“Kurang ajar! Siapa kamu? Berani masuk ke kamar saya?”
“Sa…Saya…”
Gelmar masih terpaku untuk sesaat. Matanya yang besar itu tampak menyala. Jakunnya naik turun. Kemolekan tubuh seorang gadis yang masih ramping itu begitu menawan. Mahkota rambut merahnya semakin menambah kesan berani dan sexy. Sesuatu menyembul besar dan tidak terkendali.
Si Gadis yang diperhatikan seperti itu langsung meraih selimut untuk menutupi tubuhnya. Wajahnya merah padam. Pria asing berpostur besar. Rahang keras dan leher betonnya begitu sempurna menopang kepalanya yang botak. Namun, tetap saja dia merasa tidak nyaman dengan tatapan mesum yang seolah ingin menelannya hidup-hidup.
"Dasar lelaki mesum! Kamu ingin melecehkanku ya? Keluar kamu dari sini!"
Gelmar menggeleng-gelengkan kepala. Tampak salah tingkah sambil melihat ke sekitar dan kembali tertuju ke gadis yang sudah kemerahan itu. Dia menyeringai malu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Maaf, Nona. Sepertinya saya salah kamar.”
“Enggak! Kamu pasti sengaja! Dasar penguntit!”
“Beneran, Nona. Saya tidak sengaja masuk. Saya pikir ini kamar saya…”
Belum sempat menjelaskan semuanya, mendadak gadis itu histeris. Meminta Gelmar untuk segera pergi. Gelmar panik. Bukan karena takut terdengar oleh penghuni kamar lain. Mengingat kamar paling atas itu sangat private dan kedap suara. Sangat mustahil suara terdengar. Hanya saja, dia tidak ingin masalah berbuntut panjang, dengan diusirnya dia dari hotel ini dan terkena pasal pelecehan. Gadis itu sepertinya sangat mampu melakukan hal itu.
“Cepat! Pergi!”
Gadis itu menghujani Gelmar dengan apapun yang bisa dilempar. Gelmar beringsut menangkis dengan segera menutup pintu. Mengelus dada sejenak karena selamat dari amukan gadis dengan kemolekan tubuhnya yang sangat menawan. Dan kalau diperhatikan lagi rambutnya tampak dicat kemerahan.
“Sial! Itu sebabnya aku tidak ingin dekat-dekat dengan wanita. Mereka lebih berbahaya dari mafia manapun jika marah besar!” ucap Gelmar seraya mengelus keningnya atas kejadian barusan.
Tapi, Gelmar tak dapat memungkiri, wanita barusan benar-benar cantik dan seksi, bahkan sempat membuat hasrat lelakinya naik seketika!
“Duh, ternyata memang salah kamar.”
Gelmar menepuk jidatnya sambil terkekeh sendiri. Tertera nomer kamar dari kartu akses yang ada di tangannya.
“Sepertinya kamar wanita itu memang tidak terkunci sejak awal, bodoh sekali…”
Gelmar masuk di kamar seberangnya setelah men-tap kartu. Sejenak, dia menenangkan diri dari sesuatu di bawah sana yang menggeliat gagah tanpa kompromi. Birahinya masih belum terkendali gara-gara insiden tadi.
“Tunggu dulu.”
Dia menyadari sesuatu. Diambilnya sesuatu dari saku jas lusuhnya. Beberapa foto dia perhatikan dengan lamat-lamat.
“Putri angkat nomer 6. Miranda Houston.”
Iya, tidak salah lagi. Dari fotonya sangat mirip sekali. Artis besar yang menyimpan banyak bakat. Modelling, Acting, bahkan penyanyi. Terkenal karena totalitasnya, sehingga sangat pantas dan layak kalau dia mendapatkan predikat sebagai artis dengan bayaran paling mahal di negeri ini.
Gelmar langsung merasa bersalah. Dia sempat melihat tubuh polos wanita yang seharusnya ia jaga itu. Dia teringat dengan amanat mendiang Sancez yang memintanya untuk pergi mencari keenam anak angkatnya, menjaga mereka seperti keluarga sendiri. Dan salah satunya telah berhasil dia temui sekarang. Artinya dia masih harus mencari kelima anak perempuan angkat Sanchez yang lain.
“Aku harus menemuinya dan segera minta maaf. Aku harus menjelaskan bahwa aku adalah utusan dari Eyang Sancez. Yang berarti aku adalah kakak angkatnya.”
