Share

Chapter 5 - Shoot

Werren uring-uringan karena tidak bisa menemukan Ana di manapun. Ia sudah mencarinya berkali-kali ke kelab malam bahkan bertahan sampai pagi buta untuk bertemu dengan Ana tetapi gadis itu tidak pernah lagi datang.

Werren berada di balik meja kerjanya dan tidak bisa melakukan pekerjaannya dengan baik karena memikrikan tentang Ana. Gadis itu memberikan efek yang sangat hebat untuknya yang sudah sangat handal dalam urusan bercinta.

Werren menghela napas kasar lalu kembali menekuni pekerjaannya.

Ana baru saja kembali dari luar kota, ia datang membawa beberapa senjata model baru. Dia bersama rekan-rekannya yang lain mulai aktif lagi, Ana melakukannya dengan berat hati karena nyalinya surut seketika ketika ia melihat kekejaman anggota Burke untuk memberi pelajaran orang-orang yang mencoba kabur dari markas.

Rei yang mengetahui rencananya saat itu menatapnya lalu menggelengkan kepala. Orang itu di pertontonkan kepada semua angota tepat di ruang latih tanding, Ana menelan ludahnya dengan susah payah, napasnya langsung memburu ketika membayangkan ia yang berada di posisi itu dan di tonton oleh anggota yang lain.

Ana melakukan pelaporan tersendiri kepada Burke, sama seperti biasanya. Ia sampai tengah malam dan hampir pukul tiga pagi. Sebenarnya Ana mengantuk tetapi ia ingin mencari hiburan, Ana meminta ijin untuk pergi selama beberapa jam dan akan kembali besok malam, ia di ijinkan untuk pergi karena sudah berada di dalam markas satu bulan lebih.

Ana menyetir dengan bebas, sesaat ia merasa bebas. Ketika ia melihat kelab yang ia kunjungi satu bulan yang lalu, Ana berhenti untuk menatapnya sebentar lalu kembali melanjutkan perjalanan. Ia membeli minuman dan cemilan lalu ke tempat yang ditunjukkan oleh Werren kemarin.

Ana duduk di sana sembari minum minuman yang memiliki sedikit kandungan alkohol dan beberapa cemilan yang ia beli di minimarket. Ana puas melihat pemandangan kota Washington yang sedikit lebih gelap dari pada sebelumnya karena salah satu gendung pencakar langit telah ia ledakkan.

Ana menyandarkan tubuhnya, tempat itu seperti balkon rumah yang hanya memiliki luas dua meter yang di lengkapi dengan pagar besi. Tempat itu memiliki sedikit dinding berbentuk bundar entah untuk apa, sekeliling tempat itu juga di tutupi oleh ranting pohon dan semak-semak rimbun jadi tidak banyak yang tahu jika tempat ini ada.

Ia berdiri begitu mendengar suara mobil yang mendekati tempat itu. Ana mengambil barang-barangnya lalu bersembunyi. Tidak lama kemudian, ia mendengar suara langkah kaki yang terdengar menaiki anak tangga. Lima menit berikutnya, Ana melihat siluet seorang pria.

“Ah, sepertinya tempat ini memang yang terbaik di saat suntuk seperti ini.”

Ana mengenali suara pria itu, Werren. Siluetnya yang terkena cahaya bulan pun tampak jelas. “Aku tahu kau besembunyi di sana. Kau pikir aku tidak melihat mobilmu di bawah?”

Ana melangkah keluar, ia kembali duduk lalu menaruh botol minuman dan cemilannya di lantai. “Oh, iya aku lupa.

Werren tersenyum miring lalu melihat gadis yang selama ini ia cari asyik makan cemilan di lantai. Seolah sama sekali tidak memperdulikan keberadaannya, Werren ikut duduk di samping gadis itu walaupun harus mengorbankan stelan mahalnya.

“Kau sedang apa di sini?” tanya Werren memulai pembicaraan.

Ana melirik Werren, “Makan, aku suntuk.”

“Dari mana saja?” tanya Werren lagi.

Ana mengerutkan kening, “Kenapa kau sangat penasaran? Apakah kita dekat? Aku tidak ke kelab karena tidak ingin bertemu denganmu, tapi kau ke tempat ini dari sekian banyak waktu dan sekarang sudah hampir pagi, seharusna kau tidur!”

Werren tertawa, “Aku baru saja bangun.”

“Kau tidur menggunakan stelan jas?” ucap Ana lalu terkekeh.

Werren berdecak, “Aku tidur di kantor. Sebenarnya, aku juga sudah lelah ke kelab malam itu. Percuma karena aku rasa kau tidak akan datang lagi ke sana.”

“Tentu saja, aku tidak ingin bertemu denganmu.” Balas Ana cepat.

