Pagi hari aku terbangun dengan sendirinya. Wah, ini adalah pagi yang luar biasa. Bagaimana mungkin aku bisa bangun sepagi ini? Aku melihat jam mungil yang terletak di samping tempat tidur, pukul setengah lima pagi. Sayup-sayup dari kejauhan terdengar adzan subuh berkumandang, dan aku segera bangkit dari tempat tidur. Apa yang akan aku lakukan? Mandi? Ah, masih dingin sekali. Biasanya juga aku baru mandi pukul lima lebih, itu pun setelah diomeli berkali-kali oleh mama.
Pelan-pelan aku membuka pintu kamar, benar-benar pelan. Aku khawatir jika membuat papa dan mama tahu bahwa aku sudah bangun. Bukan khawatir, sepertinya lebih mengarah pada rasa malu. Aku yang biasanya bangun pukul lima lebih rasanya malu saja jika ketahuan bangun sepagi ini. Dan apesnya lagi, kemarin sore aku berbicara kepada mama bahwa ada anak yang suka kepadaku. Wah, ini bisa jadi perbincangan yang sangat-sangat menyebalkan di meja sarapan nanti. Ah, tapi tidak apalah, aku sudah mempunyai beberapa amunisi unt
Di sinilah sekarang aku berada. Pukul setengah dua siang.Angin semilir menggerak-gerakkan pucuk dedaunan. Sesekali ikan-ikan menghirup oksigen, menampakkan kepalanya sejenak. Langit di atas sana cerah merona, berhiaskan bintik-bintik awan putih dengan berbagai bentuk. Aku duduk di kursi putih ukuran satu setengah meter, berbahan besi, di bawah salah satu pohon. Satu dua capung beterbangan bergerak mendekat. Mungkin karena begitu banyaknya capung-capung yang menghuni daerah ini, daerah ini dinamakan dengan sebutan Sungai Capung. Sebenarnya ini bukan sungai, tapi lebih mirip dengan waduk yang panjang dan lebarnya tidak terkira. Saking panjangnya maka orang-orang lebih suka menyebutnya dengan sungai.Di sinilah sekarang aku berada. Pukul setengah dua siang. Sesekali capung datang menghampiri, ingin menabrak kepala, tapi beberapa saat kemudian terbang menjauh.“Kamu tahu, Nisa? Ini adalah hari yang sangat membuatku berdebar-debar,” katanya.Aku h
“Hai, Nisa! Apakah malam ini kamu bisa jalan?” SMS dari Faisal masuk. Aku harus menjawab apa? Baiklah, aku akan meminta ijin kepada mama terlebih dahulu. Waktu menunjukkan pukul setengah enam petang, hujan telah terhenti namun hawa dingin tidak dapat dihindari. Hujan hanya meninggalkan buih-buih kecil seperti embun yang masih turun dari langit. Sepertinya mama tengah asyik dengan tayangan-tayangan berita petang di televisi. “Seorang anggota Dewan terjerat kasus korupsi, KPK tengah mengamankan dan mencari barang bukti lebih...” Itu adalah suara narasi berita yang aku dengar dari televisi. Ah, kenapa bangsa ini tidak lelahnya dengan kasus korupsi? Hemm... kenapa pula televisi-televisi masih menayangkan tayangan seperti itu? Ataukah kekurangan tayangan yang lebih bermanfaat? “Ma, nanti malam aku mau jalan dengan teman! Boleh atau tidak, Ma?” tanya Nisa hati-hati ketika sudah duduk di samping mamanya. “Dengan siapa?” tanya
Betapa terkejutnya aku bahwa ternyata Faisal adalah anak dari orang kaya. Lalu, kenapa selama ini Faisal sekolah di sekolah SMA yang tidak ada unggulnya sama sekali? Atau, dia ingin menyembunyikan dirinya yang sejati? Ah, semua kelabu.“Kita ke mana, Faisal?” tanyaku gugup.“Kita akan bertemu dengan keluargaku!” ujar Faisal mantap.“Untuk apa?” tanyaku ragu, sebenarnya aku ingin menolak itu.“Aku akan memperkenalkanmu kepada kedua orang tuaku, Nisa!” sahut Faisal menoleh kepadaku, senyumnya benar-benar membuatku lumpuh.“Tapi, kenapa harus...”“Memang demikian aturan dalam keluargaku! Aku harus mengenalkan kepada mereka sebelum melakukan hubungan lebih jauh!” ujar Faisal lagi.“Tapi kenapa harus demikian?” tanyaku lagi. Aku takut jika kedua orang tua Faisal tidak memberikan ijin untuk berhubungan denganku.“Tenang saja, orang tuaku tidak j
Bahaya Tekanan Darah TinggiSemua orang tahu bahwa tekanan darah tinggi dapat menyebabkan komplikasi dan masalah kesehatan serius. Kekinian, masalah tekanan darah tinggi di usia paruh baya ternyata dikaitkan dengan risiko demensia saat memasuki usia lanjut.Menurut sebuah penelitian yang dilakukan peneliti dari UCL Queen Square Institute of Neurology, masalah tekanan darah tinggi di usia muda memiliki korelasi dengan risiko demensia di kemudian hari.Lewat penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Lancet Neurology pada 2019 lalu, masalah tekanan darah tinggi diduga dapat membuat kerja otak menjadi terancam.Penelitian sendiri dilakukan terhadap sekitar 500 orang yang lahir pada tahun 1946. Hasilnya, masalah tekanan darah yang terjadi pada rentang usia 36 sampai 43 tahun memiliki korelasi dengan kerusakan otakSebenarnya, kemampuan otak untuk bekerja memang akan terus menurun seiring bertambahnya usia. Namun masalah tersebut akan semakin besar apabila seseorang memiliki masalah neuro
