Selain syuting film yang bisa membuatku bergelimang harta dan popularitas, ternyata aku banyak mendapatkan tawaran untuk menjadi model majalah. Tentu saja, majalah yang diterbitkan berlabel dewasa yang memperlihatkan otot-otot dan betapa proporsionalnya tubuhku.
Tidak ada-apa. Kali ini, aku dengan senang hati memperlihatkan diriku di mata siapa pun. Selagi mereka menikmati penampilanku dan membuat mereka senang, aku tidak lagi peduli dengan idealisme bodoh dan harkat atau martabat.
Rasa lelah yang kudapat dari sekelumit urusan pekerjaan membuatku ingin bersantai untuk sejenak saja. Hasrat itu memang nikmat, tetapi sangat melelahkan.
Aku menikmati dunia luar setelah sekian pekan hanya berdiam diri di rumah dan agensi. Namun, tampaknya aku telah menjadi sorotan semua orang. Spotlight seolah-olah mengikuti ke mana aku melangkah.
Tak sedikit orang-orang secara acak memberikan tatapan jijik.
“Ah, sorry!” ucapku ketika tak sengaja menabrak se
Sevanya mendorong tubuhku hingga terempas di dinding. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang berusaha gadis itu lakukan. Tatapannya begitu licik dan menyeramkan. Bahkan kini, dia mencengkeram kerah kemeja yang kukenakan.“A-apa yang coba lo lakuin?!” tanyaku terheran-heran.Dia tidak menjawab apa pun, kecuali tetap menggerakkan tangan. Diraihnya segera kancing kemejaku, lalu ia buka secara paksa hingga beberapa terlepas dari benangnya.Kali pertama aku menemukan seorang gadis yang begitu liar. Napasnya yang menderu menyiratkan bahwa hasrat itu tak lagi terbendung. Jantungku berontak dibuatnya. Seolah-olah kini aku adalah korban dari pemaksaan dan percobaan persetubuhan.“Woy! Yang benar aja!”“Diam lo, Adrian Satria Sanjaya!” tegasnya rahang yang mengeras.Pakaianku dipelorotkan. Tenaga Sevanya begitu besar dan terus memaksa diriku membukanya. Aku demikian pasrah. Bukan karena aku juga menginginkan kenikm
Derap langkah terdengar, pandanganku teralihkan ke pintu yang terbuka lebar.“Oh, sudah ada yang datang.”Elaine berhenti di kusen pintu sambil bersandar dan menyesap rokoknya dengan khidmat.“Ternyata seekor rubah betina dan si raja hutan,” lanjutnya sembari tertawa licik.Sevanya menatap wanita itu dengan sinis. Aku tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka, tetapi sepertinya hubungan keduanya tidak dapat dikatakan baik-baik saja.“Lain kali, lo nggak akan lolos dari gue, Adrian.” Itu yang dikatakan Sevanya setelah akhirnya beranjak bangkit dan keluar dari ruangan sesi pemotretan.Elaine mendekatiku dan mengempaskan pantat, menyilangkan kedua kaki dengan posisi santai bersandar di punggung sofa.“Hati-hati dengan perempuan itu, Adrian.”Mendengar kalimat peringatan dari Elaine bagai menemukan berlian di setumpuk lumpur yang menjijikkan.“Kenapa gue harus berhati-
Sevanya telah mencapai puncak hasrat tertinggi hingga mengeluarkan jerit kenikmatan. Padahal, hanya tanganku yang bermain-main. Namun, itu saja telah cukup membuatnya meronta sambil meminta lagi dan lagi.Gadis itu bersimpuh di sebelah closet duduk dengan napas terengah. Aku menatapnya prihatin. Bahkan aku belum mendapatkan kenikmatan darinya. Dia telah tak berdaya menerima seranganku.Kuembuskan napas panjang, kemudian keluar dari toilet, membiarkan Sevanya dengan kenikmatan yang telah berhasil membuat tatapnya menjadi kosong dan kepalanya dipenuhi pemikiran gila.Gadis gila sudah sepantasnya mendapatkan perlakuan gila yang mengoyak habis gairahnya. Dia merengek puluhan kali dan aku memberikannya sekali serangan mematikan.“Apa yang kamu lakukan padanya, Adrian?” tanya Elaine setelah aku kembali duduk di sebelahnya.“Hanya sedikit serangan untuk membuatnya jera.”“Kamu memang laki-laki mengerikan.” Elaine
