Share

ES BATU
ES BATU
Penulis: cofeeortee

•01•

"AAAAAAAAAAAAA!" teriak seorang gadis yang tengah berbaring langsung mendudukkan dirinya. Dengan jam weker ditangannya.

Pukul 07.55. Berarti dia terlambat. Pake banget malah!

Dengan cekatan gadis itu berlari kearah kamar mandi, melakukan ritual mandinya dengan tergesa-gesa. Tidak apa-apa telat, yang penting harus! Prinsipnya.

Jessie yang mendengar teriakan anak gadisnya terperanjat kaget. Masalahnya, ngapain dia teriak-teriak di pagi buta seperti ini, dan posisinya sedang memotong sayuran yang akan di masaknya. Untung saja tidak mengenai tangan, kan.

"Ya Allah, kenapa lagi sih," gumam Jessie.

Jessie dengan langkah tergesa, menaiki anak tangga dengan hati-hati. Ketika sampai didepan pintu kamar putrinya, Jessie mengetuknya. Tetapi tidak ada sahutan, langsung saja Jessie membukanya.

Dan, yah tidak dikunci.

Jessie mengedarkan pandangannya, tidak menemukan keberadaan putrinya. Dia melihat ke arah kasur, sangat berantakan. Bantal ada di lantai, selimut yang terjuntai ke lantai. Jessie menggeleng kan kepala, ada-ada saja kelakuan putrinya ini.

Suara decitan pintu kamar mandi terbuka, menampakkan gadis itu dengan seragam yang melekat ditubuhnya dan handuk yang sedang digosok-gosokkan ke kepalanya. Ralat, rambutnya.

"Astagfirullah Mama, nggak ngetok dulu sih. Ngagetin aja," ujar gadis itu sambil memegang dadanya pertanda dia terkejut.

Jessie berjalan mendekati putrinya. "Lagian kamu, teriak-teriak kaya dihutan aja tau nggak! Mama lagi potong sayuran, untung aja gak kena tangan Mama," omelnya.

"Aduh, Mama! Nay tuh telat, bisa nggak ngomelnya nanti dulu?" jawab Naya.

Mata Jessie membulat sempurna. Dia melihat ke arah jendela. Masih tertutup oleh gordeng, lalu tatapannya mengalih ke jam weker putrinya. "Heh! Telat dari Hongkong! Buka tuh gordeng, terus cek ponsel kamu," titahnya.

Dengan sedikit berlari Naya membuka gordeng dengan kasar. Masih gelap. Lalu ke ponselnya. Begitu menyala, mata Naya membulat sempurna.

05.15, masih subuh.

Naya menepuk jidatnya. Dia lupa jika jamnya sudah rusak dan dengan bodohnya dia masih menyimpannya di nakas.

"Eh ... heheh Nay lupa Ma," ujar Naya cengengesan, dan tak lupa ia menggaruk kepala yang tak gatal.

"Hadeuh! Sholat dulu kamu," titah Jessie dan langsung melenggang dari kamar Naya.

Jessie pun terkadang heran, sikap sama sifat Naya itu sama persis dengan suaminya. Sedangkan sifat dan sikap Jessie menurun kepada Kevan, kembaran Naya.

***

"GAVIN! BANGUN!" pekik sang Ibu yang sedang membangunkan anak semata wayangnya, terlalu kebo!

Cowok itu mengucek matanya, dengan perlahan membuka matanya. Hal yang pertama dia lihat adalah sang Mama yang sedang berkacak pinggang dengan wajah yang sangat gemas. Eh ralat, dia sedang marah.

"Berisik Ma, Gavin juga ini mau bangun," ujarnya. Kemudian cowok itu berjalan berniat ingin ke kamar mandi. Tetapi belakang kaos bajunya di tarik oleh Renata—sang Mama. Dan hal itu membuat Gavin membalikkan tubuhnya kearah Renata

"Mau bangun mau bangun! Kalo nggak di bangunin mana mau kamu bangun hah?! Besok kalo kamu masih susah dibangunin, Mama potong uang jajan kamu!"

Setelah puas menasehati dan mengancam sang putra, Renata keluar dari kamar Gavin.

Brakk!

Renata membanting pintu dengan keras, membuat Gavin terperanjat kaget, dikarenakan nyawanya belum terkumpul semua.

"Astagfirullah, punya nyokap gini amat yak?" gumam Gavin sembari mengelus dadanya. Kaget.

***

Mobil lamborghini putih memasuki gerbang yang bertuliskan PRAMODYA HIGH SCHOOL. Atau lebih sering disebut PRAHIGH SCHOOL.

