LOGIN“Diana!” Damar kembali berseru, suaranya memecah keheningan.
Diana tak peduli. Semakin sakit perasaannya, semakin kuat ia berusaha mengabaikan Damar. Ia menyeka butiran peluh yang membasahi pelipisnya, lalu mengusap perutnya yang masih tampak datar dengan gerakan lembut. “Apakah kisah Shanum dulu akan terulang lagi? Ya Allah, ini sangat sakit,” bisiknya lirih, air mata semakin deras mengalir di pipinya. Betapa menyakitkan pemandangan itu. Seorang istri sah memergoki suaminya dipanggil 'ayah' oleh anak kecil yang tak dikenal. Bayangan Damar bersama Carol, atau wanita mana pun, saja sudah cukup untuk melemahkan seluruh sendinya. Apalagi kenyataan yang ada di depan matanya saat ini. “Haruskah aku berbagi? Aku tak sanggup!” monolognya sambil terus mengayunkan langkah, berusaha menjauh dari Damar. Damar masih berusaha mengejar Diana. “Diana,“Claudia! Claudia! Claudia, ini bibi!” seru pembantu rumah tangga mengetuk pintu kamar gadis kecil nakal itu.“Gak, gak, itu pasti Bibi disuruh sama Om. Om pasti mau menghukumku!”Mendengar teriakan dari luarkamar, Claudia tak berani membukanya. Ia justru merapatkan selimutnya menutupi seluruh tubuh, takut kalau Om-nya ingin menjebaknya agar mau keluar.“Claudia, ini Bibi. Cepat keluar! Mau ikut belanja bulanan atau gak? Bibi mau ke mall juga!”Sebenarnya, Claudia tidak ingin keluar dari kamarnya. Akan tetapi saat tawaran tersebut, tiba-tiba ia tergoda. Bersamaan itu pula, Claudia mendengar deru kendaraan roda empat milik Damar meninggalkan rumah. Claudia pun lekas mengurai lilitan selimut yang membelit tubuhnya. Ia kemudian berjalan menuju jendela dan melihat mobil omnya meninggalkan rumah. “Yes! Om pasti tidak tega memarahiku. Syukurlah kalau dia tidak ada di rumah. Aku jadi leluasa berbelanja bersama bibi! Yeay! Belanja, belanja, belanja ke mall!”Claudia pun segera bersiap. Ia
Pintu mobil yang ditutup kasar berdebum cukup keras. Claudia yang bermain di ruang keluarga bergegas lari menuju jendela. Dari celah tirai putih yang tersingkap, ia melihat Om-nya berjalan dari mobil menuju ke rumah.“Ya ampun! Om pasti marahin aku! Dia pasti lihat apa yang kulakukan sama Shanum!” ucapnya panik.Karena takut dimarahi, Claudia meninggalkan mainannya yang berserak di lantai. Ia bergegas menuju kamarnya.Di dalam kamar, Claudia mengunci pintu, berharap Damar tak mencarinya. Dengan jantung berdebar, ia bersandar pada tembok kamar yang begitu dingin.“Kalau Om hukum aku gimana? Ya ampun! Kenapa rumit sekali sih tinggal di sini!” dengkus Claudia.Claudia bahkan tak sadar diri kalau apa yang ia lakukan itu salah. Andaikan ia tak jahil, mungkin semua ini tak akan terjadi.Kini, Claudia berjalan jinjit menuju ke dekat ranjang. Ia bergegas menarik selimut dan segera membawanya ke dekat lemari, bersembunyi di sana. Tak lupa, Claudia membawa ponselnya dan segera menghubungi Ral
