisah cinta sahabat sendiri tapi saya Cuma mau menyelamatkan kamu dari rasa malu waktu itu. Coba bayangin, akan seheboh apa Tribakti kalau penduduknya tahu siswa yang dianggap paling cupu seantero sekolah menyatakan cinta pada putri most wanted di Tribakti. Aduh kiamat udah, ngeri saya mah membayangkannya juga.”

“Kalian berdua sama aja, menilai seseorang dari penampilan luar doang,” ketus Tyana yang ekspresinya berubah drastis, satu alis Sagara naik, agaknya anak itu cukup kaget dengan perubahan sikap Tyana yang langsung ketus dan dingin kepadanya dan Omen. Sagara merasa tidak enak hati tapi Omen terlihat biasa saja.

Antepin aja, Ga, si Tya emang suka gitu kalau menyangkut Mona. Apa pun yang kita bahas dia suka mendadak bad mood, musuhan dari SMP mereka tuh.”

Kisah perseteruan tentang Tyana dan Mona sepertinya cukup menarik, tapi Sagara merasa tidak perlu mengetahui hal itu untuk saat ini. Ada hal lain yang lebih penting untuk dipikirkan. Dia harus mempersiapkan diri untuk melawan Badar nanti sore, sepertinya orang itu bukan tipikal lawan yang mudah ditumbangkan. Dia merasa waswas tapi tidak gentar.

Debar di dadanya mengalirkan adrenalin yang tidak biasa, semacam semangat tempur yang merindukan kemenangan di akhir pertarungan. Seakan dia memang sudah terbiasa dengan hal ini. Menghadapi pertengkaran dan perkelahian terkesan seperti hal yang sering Sagara lakukan di masa lalunya. Akan tetapi perasaan itu jelas berbanding terbalik dengan latar belakang Sagara yang diceritakan orang tua dan teman-temannya. Berdasarkan cerita mereka, sosok Sagara ini mustahil bisa memenangkan perkelahian.

Dia dinilai sebagai pecundang di sekolah karena tidak memiliki ketrampilan menonjol di bidang apa pun. Omen bilang, Sagara bisa masuk ke SMA Tribakti karena sebuah keajaiban. Pasalnya selama dua tahun lebih lelaki itu mengenal Sagara memang tidak ada tanda-tanda bahwa Sagara pandai dalam satu bidang tertentu. Kemampuan kognitif dan afektifnya biasa saja dan justru terkesan kurang. Sebab itulah Sagara sering ditempatkan sebagai siswa-siswa terbelakang di kelas maupun di sekolah.

Meski demikian, hati kecil Sagara tetap tak bisa menerima fakta menyedihkan tentang hidupnya. Dia bersikeras bahwa dirinya tidak seburuk itu, dia tidak selemah itu, dan tidak sebodoh itu. Dia akan membuktikannya pada Tyana dan Omen, bahwa dirinya ... bukan orang yang pantas direndahkan apalagi dianggap sebagai sampah. Sagara akan membuktikannya, lihat saja!

***

Head to head, itu pertarungan yang dijanjikan Badar di awal. Sayangnya, omongan pecundang memang tidak bisa dipegang kebenarannya. Badar tidak datang sendiri ke tempat yang akan menjadi arena pertarungan antara dirinya dan Sagara. Ada sekitar enam orang di belakang pemuda tegap tinggi dan sedikit tambun itu. Tiga di antaranya mengenakan seragam sekolah dengan atribut yang sama dengan Badar, tiga sisanya berpenampilan seperti preman pasar.

Masing-masing tangan mereka memegang kayu, tongkat baseball, bahkan ada yang membawa rantai motor yang sengaja diputar-putar untuk menekan mental lawan. Sagara masih berdiri di tempatnya dan mengamati orang-orang itu, tatapannya datar dan ia menarik sudut bibir membentuk smirk. Dari ekspresi yang ditunjukkan Sagara dia tidak terlalu kaget dengan kebohongan Badar, seakan sudah memprediksi bahwa tipuan memalukan ini akan dilakukan preman pasar itu.