Gelmar menyapu wajahnya. Menghempaskan punggung lebarnya di sofa kamar yang seperti kempes tertimpa badan besar Gelmar. Beristirahat sejenak setelah melakukan pergelutan panjang dengan gang mafia yang lain. Perebutan wilayah menjadi pemicunya. Namun, pada akhirnya group mafia Sancez dibawah kendalinya yang menang. Itulah alasan kenapa, dia datang lecek lusuh ke hotel ini. Bahkan, sampai dianggap gembel.
Baru beristirahat sejenak, tiba-tiba televisi lcd di depannya menyala. Tertera ucapan selamat datang untuk tamu VVIP Red Carpet.
[Selamat datang untuk Para Tamu VVIP yang terhormat. Have a great night]
Gelmar menegakkan tubuh besarnya. Dia baru ingat tentang statusnya sebagai tamu VVIP. Dia belum mempersiapkan apa-apa. Dia pun merogoh iphone keluaran baru di sakunya. Menghubungi anak buahnya untuk mempersiapkan stelan jas rapi dan peralatan grooming pria.
“Segera bawa ke hotel Grand Hyatt malam ini juga.” Begitu perintahnya.
Sepertinya akan menjadi momen yang pas ketika Gelmar berpakaian rapi dan kembali menemui Miranda untuk meminta maaf, karena mustahil dia meminta maaf malam ini juga. Yang ada nanti dia akan kena damprat oleh artis bertubuh hot, yang hampir membuatnya khilaf itu.
Keesokan harinya, Gelmar sudah berdiri di depan cermin hias. Penampilannya berubah total. Lebih rapi dengan jas yang sangat ketat ditubuhnya. Menonjolkan otot-otot kuatnya. Leher beton ke atas. Jenjang dengan rahang kokoh tanpa jambang. Malah menambah kesan tegas berwibawa.
Gelmar bangga dengan mengusap-usap kepala plontosnya. Idealis dan apa adanya. Tidak lekang oleh trend rambut apapun. Terlihat sangat macho dan menggoda. Terutama, dalam imajinasi nakal para wanita. Merasakan bercinta dengan aktor-aktor pahlawan film Hollywood adalah gambaran Gelmar sesungguhnya.
Gelmar menanti saat yang tepat ketika mendengar para tamu VVIP yang berkerumun di lorong lantai. Mereka akan menuju ballroom di mana akan dilaksanakan pagelaran Red Carpet.
Gelmar keluar setelah suasana sudah sepi. Penampilannya sungguh berbeda. Bahkan, tidak ada yang menyangka kalau pria gembel yang hampir diusir kemaren. Menjelma menjadi sosok pria gagah. Aktor laga, petinju. Kalah telak pesonanya dibanding Gelmar.
Sesuai dugaan Gelmar, baru saja masuk ke ballroom. Semua mata tertuju kepadanya. Terutama para wanita muda, wanita bersuami. Yang nyaris tidak berkedip. Bahkan, ada yang terang-terangan mnunjukan wajah sensual padahal ada suami di sebelahnya.
“Bukannya itu si gembel botak kemaren ya. Penampilannya keren gitu.”
“Astaga. Gagah sekali. Jadi enggak kuat.”
“Jangan-jangan dia orang penting yang menyamar. Dia mau nge-prank kita.”
Gelmar hanya tersenyum. Sama sekali tidak menggubris obrolan mereka. Tujuannya ke Ballroom ini hanya untuk bertemu dengan Miranda Houston.
Ballroom sudah dipenuhi oleh para tamu undangan. Tidak berapa lama. Acara dimulai. Para model mulai melenggang di catwalk.
Suasana berubah makin riuh tatkala, seorang model bertubuh sempurna. Tergerai mahkota rambut merah berjalan dengan anggun membelah catwalk di tengah-tengah penonton.
Gelmar yang menyaksikannya tidak kunjung berkedip. Gadis yang dia pergoki tanpa busana sekarang berada di hadapannya dengan penampilan yang sangat memukau. Lebih terlihat pesonanya begitu menawan. Bahkan, Gelmar baru tersadar dan ikut tepuk tangan begitu Miranda selesai unjuk diri.
Acara selesai, Gelmar segera pergi ke bagian belakang ballroom di mana tersedia elevator khusus artis. Benar saja, di sana dia bertemu dengan Miranda yang dikelilingi oleh para bodyguard.