Werren mendengkus, “Sebegitu tidak inginnya kau bertemu denganku?”

“Yap.” Jawab Ana cepat.

Padahal, Ana mengakui jika hati kecilnya sedikit berharap untuk bertemu Werren di sini. Untuk alasan itu juga Ana ke tempat ini, tetapi ketika bertemu dengan pria itu, ia tidak ingin memperlihatkan bahwa Ana ingin melihat pria itu.

“Apa malam itu sama sekali tidak berarti bagimu?” tanya Werren.

Ana berdecak, “Oh, god! Are you fifteen?”

“No, I’m not. Aku sudah bisa membuat bayi,” jawab Werren sarkas.

“Lalu kenapa kau terus membahas apa yang terjadi sebulan lalu. Aku sudah sering melakukannya jadi itu tidak terlalu penting untukku!” jawab Ana berbohong.

Ana sebenarnya tidak pernah melakukan hal panas seperti yang kemarin ia lakukan dengan Werren. Ia juga tidak pernah beciuman, mungkin dulu saat ia di perlakukan tidak pantas saat baru saja di jual ke Burke. Ia sempat menjadi gadis yang sering di ajak berciuman oleh beberapa pria yang memang mengiginkannya tapi hanya sebatas itu. Ana menolak untuk lebih.

Hanya Werren yang menyentuh tubuhnya sejauh itu dan Ana tidak bisa melupakan rasanya. Jadi, hampir seluruh ucapannya barusan itu bohong. Bahkan dari dalam lubuk hatinya ia menginginkan lagi bahkan lebih. Tetapi, ia tidak bisa membahayakan Werren, Ana tidak ingin menyeret Werren masuk target yang harus dilenyapkan oleh Burke karena ketahuan berhubungan dengannya.

Werren menggretakkan rahangnya, ia tidak suka ada perempuan yang merendahkannya seperti itu. Semua gadis yang sudah melakukan malam panas bersamanya akan ketagihan, tetapi gadis yang di sampingnya ini langsung mencoreng kebanggannya itu dalam urusan bercinta.

Ia langsung menarik Ana dalam satu sentakan dan langsung mendudukkan gadis itu di pangkuannya. Ana terkisap dan mencoba mencekal tangan Werren, mereka sedikit beradu kekuatan. Ia tidak akan menyerah untuk menolak keinginan pria itu.

Ketika Werren ingin mencium tengkuknya, Ana langsung mendorong kepala pria itu dan berdiri. “Apa yang sebenarnya ingin kau lakukan? Kau ingin melecehkanku?”

Werren mendengkus lalu ikut berdiri, mereka bertatapan. “Aku hanya ingin menunjukkan jika ucapanmu salah. Aku bisa memberikanmu rasa nikmat yang tidak akan pernah kau lupakan.”

Ana menampar Werren, “Aku bukan jalang!”

Werren terpaku, ia merasakan panas terbakar di bagian pipi yang di tampar Ana. Gadis itu menatapnya tajam lalu menghela napas panjang dan berbalik untuk membelakanginya. “Sorry,”

Werren bersandar di pagar besi, “Untuk apa? menamparku?”

“Iya,” jawab Ana singkat.

Werren tertawa, “Baru kali ini ada gadis yang menamparku dan langsung meminta maaf.”

“Werren?” panggil Ana.

Ana menoleh melihat Werren lekat-lekat, pria itu sangat tampan dan memiliki wajah yang sangat putih dengan mata abu-abu yang sangat cantik. Ana jatuh cinta pada mata itu, yang tampak semakin becahaya jika terkena sinar bulan.

Ana mendekat ke arah Werren karena terbius oleh mata pria itu, Ana menaikkan tangannya untuk menyentuh wajah pria itu. Kulitnya terasa terbakar ketika menyentuh wajah Werren, ia menahan rasa itu dan terus melarikan tangannya untuk menyentuh pipi Werren.

“Matamu cantik,” ucap Ana tiba-tiba.s

Werren tersenyum miring, “Sudah banyak yang mengatakannya, mungkin kau orang yang keseribu.”

Ana tidak menanggapi kata-kata Werren, ia menurunkan tangannya lalu kembali menatap pemandangan di depan. Ia tergoda untuk kabur sekarang tetapi sangat takut.

“Aku pergi,” ucapnya lalu beranjak dari tempat itu.

Werren sigap menarik lengan Ana, “Mau kemana? Bisakah kau membeitahuku kau tinggal di mana?”

“Aku tidak bisa,” jawab Ana singkat sembari meringis.

Werren langsung melepas tangannya di lengan gadis itu dan langsung menarik jaket Ana. Walaupun tempat ini kurang pencahayaan, ia bisa melihat beberapa lebam berwarna biru di sekujur tubuh gadis itu. Di bahu, leher, lengan dan perutnya.

