ログイン“Aku harus melakukan apa ya Tuhan?” gumam Diana lirih. Sejujurnya, ia merasa tidak berdaya menghadapi situasi ini.
Sebagai orang tua, Diana memang harus menasehati. Tapi, nyatanya maasalah ini begitu kompleks, dan Diana tidak tahu harus memulai dari mana.Kini, Diana menimang-nimang apa yang harus ia lakukan terlebih dulu, berusaha mencari solusi terbaik untuk Claudia dan keluarganya.Diana ingin bicara begini, tapi takut Claudia tak mau menerima nasehat, dan makin tak terkendali. Tapi kalau didiamkan, jelas Claudia akan bertindak sesuka hati.Akhirnya, Diana memutuskan untuk mendekati Claudia. Ia duduk perlahan di samping keponakannya itu, memberikan jarak yang cukup agar tidak membuatnya semakin takut.Dengan lembut, jemari lentiknya segera memegangi dagu Claudia, mendongakkannya agar gadis kecil itu menatap wajahnya.“Lihat Tante,” ucap Diana dengan nada lembut dan penuh kasih sayang. Meski ia kesal, namun tak ada alasan un“Tante, ih … Tante kok diam? Ayo lah kasih tahu aku, caranya dapat duit yang banyak itu gimana? Aku harus jadi youtuber apa gitu? Aku buat konten apa?” desak Claudia sambil terus menggoyangkan lengan Diana.Diana sendiri tidak paham, sejauh mana minat Claudia pada hal itu. Kini, ia memberi nasehat pada keponakannya agar tak menjadikan uang sebagai obsesi.“Dengar, Clau. Kamu baru 10 tahun, harusnya kamu fokus sekolah dan tidak usah memikirkan caranya cari uang. Uang biar kami yang pikirkan, kamu hanya tinggal belajar, dan tingkatkan nilai kamu agar membanggakan kami. Lagi pula kalau kamu jadi konten kreator, hal itu akan mempengaruhi proses belajar kamu. Sudah, jangan pikirkan itu dulu. Kamu harus fokus belajar. Dan selama itu, Om dan Tante gak akan ngasih ponsel sebagai hukuman hari ini. Paham?”Sayangnya, nasehat itu tak ditanggapi serius oleh Claudia. Gadis kecil itu tetap kekeh ingin jadi konten kreator. “Aaah, gak, gak! Aku gak mau nganggur dong, Tant
“Aku harus melakukan apa ya Tuhan?” gumam Diana lirih. Sejujurnya, ia merasa tidak berdaya menghadapi situasi ini.Sebagai orang tua, Diana memang harus menasehati. Tapi, nyatanya maasalah ini begitu kompleks, dan Diana tidak tahu harus memulai dari mana.Kini, Diana menimang-nimang apa yang harus ia lakukan terlebih dulu, berusaha mencari solusi terbaik untuk Claudia dan keluarganya.Diana ingin bicara begini, tapi takut Claudia tak mau menerima nasehat, dan makin tak terkendali. Tapi kalau didiamkan, jelas Claudia akan bertindak sesuka hati. Akhirnya, Diana memutuskan untuk mendekati Claudia. Ia duduk perlahan di samping keponakannya itu, memberikan jarak yang cukup agar tidak membuatnya semakin takut. Dengan lembut, jemari lentiknya segera memegangi dagu Claudia, mendongakkannya agar gadis kecil itu menatap wajahnya. “Lihat Tante,” ucap Diana dengan nada lembut dan penuh kasih sayang. Meski ia kesal, namun tak ada alasan un
