Share

3/2. Lelaki Oriental dari Masa Lalu

Keesokan harinya, sebuah mobil Range Rover hitam terparkir tak jauh dari gerbang kos-kosan. Kedatangannya menarik perhatian penghuni kos lainnya yang sebagian besar wanita. Bisik-bisik mulai terdengar saat pemilik mobil itu keluar. 

Seorang pria blasteran, berkemeja biru dongker, memakai celana jeans dan kacamata hitam bertengger di hidungnya yang mancung. Menambah kadar kemaskulinan sang lelaki hingga membuatnya menjadi dambaan kaum hawa. Apalagi garis rahang yang membingkai wajah serta cambang yang membuat siapa pun yang melihatnya tak akan mampu menahan decakan kekaguman. 

Saat lelaki itu membuka kacamata hitamnya, tak terelakkan lagi teriakan demi teriakan tertahan dari gadis-gadis yang sengaja mencuri kesempatan menarik perhatian si lelaki. Sayangnya, ia tak mengindahkan.

Yang ia pedulikan adalah sesosok tubuh mungil keluar dari gerbang. Rambutnya yang tergerai mempercantik penampilannya yang hanya memakai kaos di balut blazer dan bawahannya skinny jeans.

"Harusnya kita ketemuan di tempat lain," ucap Syila.

"Kenapa?" tanya Julian heran.

"Kakak nggak lihat, semua penghuni kos yang rata-rata perempuan pada keluar liatin Kakak, tuh." Syila mengedikkan dagunya ke tempat di mana para gadis mencuri pandang ke arah mereka berdua.

Julian melongokan tubuh. Benar juga yang dikatakan Syila. "Ayo kita pergi sebelum aku jadi korban fantasi liar mereka".

Keduanya memasuki mobil milik Julian. Segera mobil itu bergerak membawa mereka membelah jalan raya yang dipadati kendaraan lain. Untung kepadatan arus kendaraan tak menghambat laju mobil, sehingga Julian bernapas lega bisa tepat waktu sampai ke butik.

Syila mengerutkan dahi. Sudah sepuluh menit berlalu, tapi Julian tak beranjak dari kursi kemudi. Ia mengamati Julian yang tengah menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya kasar.

"Kita udah sampai, Kak," kata Syila mengingatkan.

"Oh iya." Julian mengusap wajahnya kasar.

"Kakak kenapa?" tanya Syila cemas.

"Grogi," jawabnya singkat.

Julian keluar dari mobil. Ia merapikan sejenak pakaiannya dan melihat ke spion mobil memastikan tatanan rambutnya masih keren. Sebenarnya dia melakukan itu untuk siapa? Tanya Syila pada dirinya sendiri.

Sambutan hangat mereka dapatkan dari seorang wanita cantik, pegawai butik dilihat dari seragamnya saat mereka masuk ke butik itu. Julian mengamati ruangan tersebut sampai setiap sudut tak luput dari pengamatannya.

Impiannya akhirnya terwujud juga, batin Julian.

"Ada yang bisa saya bantu?"

Lamunan Julian buyar. Ditatapnya pegawai itu dengan datar. "Saya ingin mengambil pesanan ibu saya atas nama Rahma Widjaya."

"Baik. Anda bisa duduk sebentar. Sementara saya akan mengambilkan pesanan Anda."

"Tunggu, saya ingin bos Anda yang melayani saya."

Wajah pegawai itu terperangah. "Maaf, tapi itu adalah tugas saya."

"Apa salah jika seorang pelanggan meminta pelayanan langsung ke pemilik butik ini? Saya orang yang sibuk. Setiap waktu yang saya miliki sangat berharga dan sekarang terbuang sia-sia karena kamu," ucap Julian menahan emosi.

''Maaf, tapi saat ini Bu Karin sedang sibuk. Jadi mohon maaf ...."

"Saya tidak butuh maaf dari kamu. Saya hanya minta bos kamu melayani saya saat ini juga, kamu mengerti?" sela Julian cepat.

Pegawai itu mati kutu. Syila merasa aneh dengan sikap Julian yang agaknya terlalu berlebihan. 

Wanita itu menyerah. "Baik saya akan panggilkan atasan saya.''

