Kisah Nisa selalu menjadi menarik ketika manusia menjadi saling membunuh sebabnya. Maka dari itu, jangan sampai berhenti menjadi manusia yang lebih baik. ***Aku melirik jam pada dinding warung, pukul setengah sepuluh malam. Ah, aku lupa, aku juga memakai jam tangan sendiri. Aku melirik jam tanganku, sama persis dengan waktu yang ditunjukkan oleh jam dinding warung. Papa dan mama pasti akan mengomeliku ketika aku pulang nanti. Ini adalah waktu yang cukup malam untuk diriku.“Adi, aku mau pulang.” Kataku pada Adi yang sedari tadi hanya banyak diamnya.“Ayo.” Sahutnya tidak kalah lirihnya dengan suaraku.Oh, iya, teman-teman! Aku tadi tidak hanya minum es teh hangat. Eh, maksudku teh hangat. Aku tadi juga makan, sebab aku pun merasa lapar. Jadi, jumlah yang harus aku bayarkan sekitar sepuluh ribu rupiah. Murah sekali. Aku segera mengeluarkan uang dari saku celana, dan memberikannya kepada ibu penjaga warung. Tapi, belum sempat ibu itu menerimanya, Adi telah membayarnya terlebih dahulu.
Pagi hari yang cerah.Udara masih sangat terasa dingin, sehingga aku masih belum beranjak keluar dari tempat tidur. Jam menunjukkan pukul 05:30 WIB, terlalu pagi jika aku bangun sekarang. Aku mengembalikan smartphone kesamping tempatku tidur setelah mengetahui jam berapa sekarang.Namun sayang, tidak bertahan lama aku bisa membaringkan diri di atas tempat tidur, sebab pintu sudah diketuk keras dari luar. Nampaknya Mama sudah bangun, dan sepertinya juga menyuruhku bangun.“Nisa … Bangun. Sudah siang ini, masih tidur saja.” Benar yang aku duga, pasti Mama kalau jam segini mengetuk pintu.“Iya ma, sebentar lagi aku juga bangun.”“NISA, jangan nanti-nanti. Sekarang juga BANGUN. Nanti kalau punya suami mau jadi apa kamu.”Ini yang selalu menyebalkan dari Mama, setiap kali aku bangun pagi, selalu masa depan, suami, yang Mama bicarakan agar aku segera bangun.Tapi benar juga, setelah aku pikir-pikir
Pulang sekolah, siang hari.Aku sudah sampai di rumah, setelah perjalanan setengah jam naik angkutan umum.Mama terlihat sibuk membersihkan peralatan bekas masak di dapur. Inilah pekerjaan Mama setiap hari di rumah, membersihkan rumah, mencuci, serta menunggu kami yang pulang sekolah dan kerja.Makan siang sebenarnya sudah siap di meja dapur, tapi demi melihat Mama yang masih sibuk kerja, aku tidak jadi makan duluan, menunggu Mama selesai.Aku sudah ganti baju, ganti pakaian biasa, dan menggantung seragam sekolah di lemari kamar, dipakai lagi besok.Sambil menunggu Mama selesai mencuci peralatan, entah apa saja namanya yang dicuci Mama selama ini, aku membaca novel di depan Tv yang menyala. Aku sangat suka sekali membaca novel, terutama novel yang sangat kental dengan kisah fiksinya, tentang masa depan bangsa ini yang akan tenggelam.Setelah Mama selesai mencuci, Mama menghampiriku.“Kamu belum makan, Nisa?” Mama bertanya
Setelah sampai di rumah Zila.Rumah Zila biasa-biasa saja, sama seperti dengan rumahku. Terdiri dari dua lantai, dengan pintu menghadap kebarat, rumah itu tampak ramah dengan siapa saja yang mendatanginya. Bunga-bunga dengan aneka jenis ada di halaman rumahnya meski tidak terlalu luas.Teman-temanku sudah sampai semua sebelum aku sampai. Mereka sedang bicara satu dengan yang lainnya.Syukurlah, Zila sepertinya tidak mengingat tentang pembicaraan tadi siang, jadi aku tidak harus khawatir menahan malu jika Zila mengejek. Tapi aku salah, ternyata Zila langsung memulai percakapan dengan tema itu.“Cie … yang lagi mikirin seseorang, sampai datang terlambat.”Zila langsung mulai percakapan itu setelah aku masuk kamarnya. Kami belajar di kamarnya. Cukup luas, jadi tidak perlu belajar di ruang tamu.“Apaan sih. Aku ke sini mau belajar tau, bukan lagi mau debat dengan kamu, Zila.” Aku menjawab dengan sedikit tidak mengh
