Aku tak tahu siapa laki-laki berambut pirang dan berbola mata kuning yang menyerukan nama Carissa barusan. Namun, dari gelagatnya, kurasa dia sangat mengenal Carissa.
“Hai, Carissa! Kita bisa berjumpa lagi!” ucap laki-laki berambut pirang yang telah tiba di hadapanku dan Carissa.
Sementara itu, perempuan ini terlihat cukup tegang dan khawatir.
“A-Alex ….”
“Yup! Ini saya. Alex. Apa kabar? Sudah cukup lama kita tidak bertemu.”
Sembari mengalihkan pandangan padaku, Carissa menjawab, “B-baik. Saya baik. B-bagaimana denganmu?”
Sepertinya, Carissa memang agak gugup berbicara dengan laki-laki bernama Alex ini. Entah, dia mungkin teman kekasihku yang telah lama tidak bertemu.
Aku, sih, mengerti mengapa Carissa begitu khawatir dan terlihat gugup. Bisa saja dia sungkan berbicara karena ada diriku di tengah-tengah mereka.
“Carissa, gue tunggu lo di mobil aja, ya,” ucapku k
Tanpa pikir panjang setelah melihat bahwa lelaki bernama Alex ini melakukan hal yang tidak seharusnya pada Carissa, aku berlari dengan penuh amarah. Kemudian, tanganku yang terkepal melayang begitu saja hingga menghantam wajahnya.“Sialan lo! Berani-beraninya lo ngelakuin hal nggak pantes sama cewek gue!”Amarahku tidak terkendali. Aku menjadi orang yang sangat brutal dan emosi itu semakin lama semakin bergejolak.“Adrian! Jangan, Adrian!”Aku tahu aku mendengar suara Carissa yang berusaha menyabarkan hatiku. Hanya saja, aku sudah tidak terkendali lagi. Begitu lelaki bertubuh tinggi ini terjatuh, aku segera meraih kerah pakaiannya, lalu menghantamnya lagi dan lagi.“Lo cowok sialan! Lo nggak tahu kalau Carissa udah punya pacar?! Sialan lo! Goblok!”Secara terus-menerus kuhujani Alex dengan tinjuku. Sesekali, kakiku menendangnya tak tanggung-tanggung. Bagiku, dia sangat pantas mendapatkan perlakuan seperti
“Kenapa, Carissa? L-lo bilang kalau kita akan selalu bersama. Tapi, kenapa sekarang kamu bilang kita nggak bisa bersama?”Begitulah aku bertanya pada Carissa yang sedang tertunduk di depanku. Mungkin aku sudah tidak bisa mengeluarkan air mata kesedihan. Sebab, ini terlalu sulit untuk dipercaya. Hanya karena sebuah kesalahan, kenangan yang telah kami jalani bersama akan sirna begitu saja.“Adrian, saya sudah memikirkan ini cukup lama. Atau tepatnya ketika saya jatuh cinta padamu. Saya merasa sangat mencintaimu, tapi rasanya sangat sulit jika kamu terus-menerus nggak bisa mengendalikan dirimu sendiri.”“B-bukannya semua gangguan yang aku alami atas Skizo ini udah perlahan-lahan berkurang? Maksudku, aku udah nggak mengalami Skizo lagi dalam beberapa bulan terakhir. Aku nggak mengalami ilusi dan delusi lagi,” jelasku.Terdengar bahwa napas Carissa begitu berat saat mengembus. Aku menduga bahwa dia pun begitu sulit untuk men
“Aku udah bilang sama kamu, kan?”Sepasang tangan memelukku dari belakang. Sementara diriku masih saja tak bisa berpaling dari bayangan Carissa yang telah meninggalkanku dengan lelaki bernama Alex. Dia tak lagi terlihat di kedua mataku.Perempuan ini melepaskan dekapannya, lalu berdiri di hadapanku dengan sebuah senyuman. Sesekali, dia membenarkan kacamatanya yang sempat melorot.“Kita pulang, yuk.”Entah mengapa aku menurut begitu saja, lalu berjalan sambil bergandengan tangan dengannya. Kami masuk ke dalam mobilku. Namun, aku kembali bergeming.“Udah, nggak apa-apa. Sini, aku masih sama kamu.”Aku mengangguk pelan, lalu perempuan berkacamata ini membenamkan kepalaku dalam dekapannya. Sungguh hangat. Sungguh nyaman dan aku terbuai akan sebuah perasaan.“Kenapa semua harus terjadi sama gue? Kenapa orang-orang yang gue cintai nggak pernah bisa menetap dan menemani gue?”“Aku
