Masuk“Ya, tapi aku yang juga merawat Mama dan ikut mengembangkan perusahaan, jadi aku tetap memiliki andil.”
“Tante tidak setuju, Mar. Pokoknya semua harta mama kamu, itu milik kami. Kamu anak wanita lain, jadi tidak berhak sama sekali!” tukas Om Beni berapi-api.“Tante dan Om slow aja dong. Kenapa sepertinya kalian ingin terburu-buru sekali? Bahkan, Mama saja baru pergi kurang dari 10 jam. Pantaskah kalian semua menuntut seperti itu di saat kamu sedang berduka cita?” cibir Damar. Dia memang tak akur sejak dulu.“Kami sudah datang jauh-jauh dari luar kota. Setidaknya hargai kehadiran kami!” sarkas Tante Mayang.“Dan setidaknya hargai juga perasaan kami yang masih berduka, Tante, Om!” ucap Damar menyanggah dengan nada tinggi.“Omong kosong! Ini nih, orang yang tidak tahu diri. Dulu saja saat masih hidup tidak mau disuruh untuk membagi harta. Dan sekarang, kamu malah mempersulit kami. Mau kamu apa sih, Mar? Mau nguasain harta yang jelas-jelas akan menjadi milik kami, ha“Tunggu dulu!”Tapi, Diana tak membiarkan hal itu terjadi. Ia pun segera menyalakan laptopnya dan bersiap melancarkan serangan balasan.“Apa lagi?”Pada saat yang sama, Raline melihat wajah Diana yang masam. Ia tahu, Diana pasti tak tahan dengan suara desahannya. Maka, ia pun segera menyetopnya saat rekaman suara itu baru terputar tiga detik. “Oh, aku tahu. Kamu pasti kepanasan, ‘kan mendengar suara suamimu bercinta denganku? Jadi, kurasa tidak perlu melanjutkannya, sih. Aku hanya tidak mau kamu kolaps mendadak karena syok dan kejang-kejang di tempat ini! Jadi—”Sebelum Raline mengacaukan emosinya, Diana sudah mengantisipasi. Sambil memutar layar ke hadapan Raline, ia berkata, “Sebelum kamu melanjutkan ucapanmu, lihatlh ini sebentar. Barangkali kamu syok dengan apa yang kamu lihat nanti.”Raline menatap Diana sangat jengah, meski ia tak suka Diana menyetop ucapannya, tapi ia juga penasaran dengan apa yang ada di layar laptop ter
“Ada apa?” tanya Diana tidak ramah.Diana memperhatikan Raline dari atas sampai bawah. Wanita itu berdiri dengan anggun, mengenakan gaun Sabrina berwarna magenta yang sangat mencolok, kontras dengan kulit putihnyaSebuah tas mewah berlogo terkenal bertengger di tangan kirinya, sementara di tangannya yang lain tergenggam sebuah map tebal yang entah isinya apa.“Apa begini caramu memperlakukan tamu? Tidakkah kamu mempersilakanku duduk terlebih dulu?” Diana bahkan ingin meremas mulut Raline yang begitu pedas itu, lalu melaburinya dengan cabai giling satu ton! Tapi, Diana tak akan melakukan itu sekarang. Ia ingin melihat sejauh apa Raline ingin berusaha memecah belah hubungannya dengan suaminya sendiri.Setelah mengambil laptop miliknya dan sebuah flashdisk, Diana pun mendekati Raline lagi. Ia berkata dengan suara sedingin es, mempersilakan tamunya duduk. “Oh, baiklah
“Baiklah, Yang ... akan aku lakuin.” Dengan berat hati, Damar akhirnya mengalah. Ia tak mau memperpanjang masalah ini dan membuat istrinya makin kesal padanya.“Berdebat dengan wanita tidak akan ada habisnya. Bisa seri saja sudah hebat!” katanya dalam hati.Kini, tangannya meraih spons kotor itu. Tanpa diduga, Diana menyerahkan spons yang baru. “Pakai ini saja! Nanti bibir Mas alergi, aku lagi yang disalahkan!”“Oh, thanks, Yang.” Damar tersenyum meraih spons bersih itu. Sesekali ia melihat Jimmy yang mengulum bibir, seolah tengah mengejeknya begini: “Itulah tidak enaknya memiliki istri, Tuan! Banyak resikonya kalau kita bersentuhan dengan wanita, tidak akan bisa bebas. Tahu rasa ‘kan sekarang dihukum?”“Apa lihat-lihat?” seloroh Damar saat Jimmy tampak menahan tawa. Wibawa Damar hancur berkeping-keping di depan asisten pribadinya. Sosoknya yang selama ini dikenal tegas dan berkuasa, kini tampak begitu kecil dan hina