Ana merebut kembali jaketnya lalu memakainya kembali. Werren tidak membiarkan Ana pergi, “Katakan? Apa ada yang memukulmu?” tanya Werren, mata pria itu berkilat marah.

Ana menggeleng, “Tidak ada,”

“Lalu ini apa?” tanya Werren kembali memegang area lengan Ana yang lebam membuat gadis itu meringis.

Ana menepis tangan Werren, “Bukan apa-apa.” jawabnya lalu menuruni anak tangga.

Werren mengejar gadis itu, ia tidak melepaskan Ana dan kembali menutup pintu mobil gadis itu ketika Ana ingin masuk ke dalam mobil. Werren langsung membalikkan tubuh Ana lalu menghimpit tubuhnya di mobil gadis itu.

Ana mendorong Werren, “Lepas!”

“Tidak akan, kau harus memberitahu apa yang sebenarnya terjadi denganmu?” ucap Weren tegas.

Ana masih berusaha mendorong Werren, tetapi Werren mengerahkan seluruh tenanganya untuk melawan Ana. Ia berhasil membungkam bibir gadis itu dengan bibirnya. Werren memegang tengkuk Ana untuk memperdalam ciumannya.

Ana masih saja berusaha mendorong Werren tetapi tenaga pria itu lebih kuat darinya. Werren mencium Ana kasar, pria itu menggigit bibir Ana agar gadis itu memberikan akses lebih ke dalam mulutnya. Tetapi, gadis itu masih mengunci bibirnya rapat.

Tidak kehabisan akal Werren menyusupkan tangannya ke dalam kaos yang di pakai Ana untuk meraih payudara gadis itu dan meremaskanyan dan sukses membuat Ana terengah. Kesempatan itu di ambil Werren untuk memasukkan lidahnya untuk menjelajahi mulut gadis itu.

Ana menyerah, ia sudah tidak lagi melawan apalagi ketika tangan Werren sempurna menangkup satu payudaranya dan meremasnya kuat. Ana mendesah di tengah ciuman mereka. Ia lemas dan akhirnya hanya mengalungkan tangannya di leher Werren.

Pria itu melepas ciuman mereka untuk membiarkan Ana mengambil oksigen. Tetapi, ciuman pria itu tidak berhenti, Werren beralih mencium telinga Chayra dan mengulumnya pelan. Ana mendesah keras, “Werren?”

“Hm? Aku akhirnya tahu titik sensitifmu sayang.” Ucap Werren serak. “Rasakan ini, betapa dia menginginkanmu.”

Ana terengah ketika merasakan Werren menggesekkan kejantanannya tepat kea rah kewanitaannya. Ia hampir kehilangan akal sehatnya ketika merasakan betapa milik pria itu sangat besar. Ana mendesah keras ketika Werren menjilat dan menghisap ceruk lehernya.

“Werren, berbekas!” ucap Ana setengah mendesah.

Werren tersenyum miring, “Itu tanda bahwa kau menjadi milikku.”

Ana tidak bisa lagi berpikir, apalagi ketika tangan Werren masuk ke dalam celana yang ia gunakan dan berada di antara kedua pahanya. Werren semakin senang melihat reaksi tubuh Ana. Ia membelah lipatan kewanitaan Ana dan membuat gadis itu melengkungkan punggungnya.

“Werren?” desah Ana ketika ia memasukkan dua jarinya di lipatan basah Ana.

Werren senang ketika gadis di depannya ini basah karenanya, padahal tadi Ana mati-matian menolaknya. Werren menggerakkan jarinya brutal di dalam sana dan itu membuat Ana tidak berhenti mendesah. Werren sangat suka mendengar suara Ana karena sangat seksi di telinganya. Ketika merasa jarinya di jepit oleh kewanitaan Ana dan merasa jika gadis itu akan mendapatkan pelepasan, Werren langsung menarik jarinya dan membuat Ana mendesah kecewa.

“Aku tidak ingin kau puas hanya dengan jariku,” bisik Werren sensual.

Ana jengkel, ia langsung memeluk Werren karena tubuhnya sangat lemas. Bagian bawahnya sangat basah dan itu sangat membuatnya tidak nyaman. Ana tidak bisa mengatur napasnya ketika pria itu mulai menanggalkan jaket yang ia pakai dan mendorong tubuhnya lalu menenggelamkan kepalanya di beladan dada Ana.

“Dadamu sangat harum,” ucap Werren lalu menjilati dan mengigitnya pelan.

Ana menjilat bibirnya yang kering karena terus terengah. Ia berkali-kali memejamkan mata dan membukanya kembali akibat perbuatan Werren. Apalagi ketika pria itu mengulum dan menghisap putingnya. Ana merasa kewarasannya hilang seketika.