Hal yang tidak pernah bisa kulakukan sejak pertama kali bergabung di agensi CatHub, ialah menangis. Umumnya, seseorang akan menangis bila orang terkasih meninggalkannya.Namun, hingga detik ini, aku belum pernah merasakan sedihnya sebuah tangisan.Hanya saja, aku telah bisa merasakan sebuah kerinduan yang mencekik diriku hingga hampir terbunuh dalam sepi.Diamku adalah sebuah tangisan. Bukan air mata yang menjadi tanda kesedihan dalam diriku.Hingga suatu ketika, tergeletak dan terempas oleh kenyataan yang dadakan menikam.“Adrian, aku juga mau baju. Kamu pilihin yang bagus, dong, buat aku.”Gladis seketika menarik tanganku menuju deretan pakaian khusus perempuan di sebuah toko. Dia menunjukkan beberapa baju dan rok, meminta pendapatku tentang kecocokan di tubuhnya.“Ini warnanya kayaknya terlalu tua buat lo.”Telah puluhan baju kutolak. Memang tak ada yang cocok.Selang beberapa saat, mata Gladis
Tak habis pikir diriku dengan jalan pikiran Elaine. Dia mengetahui hubunganku dengan adiknya sendiri, tetapi mengizinkan seorang artis di agensi untuk melakukan percobaan hubungan seksual.Gila!Yah, benar-benar gila. Oleh sebab itulah aku segera kabur dari agensi. Mana mungkin aku mau meladeni perempuan asing yang bisa saja membuat hati Carissa terluka.“Adrian? Saya pikir kamu belum pulang.”Carissa menghampiri diriku yang tengah duduk di sofa.“Oh, iya. Gue baru aja nyampe rumah, kok.”“Oh, begitu.”Wanita ini duduk di sebelahku, lalu menumpu dagu dengan tangan.“Lalu, bagaimana? Kamu bertemu Elaine di agensi?Sebenarnya, aku tidak ingin membahas soal Elaine dan agensi. Kedua hal itu membuatku sudah benar-benar muak di tingkat paling tinggi.Memang benar, sih, yang Elaine katakan. Jika aku sampai tidak menurut pada prosedur yang telah tercantum pada kontrak, lalu memutu
Laras semakin menempel pada tubuhku, matanya menatap lurus seolah-olah ada sesuatu yang ia tengah lihat.“Lo keras kepala banget!”Dia tak memedulikan perkataanku. Justru, tangannya semakin mencengkeram senjata kelelakianku.Sebab penasaran, aku menoleh ke belakang. Carissa berdiri, tepat di tengah-tengah tangga. Menatap diriku yang tengah diperlakukan semena-mena oleh Laras.Tak sempat aku terbelalak. Kontan saja kusingkirkan Laras dan berjalan menemui Carissa.Sayang. Dia berjalan naik dengan langkah buru-buru.“Carissa, tunggu!”Wanita ini tak memedulikan diriku. Lantas, kuraih saja tangannya ketika tiba di ujung tangga.“Tunggu, Carissa!”Dia berbalik badan, tetapi pandangan tertunduk. Yah, aku tahu bahwa dia sangat sedih melihat diriku tengah melakukan hal panas dengan Laras.Hanya saja, aku tidak sedang dalam posisi melawan saat itu. Seharusnya, Carissa bisa melihat bahwa
Sebelum benar-benar mencapai puncak kenikmatan, kuhentikan gerakan tangan. Laras menatapku nanar. Sementara itu, aku menyeringai.“Gue nggak akan melakukannya lebih jauh.”“Kenapa, Adrian?!” Dia terkejut.Terdengar napasnya telah menderu hebat karena mendapatkan serangan bertubi-tubi dari kedua tanganku.“Karena gue nggak akan memberikan tubuh gue secara gratis sama lo!”Kulempar gaun yang berserakan di lantai ke tubuh Laras.“Pasang pakaian lo! Lo terlihat sangat memalukan!”Sudah tentu Laras tak menyerah. Dia menarikku lagi saat berjalan untuk menaiki tangga.“Lo nggak bakalan bisa lolos dari gue!”Segera kutepis tangannya secara kasar.Jika menjadi lelaki yang kejam adalah kunci untuk membuat wanita ini membenci diriku, maka itulah yang akan kulakukan.Benar saja, kudorong dirinya hingga terjungkal ke belakang. Untung saja dia tak kehilangan kes
“Jadi, mulai hari ini, kamu kembali akan menandatangani kontrak untuk syuting, Adrian.Saya rasa, kamu sudah cukup bisa dikatakan sehat secara mental. Meskipun saya melihat dirimu sesekali masih melongo tidak jelas.Tapi, sebelum itu, kamu akan check up dulu.”Elaine menyodorkan sebuah perangkat Tablet yang layarnya telah menampakkan sebuah dokumen kontrak untuk aku tandatangani.Sesekali, diriku melirik ke arah Carissa yang tengah duduk di sofa. Begitu pun dengan Elaine yang juga memberikan tatapan sinis pada kekasihku itu.Tak lama, Carissa mengangguk pelan dan melemparkan senyuman padaku. Itu tanda bahwa dirinya tidak keberatan sama sekali.“Okay.”Maka, aku pun mengambil touch pen di sebelah Tablet, lalu menandatangani kontrak tersebut.Elaine tersenyum puas sambil menatapku dengan lamat.“Akhirnya, ya, Adrian yang sangat legendaris telah kembali lagi ke agensi ini.”Sambil