“Lo tahu kenapa udah berbulan-bulan gue nggak dapat proyek film?”Sevanya berdiri, kemudian melucuti kaus putih polos berlengan panjang yang ia kenakan. Kembali dia menatapku dengan senyuman lebar penuh makna.“Gue dinyatakan nggak sehat oleh Dokter Ningsih. Katanya, gue nggak boleh melakukan syuting karena akan mengakibatkan aktor yang lain mengalami hal sama kayak gue. Entah diskors berapa bulan. Gue nggak tahu pasti.Kalau lo berpikir gue sakit jiwa, gue mengakuinya. Gue emang sakit jiwa dan hyper dalam aktivitas kenikmatan yang panas.”Kini, aku menyadari hal penting dari kalimat Elaine. Cara yang terbilang aneh untuk menyampaikan peringatan padaku. Hal yang aku hindari sekarang dari gadis gila itu bukanlah gairahnya yang meledak-ledak.Akan tetapi, dokter khusus yang biasanya melakukan check up pada kami, Dokter Ningsih, sesuai yang dikatakan Sevanya, telah memvonisnya sebagai artis yang tidak layak mendapatkan proyek d
Sesaat setelah Sevanya berhasil diamankan para security, Elaine membakar sebatang rokok.“Dasar perempuan merepotkan!” Elaine berkata dengan nada yang amat dingin dan tatapan yang terkesan layaknya seorang pembunuh.Pada dasarnya, wanita itu memang kejam dan licik. Karena itu, bahkan Sevanya tidak berkutik setelah kedatangannya. Kini, aku bisa mengembuskan napas lega karena tidak jadi memberikan hasrat kenikmatan secara percuma pada gadis yang salah.Walau begitu, tatapan Sevanya tak kalah tajam, menyiratkan sebuah kebencian dan dendam pada Elaine. Mungkin termasuk diriku karena beberapa kali kulihat dia bergantian menatapku.“Bawa dia ke mobil,” perintah Elaine dan para security segera menyeret Sevanya meskipun sesekali meronta.Pikiranku telah dibuat kacau oleh satu gadis gila yang sangat hyper. Bagiku, apa yang terjadi pada Sevanya merupakan impact besar yang tidak dapat kuabaikan begitu saja.Suatu hari, entah ber
“Selamat datang di rumah baruku, Adrian.”Kini, aku berdiri di ruangan utama rumah besar bak istana milik Siska. Sebenarnya, tidak ada yang berbeda dari rumah baruku yang diberikan Elaine. Jadi, bukan hal yang mencengangkan bagi diriku yang sekarang.Jika dulu, mungkin aku akan berkhayal seribu kali untuk memiliki rumah mewah. Sayangnya, tidak ada yang istimewa ketika aku telah benar-benar merasa memilikinya.“Rumah yang bagus,” pujiku agar Siska tidak kecewa dengan reaksiku.Sofa yang empuk dan nyaman, lampu-lampu yang terang dan besar di langit-langitnya yang tinggi, lemari yang berdiri di sana-sini, serta televisi besar seperti yang ada di rumahku.Aku mengempaskan pantat di sofa, rasanya sama saja dengan sofa di rumahku.“Sebentar, ya, Adrian.”Gadis itu berlalu dan aku menunggu dengan reaksi yang bosan. Hingga tak lama kemudian, dia kembali dengan membawa nampan berisikan sebotol Wine dan dua g
Lihat, betapa indah berkilauan rambut pirang lurus milik gadis bertubuh ramping dengan dua gundukan yang cukup besar. Tipis bibirnya membawa siapa pun yang melihat, masuk ke jurang kenikmatan imajinatif.Pinggul yang sedikit lebih lebar, perut yang seksi dan tinggi tubuhnya yang sangat pas dan proporsional. Aku tidak akan melupakan apa yang kulihat. Sesungguhnya, ini kali pertama aku berhadapan dengan gadis luar negeri.Sambil duduk dengan menggenggam mug, sesekali dirinya menyesap kopi hangat yang baru saja Elaine suguhkan.“Dialah Victoria, gadis yang akan berpasangan denganmu untuk film kedua.” Elaine berucap setelah menyesap habis rokok putih kesukaannya.“Hai, namaku Victoria, asal dari United State,” katanya dengan senyuman.Untungnya aku pernah sekolah dan tidak terlalu bodoh dalam berbahasa Inggris. Sehingga itu, aku merespons sambil mengacungkan tangan kanan.“Nama gue Adrian.”“Cool!
Saat keluar dari kamar mandi, Victoria berdiri di depan pintu, mengejutkanku dengan pakaian minimnya yang transparan dan menampakkan jelas lekuk tubuhnya.“Hai, Adrian.”Tampaknya, dia tengah berusaha menggodaku. Aku menghindari dirinya, sekuat tenaga agar kedua mata ini tidak melihat gundukan yang terpampang begitu jelas dengan dua bola kecil yang terlihat di sana.Sayangnya, Victoria segera meraih tanganku dan memaksa agar aku memperhatikan dirinya.“Bagaimana menurutmu?” tanyanya berusaha mendapatkan komentarku mengenai pakaian laknatnya yang telah berhasil membuat hasrat itu kembali menyerangku.Sambil menelan saliva, aku menjawab, “Ya … bagus.”“Terima kasih.”Segera kulepaskan tangan dari cengkeraman Victoria. “Gue pasang pakaian dulu.”Tentu, gadis berambut pirang dengan bola mata kuning tersebut tidak serta-merta membiarkanku pergi. Dia malah berjalan di