Pagi hari, seperti biasa, setelah berkali-kali dibangunkan Mama.Kali ini, aku sudah mandi dengan air hangat. Dan sudah memakai seragam sekolah.Seperti biasa, aku dan keluarga berkumpul sebelum malakukan aktivitas masing-masing. Sarapan.“kamu kok nggak seperti biasanya, Nisa?” Mama mulai pembicaraan di meja makan.“Nggak sama bagaimana sih, Ma?” Aku balik bertanya.“Tidak biasanya kan kamu berangkat sekolah memakai parfum sewangi ini? Atau jangan-jangan …,” Mama menolah ke arah Papa, tidak melanjutkan pembicaraan.“Biarin saja, Ma. Nisa kan sudah mulai dewasa. Wajar saja jika dia mulai memperhatikan penampilan. Tidak seperti Mama dulu, yang selalu berpakaian kusut jika berangkat sekolah.” Sahut Papa, sepertinya sedang berpihak kepadaku, tidak membela Mama yang mengejekku.Mama merengut, pertanda bahwa Mama tidak suka diejek seperti itu. Tapi tidak dengan Papa, dia masih tertawa
Pulang sekolah, siang hari.Udara siang terasa panas, tapi tidak dengan suasana hatiku.Benar apa yang dikatan oleh mereka yang ahli dalam sebuah kata hikmah.‘Masalah yang ada di depan kita, atau juga yang di belakang kita itu sangatlah kecil. Tapi masalah yang sangat besar ialah, masalah yang berada dalam diri kita sendiri’.Aku masih di dalam kamar, berdiri di depan cermin yang jernih. Aku memandangi rambutku sejenak, hitam pekat. Setelah itu, aku pergi dari hada-pan cermin.Ganti baju, memakai pakaian biasa sehari-hari.Aku segera turun kebawah. Disana, terlihat Mama sedang membuat minuman. Aku segera menghampiri.“Lagi buat apa, Ma?”“Eh, Nisa. Ini Mama lagi buat kopi spesial. Kamu mau?”Inilah kebiasaan Mama, sama seperti Zila jika di sekolahanku. Mengatakan sesuatu spesial, padahal hanya soto biasa. Dan ini, hanya kopi hitam biasa.Aku hanya mengangguk. Tidak ada salahnya
Nisa adalah anak yang baik, walaupun dia jarang sekali membantu Mamanya mengerjakan pekerjaan rumah. tapi ada satu hal yang perlu kalian ketahui, bahwa sejak SMP, Nisa tidak pernah memberikan baju kotor kepada Mamanya. Selama ini, dia selalu mencuci pakaian yang kotor dengan tanganya sendiri, walaupun masih dengan bantuan mesin cuci.Saat ini, suasana hati Nisa sedang tidak menentu. Iya, cinta adalah salah satu dari sekian perasaan yang telah menemukan ruang baru di hati Nisa. Ini memang sangat menyenangkan, setelah sekian lama Nisa tidak mengenal apa itu yang dinamakan dengan cinta kecuali dari kedua orang tuanya. Akankah berjalan seperti yang dipikirkan oleh Nisa kisah ini? Atau yang terjadi akan sebaliknya?****Pagi hari, setelah bangun dari tidur yang menyenangkan.Aku sudah siap untuk berangkat sekolah. Tapi sayang, aku harus melewati ritual keluarga yang sangat khas, sarapan pagi. Aku sudah bersama dengan Papa dan Mama di meja makan, menghabiskan s
Pelajaran pertama sudah dimulai sejak tadi. Ibu guru terlihat semangat mengajar di depan papan tulis. Usianya yang sudah menginjak kepala lima tidak mempengaruhi semangatnya. Kali ini pelajaran IPA, atau lebih mengarah kepada Biologi.“Murid-murid, hari ini kita telah belajar tentang tubuh dan organ manusia. Tahukah kalian, berapa harikah manusia bisa bertahan tidak tidur?” Ibu guru memberikan semua murid satu pertanyaan. Aku belum mengetahui jawaban dari pertanyaan itu. Maka aku memperhatikan guru yang sedang bertanya.Semua murid juga terlihat belum mengetahui fakta tentang hal ini. belum ada siswa yang angkat tangan untuk menjawab.“Baiklah, jika kalian semua belum mengetahui fakta ini, Ibu akan dengan senang hati memberikan ilmu tambahan kepada kalian semua. Jadi, menurut sebuah penelitian yang sudah dilakukan oleh para ahli, manusia bisa bertahan tidak tidur selama 14 hari. Juga manusia paling lama mampu bertahan tidak bernapas selama 11 m