Share

19-Cemburu

Atas perintah bosnya hari ini, Elena harus menahan diri untuk tidak kemana-mana. Berada tak jauh dari keberadaan Alva saat ini sungguh memuakkan baginya. Dirinya sendiri pun tak tahu kenapa ini bisa ia rasakan begitu saja. Sang fotografer terus saja mengarahkan Alva dan Rachel untuk berpose bak sepasang kekasih dan hal itu membuat perasaan Elena panas. Apalagi kini Alva menatap ke arahnya dengan Rachel yang sedang berpose mengecup pipi kiri Alva. Elena memalingkan wajahnya.

Kenapa Alva menatapku seperti itu, batin Elena.

“Dekatkan wajah kalian sedikit, dengan tangan yang tergantung, berpose seraya memperlihatkan bagian tangannya ya,” ucap seorang fotografer itu. Elena kembali mengarahkan tatapannya ke arah Alva dan Rachel. Elena kesal sendiri kenapa perasaannya terus saja terganggu.

Kenapa sih aku ini, gerutu Elena.

“Sttt.” Suara itu sungguh mengagetkan Elena.

“Ops maaf, aku mengagetkanmu?” tanya Reno yang sudah berdiri di samping Elena.

“Ah mm gak ko,” aku Elena berbohong, padahal dirinya memang terlonjak kaget.

“Maaf jika aku mengejutkanmu,” ucap Reno yang tetap merasa bersalah.

“Ah iya tidak apa-apa,” ucap Elena seraya tersenyum.

Reno mengalihkan pandangannya ke arah depan, begitu juga dengan Elena yang mengikuti arah pandangan Reno.

“Menurutmu, bagaimana dengan mereka? Apakah mereka cocok?” tanya Reno.

“Ya, semua orang mengakuinya termasuk aku, kalau mereka memang sangat serasi,” tutur Elena yang berusaha menerima begitulah kenyataannya.

“Aku merasa ada kemiripan di antara mereka berdua, apa kamu melihatnya?” tanya Reno lagi membuat Elena mulai memperhatikan wajah Alva dan Rachel dengan seksama. Ah iya kenapa aku baru menyadarinya, batin Elena.

“Apakah mereka berjodoh?” kata Reno seraya terkekeh, tapi menimbulkan respon lain bagi Elena. Reno menoleh ke arah samping melihat raut wajah Elena setelah dirinya mengatakan itu.

“Apa kamu terganggu dengan apa yang aku katakan?” Elena mengerjap, terlihat jelas dirinya sedang mengontrol ekspresi wajahnya.

“Ah tidak… sama sekali,” jawab Elena ragu.

“Apa kamu dan Alva memiliki hubungan?” pertanyaan Reno kali ini dua kali lipat lebih mengejutkan Elena. Bagaimana bisa manajer seorang Alva ini menanyakan hal itu padanya.

“Aku penasaran kenapa kamu ada di samping Alva ketika dia bangun pagi tadi?” Mata Elena terbelalak, ia tak lagi bisa mengontrol ekspresi wajahnya. Sungguh dirinya bingung harus menjawab pertanyaan Reno dengan jawaban seperti apa. Elena tahu dirinya tak memiliki hubungan apa-apa tapi tentang ia berada di apartemen Alva, apakah Elena harus mengatakan yang sebenarnya pada Reno.

“Apa yang kalian bicarakan?” suara Alva mengalihkan perhatian keduanya. Rupanya Alva kini sudah berdiri tepat di depan Elena. Reno tersenyum ke arah Alva, tapi tidak dengan Elena yang masih memasang ekspresi terkejutnya.

“Lo ganggu dia?” tanya Alva yang mengundang kekehan Reno.

“Gue cuman tanya sesuatu,” jawab Reno kembali dengan senyuman di akhirnya.

“Alva maaf, aku harus menambah pewarna bibirnya,” ucap make up artist yang menghampiri Alva.

“Berikan padanya, biar dia yang melakukannya,” perintah Alva agar MUA itu menyerahkan tugasnya pada Elena.

“Eh kenapa aku?”

“Berani ngebantah?” Elena maupun MUA itu tak ada yang menimpali. Reno pun memberikan isyarat agar MUA tersebut menyerahkan tugasnya pada Elena dan dia pun menurut.

“Tambahkan ini dan ini ya,” ucap sang MUA memberikan arahan pada Elena.

“Baiklah.” Elena menerima itu dengan senyum yang dipaksakan. Alva kenapa sih maksa terus, batin Elena.