“Lakukan sekarang juga! Cuci bibir Mas pakai itu, atau aku nggak akan pernah maafin Mas!” Bukannya memberi ampun pada suaminya, suara Diana justru makin melengking tinggi. Ia sama sekali tak memberi celah bagi Damar untuk memberi bantahan sedikit pun.Bukan, bukan berarti ia kejam. Bukan …. Hanya saja, rasa sakit di dadanya makin menghujam saat mengingat Damar mencium Raline dengan begitu mesra-nya, sama seperti saat menciumnya dengan penuh gairah.Kini, Diana mengingat kembali tanggal CCTV yang ada di kantor itu. “Sepertinya itu terjadi saat Mas Damar tiba-tiba mengajakku ke hotel siang itu. Jadi, saat itu dia melakukannya? Ih! Jadi selama itu aku dibohongi?” maki Diana dalam hati. Ia bersedekap sebelah, sambil memegang payung dengan tangan kanannya, menatap Damar penuh otoritas Kini, Damar mengernyit. Nyatanya, menampilkan raut wajah memelas tak akan membuat Diana luluh. Tapi, tak ada salahnya membujuk lagi, ‘kan? Dengan suara renge
“Ya Allah, sakitnya. Kenapa hal seperti ini terjadi lagi?” Larut malam, di dalam kamar yang remang-remang, Diana menangis tersedu-sedu. Air matanya membasahi bantal, melukiskan betapa hancur hatinya. Bayi kecilnya kini menangis kencang di sampingnya. Seolah tengah merasakan kesedihan yang tengah dirasakan sang ibu.Namun, Diana terlalu larut dalam kesedihannya sendiri hingga tak mampu menghiraukan tangisan putranya. Saat Sagara makin menangis kencang, Diana pun akhirnya tak bisa mengabaikannya. Kini,Nia dekap Sagara dalam pelukan hangatnya, ia kecupi pipi dan pucuk kepala putranya yang tampan itu sambil meminta maaf.“Maafkan Mama, Sayang,” bisik Diana di sela tangisnya, namun tangisannya justru semakin menjadi-jadi.Sambil meraih susu yang ia buat sejam lalu di atas nakas, ia menyodorkan ya pada Sagara dan bocah manis itu langsung berhenti menangis. “Mama tidak tahu harus bagaimana lagi. Maaf Mama egois, ya? Mama ga
“Kamu gila? Kamu berniat menjadi pelakor, Raline?”“Kalau hal itu bisa buat dapetin Pak Damar, kenapa enggak, sih, Pa? Aku sangat terobsesi dengannya! Dia harus jadi milikku!”Tak serantan, Bima mencengkeram kerah blus yang dikenakan Raline. Matanya menyala-nyala, menatap putrinya dengan tatapan penuh amarah dan kekecewaan.Raline mencoba melepaskan cengkeraman ayahnya, namun Bima semakin mempereratnya. “Lepaskan aku, Pa! Sakit!”“Tidak! Papa gak akan melepaskanmu sampai kamu sadar akan kesalahanmu!” Bima mengguncang tubuh Raline dengan kasar. “Kamu harus mengakhiri semua ini! Kamu tidak bisa menghancurkan rumah tangga orang lain demi kebahagiaanmu sendiri!” Raline menolak tegas. Ia gunakan kedua tangannya untuk menutupi perutnya. “Gak mau! Aku gak akan mengakhiri apa pun!” Kini, Raline berteriak histeris. Ia pikir, ia telah berada di jalan yang benar. Masa bodoh dengan tentang Diana yang akan tersakiti!“Papa, dengark