“Kabar buruk apa, Dok! Katakan, apa yang terjadi pada anak saya! Apa dia ….”Damar tak melanjutkan ucapannya. Ia terlalu takut mengungkapkan apa yang menjadi ketakutannya sejak tadi.Saat dokter itu terdiam dan belum memberi penjelasan, Diana maju. Ia mendesak dengan suara serak basah, air matanya pun turut berderai.“Dokter … katakan ada apa! Anak saya selamat, ‘kan? Selamat, ‘kan? Iya, ‘kan, Dok? Tidak ada apa pun dengannya, ‘kan?”Dokter lelaki itu tampak mengembus panjang. Setelahnya, ia menyatakan, “Nona Shanum selamat.”Hal itu membuat Diana dan Damar bersyukur serentak. “Syukurlah. Lalu, apa yang terjadi?”“Begini, Tuan Damar dan Nyonya Diana. Karena Nona Shanum cukup lama tenggelam, dia mengalami edema paru.” Melihat kebingungan di wajah kedua orang tua itu, Dokter itu menjelaskan lebih lanjut, “Edema paru adalah kondisi di mana terjadi penumpukan cairan di paru-paru. Tenggelam dalam waktu lama menyebabkan air m
“Sebenarnya apa yang terjadi sih, Yang? Kok Shanum tiba-tiba tenggelam di kolam?”Setelah shanum mendapatkan perawatan di ruang Instalasi Gawat Darurat, Damar menghampiri istrinya yang tampak kacau. Diana juga bahkan masih mengenakan celemek hitam yang penuh tepung. Kini, Diana menoleh pada sang suami. Air matanya belum mengering saat ia memeluk erat suaminya. “Aku juga tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya, Mas. Dari dapur aku tidak terlalu memperhatikanmu Claudia dan Shanum masih cekikikan di dekat kolam. Setelah itu, hening beberapa saat dan terdengar teriakan Claudia saja.”“Ck! Pasti ada sesuatu yang dilakukan Claudia pada putri kita!” tebak Damar. Ia tahu, Claudia itu anaknya sangat usil dan jahil. Maka tebakannya bisa saja benar.Meskipun Diana sempat curiga pada Claudia tetapi ia tidak ingin menyalahkan keponakannya tersebut. Lagi pula, sama suami juga belum mengecek CCTV di sekitar sana dan ia belum dapat menyimpulkan.“Mas, ka
“Tolong! Tolong! Tante, Ommmmm! Shanum tenggelaaaaam!” Alih-alih berlari dan meminta bantuan pada orang-orang yang ada di dalam rumah, Claudia justru menjerit histeris. Di tepi kolam, Claudia masih maju mundur untuk menyelamatkan Shanum. Sesekali, ia mengambil ancang-ancang dan bersiap untuk masuk ke dalam air. Tetapi mengingat kolam renang itu sangat dalam dan tidak diperuntukkan bagi anak kecil, maka ia mengurungkan niatnya. Sedangkan di dalam rumah, Diana menghentikan gerakannya ketika hendak memasukkan adonan kue ke dalam oven. Ia menoleh ke pintu sebelahnya dan berlari ke sana. Teriakan Claudia makin menggila dan ia sangat panik. “Claudia, ada apa?” tanya Diana Sambil menggerakkan tangannya agar Tantenya mendekat, Claudia berujar panik, “Om, Tanteeee! Shanum tenggelam! Tolongin, Tante, Om, tolongin! Aaaaaa! Itu! Itu Shanum tenggelam!” Diana menatap permukaan air kolam yang
“Hoam ….”Damar menguap tatkala sampai di kediamannya. Semalaman, ia menjaga Jimmy dan sekarang, ia baru kembali ke rumah.Di ambang pintu, Sagara berjalan ke arahnya. Seketika, rasa lelahnya menguar begitu saja. Ia menggendong putranya yang menggemaskan sambil berjalan menghampiri Diana yang ternyata sedang membuat kue di dapur.“Sayang?”“Mas, kamu pulang?” Diana segera melepas celemeknya. Ia mencuci tangan kemudian menghampiri suaminya dan memberi pelukan singkat.“Iya, aku pulang. Capek, Yang.”“Ya udah, kamu istirahat aja dulu. Aku siapin sarapan. Belum sarapan, ‘kan?”“Udah, Yang di jalan tadi. Aku mau mandi terus tidur sebentar.”“Oh, ya udah, Mas.” Diana segera mengambil Sagara dari gendongan Damar. Ia menenangkan bocah tampan itu yang merengek, seolah enggan lepas dari sang ayah. “Hm, nanti ikut Ayah lagi. Ayah capek, Boy.”“Mana anak-anak?” tanya Damar. Ia melirik ke seluruh penjuru rumah, tap