MUA tadi beranjak dari sana karena ada hal lain yang harus ia ambil, sedangkan Reno mendapatkan panggilan dari seseorang yang membuatnya ikut beranjak. Kini tinggal Alva yang mencondongkan wajahnya dan Elena memundurkan tubuhnya untuk memberi jarak.

Elena fokus pada bibir Alva yang sedang ia tambahkan pewarna karena takut melakukan kesalahan, sedang Alva menatap wajah serius Elena.

“Apa ada yang mengganggu pikiranmu?” tanya Alva di sela-sela Elena yang sedang mengoleskan lip gloss pada bibirnya. Mata Elena mengerjap kehilangan fokus, tapi segera kembali menjemput kesadarannya mengabaikan pertanyaan Alva.

“Apa kamu cemburu melihatku dengan Rachel?” pertanyaan kali ini membuat gerak tangan Elena terhenti dan membalas tatapan mata Alva padanya.

“Hm?” Alva menuntut jawaban dengan menampilkan seringainya.

“Ok lanjut,” seruan sang fotografer menyelamatkan Elena. Tapi gerak Alva yang mengejutkan membuat Elena membeku. Alva mendekat dengan sebelah tangan yang menggamit pinggang Elena.

“Jangan cemburu sayang, aku hanya menjalankan tugas,” bisik Alva dengan diakhiri usapan lembut pada pinggang Elena.

Panas Elena rasakan pada seluruh tubuhnya, tubuhnya masih saja kaku padahal Alva sudah berjalan menjauh.

“Apa kamu baik-baik saja?” suara itu membuat Elena menoleh. Seorang MUA tadi berdiri di sampingnya.

“A..aku baik-baik saja,” jawab Elena seraya menyerahkan pewarna bibir tadi.

“Terima kasih atas bantuannya,” ucap MUA tadi seraya tersenyum, Elena mengangguk mengiyakan.

Tak jauh dari sana, Reno dan seseorang yang ada di sampingnya memperhatikan Alva dan Elena sejak tadi. Senyum miring terbit pada pria paruh baya yang sedang memperhatikan putranya dengan seorang gadis dari jauh.

“Apa kamu mengetahui hubungan antara gadis itu dengan putraku?”

“Maaf, saya sedang mencari kebenarannya tuan Roy,” jawab Reno seraya menunduk hormat.

***

Ruang tertutup dengan dentingan alat makan yang mengisi latar suasananya. Roy mengajak Alva makan malam bersama setelah pekerjaan Alva yang padat hari ini. Cukup sulit Roy membujuk putranya untuk bergabung tapi keberadaan Elena membantu Roy agar Alva bersedia makan malam bersamanya. Alva memberikan syarat, ia akan bergabung jika Elena pun ikut bergabung.

Suasana ini sungguh canggung, belum ada yang mengawali pembicaraannya sejak tadi membuat Elena merasa bersalah karena telah bergabung diacara makan malam antara seorang ayah bersama putranya. Jika bukan karena Alva, mungkin dirinya tak akan berada di sini. Ia lebih memilih makan diluar seorang diri.

“Malam ini kamu pulanglah ke rumah,” ucap Roy mengawali pembicaraan akhirnya. Elena memelankan gerak tangannya. Ia melirik Alva yang terlihat tak peduli dengan apa yang diucapkan ayahnya.

“Papa tak suka dengan sikapmu semalam dan melewatkan acara begitu saja,” ucap Roy lagi masih memancing Alva agar menanggapinya.

“Dan Papa juga kecewa atas sikapmu terhadap mama,” ucapan itu kini membuat gerak tangan Alva terhenti. “Perbaikilah sikapmu Alva, tak seharusnya kamu bersikap kasar sampai membuat mamamu marah besar.”

Ting! Dentingan sendok itu menggema di ruangan sepi ini. Tentu saja hal itu mengejutkan Roy dan juga Elena yang sampai menahan nafasnya.

“Bersikaplah sopan Alva, aku Papamu. Hormatilah aku.” Tak membentak, tapi suara Roy yang berat menandakan ia sedang menahan amarahnya. Elena yang sedari duduk di samping Alva kini tak lagi sanggup melanjutkan makannya, situasi ini begitu mencekam baginya.

“Waktuku tak banyak, terima kasih atas makan malamnya,” ucapan itu keluar dari mulut Alva. Tangannya menarik pergelangan tangan Elena dan membuatnya ikut bangkit dari duduknya. Alva menarik Elena keluar dari sana meninggalkan Roy yang terdiam menahan amarahnya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status