Tika itu walau kamera hp bagus, jarang poto. Apalagi buat story. Jadi aneh ketika makan malam direstoran cepat saji Fahri yang duduk dihadapan Tika suruh ia bergaya selayaknya sedang poto candid.
Katanya biar menjiwai. Sebenarnya, sedari awal jalan Fahri ini selalu ambil gambar Tika pakai hpnya. Gayanya sudah kaya fotografer handal, faktanya hasil jepretan Fahri memang bagus buat ditaruh di feed instagram.
Sedang hp Tika sedari tadi bergetar tidak ada henti, hanya beberapa saat berhenti tapi kemudian banyak pesan masuk dan muncul pada popup. Karena Tika tau siapa yang bikin ribut hpnya, dibiarin aja.
Tau rasa deh tuh.
Salah siapakan kasih kenal anak perawan sama teman sendiri, giliran digaet duluan mulai deh berisik. Tika sebelum berangkat juga sudah dipetuahi leh abang
Jangan pegangan tanganlah, apalagi kalau si Fahri minta.
Jangan kasih, soalnya abang bilang. Laki-laki kalau dikasih ijin pegang tangan nanti melipir ke yang lain. Soalnya abang bilang, setiap hubungan pasti selalu ada majunya tidak mungkin ditempat, jadi dari jalan bareng, makin dekat, terus pegangan tangan pasti akan maju pelukan dari pelukan pasti akan maju bobo bareng.
Ihiy! Tidak boleh begitu ya, guys. Nanti kalau sampai masuk neraka jalur undangan sampai kejadian, gimana.
Teman Tika pernah bikin status begini. Manusia tertidur ketika istirahat dan terjaga ketika mati.
Seremkan jadinya.
Jadi singkat cerita, Tika yang sudah lapar dan ingin buru-buru santap ahoy mantap berakhir kenyang. Soalnya lumayan, take kamera beberapa kali Tika disuruh Fahri, seperti mau endors.
Terus pas Tika mau makan buah yang mau dikasih saus cokelat lumer, tangan Tika langsung dihalang, digenggam dan rasanya hangat sampai ke hati.
Aduh. Kok bisa hati Tika jadi hangat, ketika angkat kepala untuk liat Fahri angkat jari telunjuk sambil tersenyum, jari telunjukkan gerak kanan kiri sambil bilang.
Emm... Maksudnya Fahri yang bilang bukan jarinya.
"Eh, eh. Kamu nggak boleh makan cokelat, cukup buahnya tanpa perlu kamu celupin ke cokelatnya." Fahri masih memegang tangan Tika diatas meja.
Sedang empunya malah salah fokus natap Fahri karena genggaman tangannya terasa melindungi dan menghangatkan perasaannya. Taukan, kaya ada sengat-sengat lebah gitu. Maksudnya seakan tersambar listrik kecil, Tika sempat kaget tapi sekarang rasanya nyaman.
Jadi Tika nggak lepaskan atau ingatkan Fahri yang masih genggam tangan Tika.
Sepertinya setan sudah berhadil hadir jadi orang ketiga di antara Fahri dan Tika, itu sebabnya mau lepas genggaman pun enggan karena begini saja sudah enak rasanya.
Gimana kalau pegang yang lain, bablas angine.
"Kamu makan buahnya, terus minumannya aku pesan yang tanpa cokelat maupun susu. Dahlah, bawa kamu memang harus ingat semua yang dipantang untuk sekarang. Buat aku ingat ya," Ujar Fahri sambil memindahkan mangkuk buah strowberry ke hadapannya.
Terus juga minumannya, sampai diambilkan garpunya habis itu ditusukkan dan Fahri sodorkan kearah Tika.
"Nih, buruan makan. Ambil nih, kok diem aja?."Titah Fahri.
"Tuh,"tunjuk Tika pada genggaman tangan Fahri.
"Oh--Hahahaha Lupa kalau masih digenggam, habis nyaman dan hangat. Kalau bisa jangan lepas,"cengir Fahri setelah menyelesaikan ucapannya dan melepas genggaman.
Sudah, keduanya terkekeh bersama namun tidak menyangkal kalau memang ada kenyaman dari kedekatan mereka.
Kadang kalau sedang berdua, dunia serasa cuma milik berdua. Tidak akan rusak indah dan rasa manisnya jika saja tidak ada orang ketiga. Dimana tiba-tiba kursi dari meja sebelah Tika bergerak dan pindah kesamping Tika dengan orang yang mendudukinya.