Well, kenapa nama sekolah nya Pramodya? Ya, sekolah ini milik keluarga Pramodya. Yaitu Devano Pramodya dan sang istri Jessie Pramodya. Dikaruniai anak kembar yaitu Kevandra Azzie Pramodya yang lebih akrab dipanggil Kevan dan Kanaya Ezzie Pramodya yang lebih akrab dipanggil Naya.

Dan disekolah ini tidak ada yang tahu menahu bahwa Kevan dan Naya ini anak dari pemilik yayasan. Ya, atas perintah keduanya. Hanya sahabat-sahabat terdekat mereka saja yang tahu.

Mobil itu berisikan Kevan dan Naya. Kevan keluar dengan kacamata hitam bertengger manis dihidung bangirnya. Kemudian disusul oleh Naya, dengan wajah datarnya dia keluar dari mobil.

"VAN!" teriak seorang cowok dibelakang Kevan dan Naya. Tanpa keduanya berbalik badan pun mereka sudah tahu siapa orangnya.

"Berisik Rel, liat tuh. Ulah lo jadi semuanya liat sini," ucap Kevan.

Dia Darrel. Darrel Anderson. Si petakilan, nggak tau tempat kalo teriak, contohnya saja sekarang, nggak tau situasi kalo nyablak. Tapi dia humoris. Soal wajah, dia setara dengan Kevan. Sama-sama tampan.

"Kagak tau aja si Udin lo Van, dia kan nggak tau malu." celetuk Gavin dengan terkekeh kecil.

Gavinno Leonard Pradipta. Si keras kepala, kalo dikasih tau suka nggak ngedengerin, udah kejadian baru tau rasa, dia sama humorisnya kaya Kevan dan Darrel, cuma dia nggak se-petakilan kaya Darrel.

Darrel mengumpat dalam hati, nama sebagus itu disebut Udin. Ya, walaupun Udin juga tidak terlalu buruk, tapi tetap saja!

"Lo semua berisik," ujar Naya dengan wajah datar, tangannya menyelipkan beberapa anak rambut yang jatuh menutupi pandangannya.

"Heh! Lo kalo mau hening di kuburan sana. Namanya juga sekolah, ya rame lah," sahut Darrel sewot.

Gavin menatap Naya, selalu aja dingin. Walaupun dia tahu jika sedang di rumah sikap Naya berbanding balik dengan di sekolah.

Bel tanda masuk sudah berbunyi. Semua orang berbondong-bondong memasuki kelas mereka masing-masing. Tetapi keempat remaja ini masih ada di area parkiran.

Kevan merangkul pundak Naya, mengajak adiknya menuju ke kelasnya. Namun, Naya malah menoleh cepat ke arah Kevan, mendorong tubuh Kevan agar tidak terlalu dekat dengannya.

"Nggak usah rangkul-rangkul, ih!" Tangan mungil Naya menepis tangan Kevan sehingga rangkulannya terlepas.

"Dih, malu-malu, di rumah aja sering minta dipel—"

Dengan cepat Naya membekap mulut Kevan, berjaga-jaga agar rahasianya tidak terbongkar.

"Dipeluk?" Gavin melanjutkan ucapan Kevan yang terhenti karena dibekap oleh Naya. "Mau dipeluk Nay? Ayo sini gue peluk." Kedua tangannya ia rentangkan, lalu mendekat ke arah Naya.

Sebelum Gavin mendekat, maka Naya menghindar, bersembunyi dibalik tubuh Kevan.

Namun dengan usil, Gavin malah berlari mengejar Naya yang berlari-lari ke kelasnya karena menghindari pelukan Gavin.

"WOY! GUE JUGA MAU DIPELUK!"

"VAN, AYO PELUKAN!"

"LAH KOK MALAH KABUR?!"

Suara tawa Gavin dan Kevan terdengar dikoridor, dengan Kevan yang dikejar oleh Darrel yang memintanya untuk dipeluk. Tentu saja membuat yang berada disana menatap keributan mereka, ada yang iri, ada yang mungkin terganggu karena gelak tawanya.

Ketika sampai dikelas, mereka berempat ngos-ngosan. Ya, jalan dari parkiran ke kelas mereka itu lumayan jauh. Ralat, bukan jalan, tapi mereka berlari karena peluk-memeluk itu.

"Cape banget anjir, haus." Gavin bersuara, kemudian ia mendudukkan dirinya disamping tempat duduk Naya.

"Ngapain duduk disini?!" ujar Naya saat sadar Gavin duduk disebelahnya.

"Nggak mau jauh-jauh dari kamu, lah."

***

any feedback to appreciate me, thanks for reading this❤️

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Leli Elminae
.........suuuuuuuukaaaaaaa...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status