Claudia meremas ujung kaos pres body yang ia kenakan. Dengan kepala tertunduk, ia menjelaskan apa yang ia lihat dan ia pelajari dari apa yang dilakukan Maminya. “A-aku .…” jawab Claudia dengan suara tercekat. Ia sangat ketakutan melihat kemarahan Damar. Bahkan, ia juga ikut menangis. “Jawab!” bentak Damar tanpa ampun hingga membuat Claudia tersentak kaget, dan akhirnya Claudia mau mengakui hal tersebut meski dengan air mata berderai. Claudia refleks menjatuhkan tubuhnya di lantai. Ia merangkak mendekati Damar, kemudian memeluk kaki Damar yang dibalut celana panjang bahan slim fit itu. Di bawah kaki Damar, Claudia menangis dan menjerit-jerit. “Ampun, Om! Ampun! Aku cuma niru apa yang dilakuin oleh Mami, Om!” “Apa yang Mami kamu lakukan?” Ki ini, Diana angkat bicara. Ia tarik Claudia dari kaki suaminya dan ia ingin tahu, apa alasan suaminya marah besar pada keponakannya yang satu ini. “Apa yang kamu lakukan cep
“Ya Allah! Claudia, astagfirullah! Apa-apaan ini? Apa yang kamu lakukan, Claudiaaaaaa!” maki Damar dengan intonasi yang makin meninggi. Damar segera berpikir jernih, ia menghapus video tersebut meski Claudia menjerit-jerit. “Jangan hapus, Om! Jangan! Jangaaaan!” Refleks, Damar melepas pegangannya pada Claudia dan rasa respect-nya pada keponakannya seketika menghilang, diganti dengan kemarahan yang memuncak tiada berakhirnya. Jantungnya berdegup kencang, bagaikan genderang perang yang ditabuh bertalu-talu saat melihat video yang katanya baru diunggah Claudia 20 menit tadi. “Dasar anak tidak tahu diri! Ya Allah! Apa yang ada di otak kamu, Claudia? Kamu memposting video ini? Apa kamu gila?” Saking syoknya dengan kelakuan bo-cil kem-atian ini, Damar sampai menangis. Ia jatuh terduduk dan melempar tablet milik Shanum ke lantai, tak p
“Aku akan ke sana, Yang. Sepertinya ada masalah,” ucap Damar dengan cemas, raut wajahnya berubah serius. Ia takut Claudia melakukan kesalahan atau merusakkan barang berharga miliknya. “Kamu di sini saja. Jaga anak-anak!” Tanpa menunggu jawaban, ia segera melangkah cepat menuju pintu samping, meninggalkan Diana yang berdiri terpaku. Diana menghela napas, hatinya mencelos. Ia menggendong Sagara erat-erat, mencoba menenangkan diri. “Ada apa?” tanyanya penasaran. Matanya melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi dan ia harus bersiap mengantarkan Shanum ke sekolah sekaligus belanja bulanan. Saat ia berdiri, Shanum menghampirinya dengan wajah cemas. Gadis kecil itu memang tak banyak bicara setelah Claudia datang, “Bunda, ada apa? Apa Kak Claudia buat ulah lagi?” bisiknya, matanya yang bulat mengerjap berulang kali, seolah ingin tahu apa yan
“Aha! Aku ada ide, Mas!”Tiba-tiba saja, Diana menjentikkan jari, matanya berbinar saat memandang ke arah suaminya. Sebuah ide brilian melintas di benaknya. Bagai bohlam lampu yang tiba-tiba menyala terang, menerangi seluruh ruangan dengan cahayanya.“Ide apa memangnya?” tanya Damar, rasa penasaran memenuhi benaknya dan ia tahu, saran Diana mungkin perlu dipertimbangkan dulu. Matanya tak lepas dari ekspresi wajah Diana yang tampak begitu bersemangat.“Bagaimana kalau kita bahwa claudia tinggal di rumah peninggalan mendiang Mama? Kan dia tinggal di sana sendiri. Kita berikan dia fasilitas yang sama seperti yang didapatkan dulunya. Kita bayar sopir dan pembantu untuknya? Gimana? Mas setuju?” Diana mengutarakan idenya dengan antusias, berharap suaminya akan setuju dengan usulannya barusan.Sejujurnya, Diana tidak benar-benar menginginkan kehadiran orang lain di rumahnya, meskipun itu adalah keponakannya sendiri. Mengingat kelakuan Claudia y