"Loh!! Abang kok bisa disini?,"heboh Tika yang terkejut pemirsah.
"Wahh... enak nih, boleh lah coba."Terus abang comot garpu dari tangan Tika dan ia masukkan buah merah manis itu kedalam mulut.
Sedang lain halnya Tika yang kaget beda lagi Fahri yang tertawa cukup keras karena kedatangan Farhan.
"Seriusan dong yang di bilang si Tara, kayanya saya harus gerak cepat ya. Bener gak, Han?."
"Hem," jawab masa bodo.
Abang ambil lagi buah kemudian dia arakan kemulut Tika yang mana Tika menjauh.
"Abang apaan sih. Kenapa bisa ada disini, kan belum jawab?."
"Makan dulu. Nanti dijawab," Lagi abang dekatkan garpunya kearah mulut merah Tika yang kok imut minta di kenyot.
Astagfirullah, akhwat.
Dengan wajah enggan Tika makan buah strawberrynya, ia kunyah pelan-pelan melihat kearah abang dan Fahri yang malah terseyum sambil melipat tangan diatas meja mencondongkan tubuhnya.
"Abang kok bisa disini? bukannya masih ada kerjaan penting sampai lupa main kerumah Tika,--"
"Sekarang ini lebih penting dari kerjaan, makannya abang langsung minggat ninggalin berkas kalau bukan karena bedebah gila yang gak tau diri dan umur!."
"Heh??? Siapa?,"
"Ada aja,"
"Dih main rahahhhkkss.." langsung bungkam mulut Tika karena belum kelar ngomong langsung dimasukin makanan ke mulut.
Tika pukul lengan abang, ngeselin banget. Tapi mau muntahin makanannya sayang, mahal soalnya terus enak. Dari pada dimuntahkan sok-sok pundungan, lebih baik masuk ke perut nanti kenyang.
Terus dengan pedenya abang pesan makanan dan tidak membiarkan Tika maupun Fahri pergi sebelum abang selesai makan. Sok jadi raja, tapi Tika nggak bisa berkutik juga.
"Kamu ngapain disini?. Perasaan saya nggak ada kasih tau saya kemana deh, kecuali kamu nanya Tara."
"Berisik, Far." Balas abang yang merhatiin Tika makan sedang yang diperhatikan balas menatap sambil naik turunkan kedua alisnya.
"By the way, gimana tentang masalah artis yang salah review restoran itu?. Karena kabarnya lu bawa ke meja hijau, karena dia asal review ya?."
"Ya begitu, dia sudah salah review makanannya. Mintanya banyak terus bikin nama restoran jelek, banyak yang batalkan reservasi tempat batal. Gue rugi bandar sedang si artis enak namanya melejit karena pakai nama restoran gue sebagai kambing hitamnya, sialan memang!!."
Kemudian percakapan keduanya berlangsung dengan mengabaikan Tika yang mana mencolek-colek stik daging dan onion ring milik abang, yang mana pesanannya baru datang tapi abang masih saja bahas bisnis.
Tika hanya paham beberapa saja, jadi Tika asikin aja.
Kemudian selesai Tika makan habis piring stik sisa milik abang dan Onion ring, abang dan Fahri berdiri menuju kasir. Keduanya berebut untuk berbayar, saling mendorong bahu satu sama lain untuk mendahului menuju kasir.
Tika yang lihat tetap anteng karena perut kenyang, jadi dia tidak berisik seperti kucing kawin.
.
.
"Tika balik sama gue,"
"Mana bisa. Dia jalan sama saya, pulang juga sama saya."
"Nggak. Lu bisa pulang sendiri dengan motor lo itu,"
"Oke. Kita tanyakan Tika mau pulang dengan siapa?."
"Gak usha, dia balik sama gue."
Tika lagi-lagi jadi penonton dan enggan mengeluarkan suaranya untuk memberitahu abang, kalau dia masih mau jalan sama Fahri. Tapi tangannya sudah digenggam saja, padahal yang bilang jangan mau dipegang cowok siapa sih?.
"Tika. Kmau mau pulang dengan saya apa abang kamu yang kebaran jenggot?," Fahri terkekeh mengabaikan Farhan yang emosi mendengaar pertanyaan yang ia ajukan kepada Tika.
"Sama kak Fahrilah, kan kita mau ke alun-alun kota dulu dari sini."
"Nah... sekarang kmau tau jawabannya."