Wanita itu pergi. Syila memandang Julian dengan heran. Ada kegusaran di mata Julian. Mondar-mandir berkali-kali sampai Syila pusing melihatnya. Sepenting apakah pemilik butik itu bagi Julian hingga dia mendadak seperti ini?

Sesosok gadis cantik berjalan tergesa-gesa ke arah mereka. Tampak tak kesulitan padahal ia memakai high heel sangat tinggi. Di belakangnya pegawai tadi mengekor sambil membawa paper bag.

Ketika mata Julian bertemu dengan mata indah itu. Keterkejutan sangat terlihat di mata gadis itu yang dibingkai indah dengan bulu mata yang lentik. Ada emosi yang meluap-luap di sana saat Syila melihatnya. Sedangkan Julian, Syila menangkap kerinduan yang tak tertahankan yang menggebu-gebu di kedua matanya. Satu hal yang Syila tangkap dari bahasa tubuh yang mereka tunjukkan. 

Mereka pernah menjalani suatu hubungan yang spesial.

Saat Karin menatap Syila. Ia menunjukkan sikap sinis. Tatapannya seolah terganggu dengan kehadiran Syila. Beralih ia menatap Julian. Laki-laki yang sangat ingin ia tendang ke Mars.

"Ehem! Maaf, Apa Anda ingin mengajukan komplain?" Wajah Karin berubah dingin dan datar.

Julian awalnya terperanjat dengan perubahan air muka Karin yang signifikan. Namun, dia ingin mengetahui lebih lanjut dengan cara mengikuti permainan Karin. Maka dengan cara itulah ia dapat memuaskan hasrat penasarannya yang sekian lama bercokol di benak.

"Sudah lama kita tidak bertemu," jawab Julian santai.

Sekilas Karin mengerutkan dahi. "Saya sedang sibuk sekarang. Mohon Anda mengerti dan katakan keperluan Anda segera."

"Kamu berubah,'' balas Julian enteng.

Jika pengendalian diri Karin tak sebaik sekarang. Ia pastikan satu bogeman melayang ke muka Julian yang terlihat sangat memuakkan di mata Karin.

"Jika Anda hanya membuang waktu saya, sebaiknya Anda berkonsultasi dengan asisten saya," geram Karin.

"Kamu terlihat sexy," ucapnya penuh sensual.

Bukan hanya asisten Karin yang menatap mereka bingung, Syila pun juga. Bagaimana tidak, sejak tadi Julian dan Karin saling bercakap-cakap, tapi tidak nyambung satu sama lain.

Karin menatap Julian jijik. "Jika tidak ada keperluan, saya mohon Anda keluar sekarang juga," ucap Karin berusaha menahan kesabarannya.

"Kalau aku tidak mau?" Julian menaikkan alis sambil memasang tatapan meremehkan.

"Saya pastikan kursi di pojok sana melayang mengenai wajah Anda!"

***

Julian menyandarkan punggung ke sandaran kursi. Ia mengusap wajah frustrasi. Ekspektasinya melenceng jauh sekali. Perkiraannya gadisnya itu masih sama dengan gadis lima tahun yang lalu. Namun, ternyata sudah berubah 180 derajat. Dia pikir ucapan Karin hanyalah gertakkan saja, ternyata gadis itu nekat mengambil kursi dan bersiap melemparnya. Untung dia cepat-cepat keluar dari butik itu. Kalau tidak wajahnya yang tampan bisa tak berbentuk lagi terkena lemparan kursi.

Di sampingnya, Syila mengamati perubahan drastis wajah Julian. Semenjak dari butik sampai mereka duduk di Cafe Orchid, Julian seperti orang aneh. Kadang mengumpat, mengebut di jalan, memaki traffic light yang tak kunjung berwarna hijau. 

Puncaknya ketika seseorang tak sengaja menyenggol bahunya saat di pintu cafe, dia langsung menyemprot dengan makian kasar. Syila sadar penuh jika Karin pemilik butik itu adalah penyebab Julian sefrustrasi ini.

"Kak Ian, ada hubungan apa sama pemilik butik itu?" tanya Syila penasaran.

Julian menoleh sebentar. "Dia mantan terindah Kakak," jawabnya lesu, sambil memijit pelipisnya yang terasa berdenyut-denyut. Seperti mau pecah.

Syila terkejut mendengarnya. ''Kalau mantan terindah, kenapa sampai bisa putus?"