“Hei, Cupu! Ngapain lo bengong di sana? Lagi berdoa sebelum pergi ke neraka? Ya udah, sok, gue kasih waktu buat lo kirim-kirim salam ke malaikat. Siapa tahu nanti disampaikan ke orang tua lo, kan?”

“Ha ha ha, gila sih ini Bos, dunia udah mau kiamat kayaknya, ya. Si Cupu enggak ada takut-takutnya sama kita. Lihat deh gayanya, sengak banget!”

“Udah, biarin aja, itung-itung kita ngasih hadiah ke dia. Sedikit kebahagiaan sebelum penderitaan menuju ajalnya. Kata pak Ustaz kita harus tetap sedekah bukan, apa pun bentuknya. Semoga aja kebaikan gue ini menjadi amal ibadah buat gue.”

“Aminkan barudak!!!”

“Aamiinn!!!”

“Ha ha ha ha.”

“Petarung sejati tidak pernah mempermainkan keimanan dan keyakinan dalam pertarungan mereka. Dari sini saja sudah terlihat, kualitas diri kalian yang benar-benar nol. Jangankan manusia, Tuhan saja kalian olok-olok. Terbakar di nekara bahkan tidak cukup untuk menghukum manusia miskin adab seperti kalian.”

“Woah! Tepuk tangan sia teh barudak,” cetus Badar dialiri senyum dan nada ejekan. Enam kawan Badar bertepuk tangan sesuai perintah, bukan untuk memuji atau mengagumi pernyataan bijak Sagara melainkan sebaliknya.

Badar melangkah maju mengikis jarak agar lebih dekat dengan mangsanya. Dia memindai penampilan Sagara dari atas sampai bawah, pakaian yang tadi pagi dihujani air bekas cucian pel sudah mengering. Menyisakan noda dan kotoran yang ikut mengering di sana. Seharusnya itu menjadi pemandangan menyedihkan, Badar kira Sagara akan meratapi nasib mengenaskannya pagi ini. Tadinya Badar yang ingin memberi kejutan pada anak itu namun siapa sangka, kini justru dirinyalah yang terkejut dengan segala perubahan yang terjadi pada Sagara.

“Gue enggak tahu apa yang terjadi sama lo, tapi kalau boleh jujur gue suka lo yang sekarang. Si Cupu yang pemberani, sebuah kontradiksi yang menggelitik namun cukup menghibur. Intinya gue seneng.”

“Kehidupan itu berputar, semua orang bisa berubah jika mereka mau dan ada kesempatan. Sebagai manusia biasa seharusnya kamu tidak pongah, tidak selamanya kamu berada di atas. Orang yang tidak siap untuk jatuh akan hancur dalam sekejap ketika ada yang menariknya paksa.”

Badar berdecih, ia kemudian melepas tawanya sambil melentangkan tangan. Mendongak menatap langit sore yang sudah agak gelap tertutup awan hitam. Dari cuaca yang kentara, hujan akan turun tak lama lagi. Orang-orang itu masih ada di atas sana, di sebuah atap gedung kosong yang pembangunannya berhenti di tengah jalan karena masalah sengketa tanah.

Badar terus tertawa sambil mengitari Sagara, dengan gerakan cepat tangannya hendak menyerang bagian belakang Sagara namun gagal karena Sagara langsung menghindar. Badar terus melakukan serangan tanpa henti dengan lengan kosong, Sagara mengimbanginya dengan pertahanan yang benar-benar kuat. Puluhan pukulan yang diluncurkan Badar sejauh ini belum ada satu pun yang mengenai badan atau wajah lelaki itu. Badar mundur sebentar, merasa serangannya sangat tumpul karena tak kunjung menembus perlawanan Sagara.

Lelaki setengah tambun itu memberi isyarat pada anak buahnya dan kompak enam orang tadi menyerang Sagara secara bersama-sama. Bunyi ayunan senjata yang dibawa anak buah Badar terdengar begitu keras menghantam angin. Bayangkan saja, gerakannya sampai menimbulkan suara sekeras itu, jika dihantamkan pada tubuh seseorang mungkin orang itu akan langsung menggelepar tak berdaya dengan luka dalam yang luar biasa. Bisa saja tulang-tulangnya patah atau remuk.