Pagi hari yang cerah.Udara masih sangat terasa dingin, sehingga aku masih belum beranjak keluar dari tempat tidur. Jam menunjukkan pukul 05:30 WIB, terlalu pagi jika aku bangun sekarang. Aku mengembalikan smartphone kesamping tempatku tidur setelah mengetahui jam berapa sekarang.Namun sayang, tidak bertahan lama aku bisa membaringkan diri di atas tempat tidur, sebab pintu sudah diketuk keras dari luar. Nampaknya Mama sudah bangun, dan sepertinya juga menyuruhku bangun.“Nisa … Bangun. Sudah siang ini, masih tidur saja.” Benar yang aku duga, pasti Mama kalau jam segini mengetuk pintu.“Iya ma, sebentar lagi aku juga bangun.”“NISA, jangan nanti-nanti. Sekarang juga BANGUN. Nanti kalau punya suami mau jadi apa kamu.”Ini yang selalu menyebalkan dari Mama, setiap kali aku bangun pagi, selalu masa depan, suami, yang Mama bicarakan agar aku segera bangun.Tapi benar juga, setelah aku pikir-pikir nanti aku mau menjadi apa jika selalu bangun sepagi ini, bukan pagi maksudku, mungkin ini sud
Pulang sekolah, siang hari.Aku sudah sampai di rumah, setelah perjalanan setengah jam naik angkutan umum.Mama terlihat sibuk membersihkan peralatan bekas masak di dapur. Inilah pekerjaan Mama setiap hari di rumah, membersihkan rumah, mencuci, serta menunggu kami yang pulang sekolah dan kerja.Makan siang sebenarnya sudah siap di meja dapur, tapi demi melihat Mama yang masih sibuk kerja, aku tidak jadi makan duluan, menunggu Mama selesai.Aku sudah ganti baju, ganti pakaian biasa, dan menggantung seragam sekolah di lemari kamar, dipakai lagi besok.Sambil menunggu Mama selesai mencuci peralatan, entah apa saja namanya yang dicuci Mama selama ini, aku membaca novel di depan Tv yang menyala. Aku sangat suka sekali membaca novel, terutama novel yang sangat kental dengan kisah fiksinya, tentang masa depan bangsa ini yang akan tenggelam.Setelah Mama selesai mencuci, Mama menghampiriku.“Kamu belum makan, Nisa?” Mama bertanya dengan nada yang sedikit kelelahan.“Mama lama banget tadi kerj
Setelah sampai di rumah Zila.Rumah Zila biasa-biasa saja, sama seperti dengan rumahku. Terdiri dari dua lantai, dengan pintu menghadap kebarat, rumah itu tampak ramah dengan siapa saja yang mendatanginya. Bunga-bunga dengan aneka jenis ada di halaman rumahnya meski tidak terlalu luas.Teman-temanku sudah sampai semua sebelum aku sampai. Mereka sedang bicara satu dengan yang lainnya.Syukurlah, Zila sepertinya tidak mengingat tentang pembicaraan tadi siang, jadi aku tidak harus khawatir menahan malu jika Zila mengejek. Tapi aku salah, ternyata Zila langsung memulai percakapan dengan tema itu.“Cie … yang lagi mikirin seseorang, sampai datang terlambat.”Zila langsung mulai percakapan itu setelah aku masuk kamarnya. Kami belajar di kamarnya. Cukup luas, jadi tidak perlu belajar di ruang tamu.“Apaan sih. Aku ke sini mau belajar tau, bukan lagi mau debat dengan kamu, Zila.” Aku menjawab dengan sedikit tidak menghiraukan teman-teman yang lain.Kami semua sekarang berjumlah empat orang. A
Pagi hari, seperti biasa, setelah berkali-kali dibangunkan Mama.Kali ini, aku sudah mandi dengan air hangat. Dan sudah memakai seragam sekolah.Seperti biasa, aku dan keluarga berkumpul sebelum malakukan aktivitas masing-masing. Sarapan.“kamu kok nggak seperti biasanya, Nisa?” Mama mulai pembicaraan di meja makan.“Nggak sama bagaimana sih, Ma?” Aku balik bertanya.“Tidak biasanya kan kamu berangkat sekolah memakai parfum sewangi ini? Atau jangan-jangan …,” Mama menolah ke arah Papa, tidak melanjutkan pembicaraan.“Biarin saja, Ma. Nisa kan sudah mulai dewasa. Wajar saja jika dia mulai memperhatikan penampilan. Tidak seperti Mama dulu, yang selalu berpakaian kusut jika berangkat sekolah.” Sahut Papa, sepertinya sedang berpihak kepadaku, tidak membela Mama yang mengejekku.Mama merengut, pertanda bahwa Mama tidak suka diejek seperti itu. Tapi tidak dengan Papa, dia masih tertawa sekali-kali melihat Mama yang masih merengut.Ini sungguh pagi yang indah. Di luar sana, matahari bersinar