Werren melepaskan putting Ana dan meninggalkan jejak basah di sana lalu kembali mengulum bibir Ana. Werren tersenyum puas ketika melihat Ana kelelahan akibat perbuatannya, napas gadis itu memburu. Werren memperbaiki baju kaos Ana lalu mencium bibir gadis itu sekilas. “Itu hukuman untukmu karena menolakku.”

Ana masih berusaha menormalkan napasnya ketika ia melihat sebuah titik merah di kepala Werren. Ia melebarkan mata dan langsung menarik Werren ke tanah. Beberapa detik kemudian, mereka berdua mendengar suara tembakan.

Ana langsung bangkit bediri untuk mengecek siapa yang berani menembak mereka. Tetapi, ketika berhasil berdiri yang ia lihat hanya mobil dan suaranya yang menggema meninggalkan tempat ini.

Tidak berselang lama, ponsel Ana berbunyi. Ia buru-buru meraihnya dan sangat terkejut begitu melihat sebuah video dan foto masuk ke pesan ponselnya yang menampilkan dirinya sedang berciuman dengan Werren dan keberadaan mereka berdua malam ini.

“Shit!” umpat Ana.

Pesan itu di kirim oleh Dake, salah satu tangan kanan Burke yang sangat di percayai di organisasi. Ana kembali mengumpat ketika pria itu mengiriminya pesan untuk segera kembali ke markas. Tamatlah riwayatku, gumam Ana dalam hati.

“Ada apa? siapa yang menembak?” tanya Werren panik.

Ana menggeleng, “Kau masuklah ke dalam mobil terus usahakan tidak memakai mobil ini lagi jika nyawamu ingin selamat.” Ucap Ana terburu-buru. Ia menarik Werren untuk berdiri di depannya agar ia bisa menatap mata pria itu.

Werren menangkap raut ketakutan dari wajah Ana dan ia tidak mengerti kenapa gadis itu ketakutan? Apakah karena suara tembakan tadi atau karena isi pesan ponselnya.

Werren merebut ponsel Ana dan membaca pesan di dlamnya. Ia menatap Ana dengan ekspresi tidak mengerti. Beberapa detik kemudian Werren melihat Ana menangis. “Hei? Kenapa, apa kau terkena tembakan?” tanya Werren panik.

Ana menggeleng, “Pesan itu sudah tertulis jelas, Werren. Sebenarnya, aku tidak boleh bertemu denganmu, atau bahkan berinteraksi dengan orang asing lebih dari sekali karena memang aku tidak bisa. Itulah, mengapa aku sering mengucapkan kalau kita tidak akan bertemu lagi.” terang Ana dengan napas memburu.

“Kenapa?” tanya Werren masih sulit untuk mengerti.

Ana menggeleng pelan, “Aku tidak bisa memberitahumu, yang jelas kita harus berpisah sekarang. Mobil ini, kau tidak boleh lagi menggunakannya atau kau pinjamkan kepada orang lain atau ia akan mati.” Ucap Ana memperingatkan.

Werren masih menatap Ana tidak mengerti, “Aku ini bukan gadis baik-baik, Ren. Jadi, ku mohon kau dengarkan ucapanku agar nyawamu bisa aman.”

“Oke, aku tidak akan memakai mobil ini lagi dan berhentilah menangis.” Ucap Werren menghapur air mata yang terus saja turun di pipi Ana.

Ana meraih tengkuk Werren lalu mencium pria itu rakus, “Aku minta maaf karena berbohong, aku memang ingin bertemu denganmu lagi, malam itu sangat menyenangkan untukku dan juga malam ini. Aku sangat menyukainya dan tidak akan pernah melupakannya.”

Ucapnya setelah melepaskan ciumannya.

Air mata Ana kembali mengalir, “Kalau aku selamat mungkin aku bisa kembali lagi. Tetapi kemungkinannya sangat rendah, mungkin aku bisa mati juga malam ini.” Ana terdedak ludahnya sendiri ketika mengatakan hal itu.

Werren melebarkan matanya, “Tidak, apa yang kau katakan sebenarnya, siapa yang akan membunuhmu?”

“Ingat pesanku,” ucap Ana tidak menjawab pertanyaan Werren, “Aku harus pergi sekarang.”

Werren mencekal tangan Ana, “Jangan pergi, ikut aku!”

Ana menggeleng, “Aku harus pergi, atau kita berdua bisa mati!”

Mereka bedua membeku ketika mendengar bentakan Ana, Werren masih memegang erat lengan gadis itu tetapi Ana melepaskan cekalan Werren dan berhasil masuk ke dalam mobilnya.

Ana mengambil ponselnya dari tangan Werren lalu menutup pintu mobil. Werren baru selesai berpikir ketika Ana sudah memundurkan dan memutar balikkan mobilnya dan pergi dari tempat itu dengan kecepatan tinggi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status