Buk! Buk! Buk!

Tangan kosong Sagara meninju lelaki yang sebelumnya membawa rantai motor, punggung Sagara sempat terkena pecutan rantai itu sampai akhirnya Saga menarik rantai tersebut lalu ia hempaskan hingga terjatuh ke dasar gedung. Satu anak buah Badar kehilangan senjatanya. Tubuh orang itu ambruk usai mendapat tendangan pamungkas Sagara di bagian alat vitalnya.

Serangan tidak pernah berhenti dan selalu berdatangan dari berbagai arah secara bersamaan. Sagara melakukan hindar hadap, yaitu dengan memindahkan kaki sehingga posisinya menghadap lawan. Kemudian kaki Sagara berpindah lagi sehingga posisinya menyampingi lawan, hal itu berguna ketika si kepala pelontos hendak memukulkan tongkat baseball ke arah Sagara.

Bugh!

Tinju keras Saga berhasil mengguncang isi perut si kepala pelontos, lambungnya menjerit kesakitan, tubuh lelaki itu limbung dan akhirnya tumbang sambil berguling-guling merayakan kekalahannya. Satu persatu anak buah Badar berjatuhan karena serangan tak terkalahkan Sagara, mata Badar melotot besar. Kepalanya tiba-tiba pening ketika melihat Sagara memutar badannya lalu melayang di udara sampai kakinya menghantam anak buah Badar yang berpakaian preman tepat di wajahnya. Gigi orang itu rontok, darahnya menyembur banyak dari mulut si preman.

“Sialan! Itu anak kesurupan apa? Kenapa dia jadi sejago itu?” panik Badar, amarahnya memuncak namun kakinya melemas. Sagara terlihat seperti petarung andal yang sudah malang melintang di dunia persilatan. Ini gila!

Suasana semakin mencekam, awan hitam sudah sepenuhnya membalut langit. Guntur menyambar bumi secara beruntun, tik ... tik ... tik ... tetesan hujan yang semula jarang beranjak intens. Guyurnya semakin deras dari detik ke detik, pertarungan ini belum selesai. Badar tidak terima jika dia harus kalah dari si Cupu tidak berguna itu. Ia mengambil tongkat baseball yang sudah terlepas dari genggaman pemiliknya, berlari cepat dari arah belakang Sagara. Baru lelaki itu akan menoleh dan ....

Bugh!

Badar memukul kepala Sagara sekeras mungkin hingga menyebabkan tongkat baseball itu patah. Gelegar petir menyambar bumi dengan mengerikan, tangan Badar bergetar melihat Sagara yang beranjak kehilangan kemampuannya untuk berdiri. Tubuh Saga limbung, dia sempoyongan sampai akhirnya Saga jatuh tergeletak dengan kondisi kepala bagian belakang mengeluarkan banyak darah. Badar menginstruksi anak buahnya yang sudah tumbang untuk bangun, mereka melarikan diri secepat mungkin tanpa peduli jika Sagara akan mati karena kehabisan darah.

Sagara kesakitan luar biasa, kepalanya berdenyut di tengah guyuran hujan yang membuat darahnya menggenang banyak. Kilat bayangan aneh terputar di benak Saga dan itu menambah rasa sakit yang ia rasa hingga sepuluh kali lipat. Bayangan-bayangan aneh dan kilat kejadian asing itu terus menghantam Saga. Terlalu sering hingga Saga tak kuasa menahan bebannya alhasil mata lelaki itu pun memejam. Total, Sagara tak sadarkan diri.

Bersambung

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Kikiw
bener2 misterius, menarik banget...
goodnovel comment avatar
Aprilia Novita
keren banget sih ceritanya ini bikin ga sabar nunggu kelanjutannya gmna,,apalagi kenal sama penulisnya ga nyangka bnget dia bisa tulis cerita genre kayk gini....semangaaaat thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status