Habis bilang begitu Fahri dengan bangga tersenyum kearah Farhan yang gantian tidak bisa berkutik. Ingin rasanya dia menahan tapi ada hati yang menahan karena mengingat kedekatan Fahri ada karena dia sendiri.
Sudah author ingatkan, tembak aja. Kelar. Jadian, terus bisa lanjut maju memikirkan pernikahan. Kalau begini ceritanya, bunuh diri sendiri.
"Dadah abang..." vokal Tika yang melewati Farhan yang mematung menatap kepergian Tika dan Fahri.
Ada yang patah tapi bukan keadilan, ada yang nyeri namun bukan luka. Farhan dapat rasain bagaimana jantungnya berdetak dua kali dari biasanya, juga rasa tidak nyaman didadanya yang terasa menyesakkan melihat Tika, si adik angkatnya.
Lebih memilih pria lain ketimbang pulang dengannya. Dengan emosi yang sempat tertahan abang langsung mukul udara kosong dengan kekuatan penuh, kepalan tangannya yang besar sampai memperlihatkan urat kuatnya.
Kemudian menendang sampai membuat sepatu mahalnya terlepas dan terlempar jauh abang langsung teriak frustasi kaya di film-film. Sayang ini ada dibasement jadi suaranya menggema buat panik orang yang berada disana.
"Pak! Bapak kenapa?," Tanya seorang satpam yang datang mendekat melihat Farhan terpincang-pincang berjalan menuju sepatunya.
"Pak!! Halo pak... bapak gak gila kan!--"
"Arrghhh!!!" Jawab Farhan sambil menatap marah kearah satpam tersebut dan berbalik berjalan menuju mobilnya dan melenggang pergi.
Bara tilik layar ponsel Farhan dari balik punggung untuk melihat, jika layarnya menampilkan pesan singkat dari sosok yang berhasil buat Farhan ng-bucin bertahun-tahun ketika mau tancap gas sudah keduluan rekan kerja.Sakitnya sampai sumsum tulang, tidak terlihat tapi bikin hati nestapa."Kenapa nanyanya basa basi gitu dah?"Tanya Bara kemudian tidak lagi mengintip, dia langsung ambil ponsel Farhan yang hanya menghela napas.Dia benar-benar tidak punya banyak energi untuk marah, maupun bernapas. Sudah pantas di sebut orang patah hati belum abang?Sudah kan, napaspun rasanya sulit. Pikiran kacau balau karena kehilangan arah tujuan yang sudah di buat dari lama, sudah dua tahun abang memikirkan untuk melamar Tika tapi belum berani.Kemudian bodohnya, dia malah buat ikrar tidak berotak tapi syukur-syukur Tika sudah lelah dengan fase kenalan-dekat-pacaran dan terus begitu sampai putus lagi.Abang jadi punya kesempatan untuk bergerak setelah menguatkan hati, yakin jika dia sudah baik-baik saj
Rumah Farhan tidak seperti biasanya, ada kesuraman dan sepi. Dengan Farrel dan Hana yang duduk di ruang tengah saling berpikir, mereka tengah mendapati abang mereka. Kakak tertua, si sulung itu tengah malam di depan mereka tanpa kesulitan.Atau merasa bersedih seperti kebanyakan mantan yang di tinggal nikah, ini bentukan abang masih hidu, bernapas dan biasa saja. Atau jangan-jangan abang hanya sedang bersikap legowo dalam hati sudah menangis darah?Jadi sebenarnya yang suram itu Farrel dan Hana, bukan Farhan."Beneran ya, abang nggak drama kaya kemarin lagi. Aneh tapi nyata, gue jadi speechles."Ujar Farrel pada adiknya.Hana menimpali."Nggak gue sangka, jauh dari ekspetasi kehancuran yang udah terbayang. Gue malah nyaksiin abang anteng makan sebelum berangkat ke acara pertunangan mantan, atau jangan bilang. Abang ngamuknya di acara lagi?""Ya gapapa, gue seneng kalau mbak Tika batal tunangan. Nanti abang dateng bak pahlawan kesiangan terus gantiin deh sebagai mempelai laki-lakinya, ka