"Hubungan kita putus karena kesalahanku." Julian menerawang. Ingatannya atas perilakunya dulu yang buruk terhadap Karin, membuatnya semakin merasa bersalah.

"Aku tahu Kakak masih sayang sama dia. Kenapa Kakak tidak mencoba memperbaiki hubungan kalian?" saran Syila.

Julian mendesah. "Terlalu rumit, Syil. Terlalu dalam rasa sakit yang kutorehkan untuknya. Lagian kamu tadi lihat, kan dia sangat galak. Hampir saja wajah tampanku terkena imbasnya."

"Sudahlah tidak usah membahas masalah kakak. Kamu mau pesan apa?" Julian menegakkan punggung dan meraih buku menu di atas meja.

Julian memanggil seorang pria berseragam pelayan yang sudah siap dengan note dan pena.

"Terserah Kakak saja."

"Espresso satu, milkshake satu. Dua porsi kebab dan satu porsi es krim rasa chocolate banana," pesan Julian.

"Baik, pesanan segera kami antar." Setelah berkata seperti itu, pelayan tersebut langsung melesat ke arah dapur.

"Masih suka es krim?" tanya Julian ketika pesanan mereka telah tersaji di meja.

Syila mengangguk sambil menyunggingkan senyum tipis. "Masih, tapi tidak sefanatik dulu."

Julian menyeruput kopi pahit itu sambil mengamati perubahan di wajah Syila. Dia tahu pertanyaannya menyinggung masa lalu Syila.

Julian menatap Syila, seolah sedang mempertimbangkan sesuatu. "Aku ingin kamu bertemu dengan seseorang," kata Julian hati-hati.

Syila berhenti menyuapkan es krim ke mulut, lalu menatap Julian. "Siapa?"

"Aku ingin kamu berjanji padaku sebelum bertemu dengannya."

Syila merasa waswas ketika ia melihat wajah Julian yang terlihat sangat serius. Lalu gadis itu mengangguk ragu-ragu.

"Seberat apa pun nanti kamu harus tetap menjaga emosimu, oke? Percaya pada Kakak apa pun yang terjadi aku ada di samping kamu,"

Syila mengangguk. Meskipun keresahannya belum sepenuhnya memudar.

"Dia datang," gumam Julian pada dirinya sendiri.

Seorang laki-laki berwajah sedikit oriental menghampiri keduanya. Matanya terlihat sangat sayu dan lelah.

"Hai Syil, apa kabar?"

Syila membekap mulut rapat. Semua kilasan masa lalu langsung menyerbu. Syila menggeleng, mencoba tak mempercayai sosok di hadapannya. Namun, sosok itu nyata. Masa lalunya langsung terpampang sangat jelas. Kebencian, kepedihan rasa sakit, kecewa semua bercampur menjadi satu memenuhi hati, membuatnya sangat sesak.

"Minumlah! Tidak akan membuatmu mabuk."

"Kenapa kamu selalu menghindariku."

"Kamu bukan anakku lagi."

"Kamu sudah mengecewakan Mama dan Papa."

"Sudah berapa laki-laki yang sudah kamu layani, Jawab!"

Bisikan-bisikan langsung menyerbu memenuhi pikirannya. Kedua tangannya menutup kedua telinga. Berusaha menghalau bisikan-bisikan itu, tetapi tetap gagal.

Air matanya berhasil meloloskan diri. Pertahanan yang selama ini ia bangun hancur seketika. Sakit. Lebih sakit dari sebelumnya. Isaknya mulai terdengar memilukan.

"Pergi!" pekik Syila.

"Syil. Tenang!" Julian memegangi kedua bahu Syila yang bergetar hebat.

"Kumohon Pergi!"

"PERGI!!!"

"Syila!!!" teriak Julian memanggil Syila yang berlari keluar kafe.

Julian langsung berlari menyusul Syila tanpa menghiraukan keberadaan cowok oriental itu, bahkan ia tak peduli tatapan penasaran dari pengunjung lain. Ia khawatir jika ia tak segera menyusul, takutnya Syila akan melakukan hal yang gila.

Cowok oriental itu hanya bisa berdiri mematung menatap kepergian Syila dan Julian. Kesedihan dan penyesalan langsung memenuhi dirinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status