Masuk“Kamu pasti pacarin dia, tidurin, terus kamu tinggalin, ‘kan? Iya, ‘kan?” Damar memberondong Sagara dengan tatapan curiga. Dia memelototkan matanya, dan kedua tangan berkacak pinggang.Didesak sang ayah, Sagara mundur. Dia tetap mengelak, “Yah, jangan curigaan mulu, deh! Aku gak mungkin kaya gitu!”“Mungkin aja!” Sela Damar cepat. Telunjuk kanan menuding wajah Sagara yang menyebalkan itu, menyesalkan kenapa putranya harus meniru jejaknya yang kelam. “Apa kamu kira, Ayah gak tau apa yang kamu lakuin diluar sana, Saga? Ayah tau semuanya! Termasuk … kamu yang pernah tidur dengan dua wanita!”Sagara memejamkan mata sejenak. Ia mengakui kesalahan itu, tapi tak mau mengeluarkan suara agar ayahnya tak makin memprovokasi.“Saga!”“Yah, please, jangan merembet ke mana mana. Oke, untuk yang satu itu … lupain. Dan masalah anaknya Arnold, itu penting. Gini, aku sama sekali gak tau kenapa dia nabrak gitu aja! Katanya sih buru-buru! Aku bahkan dikasih
Usai menelepon pihak showroom, ponsel yang baru saja dimasukkan Sagara ke celana kembali bergetar. Kesal karena merasa privasinya diganggu saat sedang merencanakan obsesi barunya, pria itu berdecak tanpa melihat siapa yang menghubunginya. “Ck! Apa lagi ini?” Sambil menggerutu, dia mengangkatnya dengan nada bicara yang kasar, “Ya, apa lagi?” “Apa lagi katamu?” Mampus! Sagara tersentak. Suara bariton di seberang sana sangat ia kenali. Itu ayahnya, Damar Setyawan. “Eh, Ayah. Maaf, Yah. Ada apa?” Suara Sagara langsung melunak, nyalinya yang tadi setinggi langit di depan Ara mendadak menciut. “Ada apa, ada apa! Pulang! Gak lihat ini jam berapa, Sagara Arsenio Setyawan?” Sagara menjauhkan ponsel dari telinganya karena suara sang ayah yang menggelegar membuat telinganya berdenging. “Baru jam 11, Yah! Gak usah kuno gitu lah! Lagian masih sore juga!” “Pulan
Sagara melangkah maju, memecah ketegangan antara kakak-beradik itu. Ia melipat pisau lipatnya dengan suara klik yang tajam. ”Udah selesai ceramahnya?” tanya Sagara dengan nada meremehkan. “Adik lo udah denger faktanya. Sekarang, pertanyaannya ... gimana cara keluarga Harven nebus ‘dosa’ si Belalang Sembah ini ke gue? Gue udah bilang, gue gak butuh duit bokap lo. Jadi, jangan coba-coba nawarin duit sama gue! Gak mempan!” Clayton menelan ludah, ia tahu posisi keluarganya sedang di ujung tanduk jika Damar Setyawan sampai turun tangan. Ia menatap Sagara dengan tatapan penuh kompromi. “Apa yang lo mau, Gar? Sebutin! Asal jangan sentuh adek gue lagi! Lo bisa minta apa pun, asal lo gak bawa adek gue kaya gini lagi.” Sagara menatap Ara dengan pandangan dingin yang membuat gadis itu bergidik, lalu beralih kembali pada Clayton. Sebuah ide licik melintasi benaknya untuk memberikan pelajaran yang tak terlupakan
“Jangan sentuh gue, Sialan!”Tak memberi kesempatan Sagara yang hendak mencium bibirnya, Ara segera membela diri. Ia tidak sudi membiarkan bibir angkuh itu menyentuh seinchi pun kulit mulusnya. Ara jijik!Dengan tenaga sisa yang terkumpul dari rasa takut dan harga diri yang terinjak, dia dorong Sagara ke samping, dan dia tendang Sagara menggunakan kakinya tepat di bagian perut.Bugh!Sagara yang sedang dalam posisi tidak siap terjerembab ke samping. Tendangan itu cukup telak hingga membuatnya jatuh dari tepian ranjang dan menghantam lantai. Ara segera bangkit, napasnya memburu, gaun kembennya tampak berantakan saat ia mencoba menjauh dari jangkauan pria itu.“Berani bibir lo nyentuh bibir gue, habis besok!” teriak Ara dengan suara parau, air mata kemarahan menggenang di pelupuk matanya.Sagara terduduk di lantai, tangannya memegangi perut yang terasa mual. Ia terdiam sejenak, menunduk, sebelum kemudian terdeng
”Lo pikir gue percaya?” cibir Sagara tampak merendahkan. Ia menarik sudut bibirnya, membentuk senyum sinis. “Cewek yang dandanannya begini, kelayapan di klub tiap malam, dan gayanya sombong selangit kayak lo ... masih virgin? Jangan ngelawak, Belalang Sembah. Lo cuma lagi berusaha cari alasan biar gue lepasin, ‘kan? Sayangnya, Lo gak bisa pergi dari gue!”Sagara kembali memajukan wajahnya, hingga napasnya yang beraroma mint menerpa kulit wajah Ara. Jemari Sagara yang tadi meraba kasur, kini berani naik dan menyentuh pinggiran gaun kemben Ara yang sedikit longgar. ”Lagian, kalaupun bener lo masih ‘suci’, bukannya itu malah bikin utang lo lunas lebih cepet, ya?”Mata Ara menyprot benci. “Sagara, jaga ucapan Lo atau gue robek mulut lo yang busuk itu!”Sagara terkekeh. “Lo aja gak bisa lepas dari gue, dan Lo berekspektasi mau robek mulut gue? Lawak bener!”Setelah memberi jeda sejenak, Sagara kembali menyeringai, “Kesucian seorang anak Harven buat bayar bodi Du
“Sagara, jaga ucapan Lo atau mulut lo gue obras!” ancam Ara mulai terpojok. Melihat aksi pria ini yang ada gila-gilanya, ia menduga semua ucapan pria itu pasti akan terjadi.Sagara terkekeh, menatap penuh minat pada gadis di hadapannya ini. “Eh, … btw, lo masih vir-gin, gak?”“Shut up! Gak usah hina gue, dan itu gak penting buat lo!”Sagara menyandarkan tubuhnya di pintu yang baru saja ia kunci, melipat tangan di dada sambil memperhatikan Ara yang berdiri mematung di tengah ruangan. Lampu kamar yang temaram membuat suasana semakin menekan.“Gak usah gemeteran gitu, kali. Tadi di jalan gaya lo selangit,” sindir Sagara. Ia melangkah perlahan mendekati Ara, membuat gadis itu mundur hingga betisnya terbentur pinggiran ranjang.“Sagara, dengerin gue ... ini udah keterlaluan. Gue bakal minta maaf, oke? Gue minta maaf! Gue bisa sembah lo!” Suara Ara bergetar, kesombongannya tadi benar-benar luntur digantikan rasa ngeri. ‘Sagara bisa aj