[Mbak Tika, abang sakit nih pulang dari rumah mbak. Kena asam lambung parah, terus sekarang lagi demam. Salam ke mas Tara ya!! Jangan galak-galak banget kasih hukuman ke abang aku, kasian tau sekarang ngigau kaya orang gila manggil mbak.]Isi pesan itu masuk, dari Hana Astuti Winata. Adik bontot Farhan yang memang dekat dengannya, sering memberikan informasi abang tanpa perlu di tanya.[Mbak nanti jengukkan?]Tika jalankan jarinya di atas layar ponsel untuk menjawab.[Terus abang gimana sekarang, udah mendingan belum?][Iya, nanti mbak datang ke sana.]Tika menunggu dengan gelisah balasan dari Hana, di sini Tara juga tidak sama beda. Hanya saja jika Farhan jatuh sakit maka Tara jatuh ke dalam emosi, dia terus-terusan bermuka muram.Dia juga tidak tau saja, kalau Hana mengirim pesan di lebih-lebihkan, karena nyatanya Fahan sedang duduk di meja dapur sambil makan tanpa terlihat selemas sebelumnya.Belum ada pembicaraan lebih lanjut, abang seakan menahan diri karena terakhir kali mereka
Pada akhirnya abang memilih pulang, Tara mengusir Farhan secara tidak langsung dengan meninggalkannya di ruang tamu. Membiarkan Farhan mau melakukan apapun asal tidak mendekati adiknya.Sebab dia masih kecewa.Farhan jadi paham dan memasrahkan diri, tapi tidak. Dia belum menyerah seperti kebanyakan orang.'Sebelum janur kuning melengkung, masih ada peluang menikung' Terdengar jahat tapi kini abang benarkan kata-kata itu.Sekarang dengan kepala pening, sebab memikirkan masalah bisnisnya dan Tika juga Tara sangat menguras energinya.Dia pulang dengan kepala yang benar-benar hampir pecah rasanya, duduk di jok mobil pun serasa sedang mengambang. Kalian pasti paham bagi yang sudah merasakannya, pantat abang serasa tidak duduk di atas jok mobil.Sampai di rumah abang turun dengan kepala menunduk lelah, sudah tidak kuat apalagi mengingat tadi Tika sampai menangis. Itu pertama kalinya di hadapan abang setelah sekian lama Tika tidak menangis karena di putusin mantan.Sudah berapa tahun setelah
Tika masih ingat bagaimana wajah bang Tara yang tidak mau menatap Tika barang sedetikpun, marah dengan sikap lemah Tika kepada abang yang agresif bukan main. Sejak mendeklarasikan jika abang mau lamar Tika dan membelikan cincin pengikat.Tidak ada lagi sekat yang dulu abang buat, hilang tersamarkan oleh rasa sengatan-sengatan menyenangkan yang di buat abang ke Tika yang lemah.Bang Tara tau kok, ini juga kesalahan Tika karena malah berdekatan dengan Farhan ketika sedang berduaan. Sudah pasti Tika sebagai umpan dan Farhan si pemancing akan tergoda untuk menyicip.Dan salahnya juga terlalu percaya dan membiarkan kedua makhluk berbeda jenis dari cucu adam ini saling berdekatan. Dia patut di salahkan sebagai seorang kakak, dia lalai untuk menjaga adik perempuannya dari godaan setan sundal berbentuk Farhan."Bang Tara..."Panggil Tika pada Tara yang tidak juga mau menatap adiknya.Tara biarkan saja, dia lebih memilih melewati adiknya yang berdiri di depan pintu kamar. Dia bawa gelas kopinya
Sudah berapa kali abang di abaikan?Sudah berapa kali abang menunggu dan bertandang?Sudah berapa lama?Entah, abang sendiri lupa.Abang tengah berusaha untuk mendapatkan tiket restu dari sahabatnya sebagai kakak ipar. Sampai gerbang rumah, mobil abang tidak di ijinkan masuk. Hanya menunggu bersama satpam komplek rumah Tika, paling-paling kalau ada kesempatan abang ketemu Tika yang jalan kaki habis dari super market.Nanti Tika buru-buru usir abang, takut-takut bang Tara liat abang babak belur lagi. Padahal abang sudah siap, sedia, ikhlas kalau sampai babak belur tapi dapat membuat Tara memaafkan kebodohannya.Waktu itu Tara benar-benar marah sampai mengungkit pembahasan mereka sebagai seorang teman."Lo taukan kita ini laki-laki, gimana perasaan serakah menginginkan seorang wanita sampai sebelum di akadpun merayu wanitanya cuma biar melakukan hal yang kita inginkan karena tau perasaan mereka fleksibel dan lemah pada perasaan.""Tapi jangan manfaatin adek gue buat merasakan afeksi yang