“Miranda! Tunggu!”
Kerumunan bersama Miranda itu berhenti melangkah. Menoleh hampir bersamaan ke arah Gelmar. Miranda yang melihatnya terkejut. Tidak bisa menyembunyikan raut wajahnya yang merah padam akibat kejadian kemaren.
“Miranda, maafkan saya soal yang kemaren. Saya benar-benar tidak sengaja. Oh, iya perkenalkan, saya Gelmar utusan dari Sancez.”
“Plak!”
“Mau apa kau hah! Dasar Lelaki Carut!”Belum juga menjelaskan, Gelmar sudah mendapatkan tamparan keras. Dicecar di hadapan para pengawalnya. Hal yang sangat dimaklumi mengingat kelakukan Gelmar semalam. Dia juga melihat raut wajah Miranda yang merah padam, antara emosi dan juga menahan malu.“Miranda, saya minta maaf atas kejadian semalam, tapi tolong beri saya waktu. Ada hal penting yang harus saya bicarakan.” Gelmar berkata dengan wajah tegang. Walaupun tidak berpengaruh sama sekali dengan wajah garangnya. Tetap saja, dia dicap sebagai lelaki berandal, brutal, mesum. Yang membuat Miranda meluap-luap membencinya.“Miranda, Miranda! Jangan menyebut-nyebut nama saya seolah kita saling kenal ya! Kamu itu cuma orang rendahan! Pengutit! Atau….”Miranda menggantung perkataannya. Gelmar memandang lamat-lamat. Dia tahu kalau wanita di hadapannya meledak-ledak. Di sisi lain, Miranda juga sedikit gelagapan. Gelmar melawan pandangan matanya. Berusaha mengambil simpatik wanita berambut merah it
“Kamu mengenalku?”Gelmar memeriksa foto-foto yang ada di sakunya. Tidak diragukan lagi. Si Tomboy dengan kemampuan bela diri yang mumpuni. Jawara dalam berbagai turnamen nasional. Istimewanya lagi dia sudah menggunakan sabuk hitam.“Namaku Adelia Putri. Putri angkat ke tiga. Aku tahu kamu lewat pesan telegram Sancez.”Gelmar bisa bernafas lega. Akhirnya ada salah satu putri angkat yang mengenalnya. Memang dari awal perasaannya sangat klop dengan gadis tomboy ini.“Sekarang kita fokus menyelamatkan Miranda. Lawan kali ini bukan main-main. Aku berharap kamu bisa mengerahkan semua kemampuanmu.”Mobil yang mereka ikuti berhenti di sebuah gudang. Adel menaikkan laju kendaraannya tepat ketika pintu gudang itu akan ditutup.“Brak!”Mobil offroad itu berhasil masuk. Menimbulkan efek debu beterbangan. Muncul bayang-bayang Adel dan Gelmar yang turun dari mobil itu.Sosok mereka jelas begitu melangkah ke depan mobil. Baru pada saat itu. Pandangan mulai kentara. Terlihat puluhan orang mengacungk
“Bedebah! Ada lapis keduanya!”Gelmar menatap nanar. Pasukan itu terlihat lebih padu. Pakaian rapi serba hitam dengan dalaman kemeja berwarna putih. Topi datar yang familiar. Lengkap dengan persenjataanya. Gelmar sendiri tentu belum mampu menaklukan mereka.“Tikus got-nya besar juga ternyata.”Pria paling depan berkata sambil memainkan tusuk gigi. Picingan matanya terlihat dari balik kaca mata hitam yang dia pakai. Gaya meledek ala pemimpin sebuah pasukan kacangan.“Rata semua pasukan lapis satu. Pertunjukan sirkus yang bagus.”Yang lain menimpal. Menganggap Gelmar hanyalah binatang sirkus yang hanya bisa menaklukan pasukan remahan mereka.Gelmar tersungut. Namun, sebisa mungkin meredamnya dalam dekapan Miranda yang ketakutan. Agak terpaksa, dia melepas Miranda di sisi tembok bangunan. Berbicara lembut dengan Miranda sejenak.“Jangan terlalu cemas ya, aku akan melawan mereka dulu, setelah itu kita pulang.”Kerlingan mata indah itu tertuju pada sorot mata dalam. Terasa hangat. Penuh ta
“Uh.”Untuk beberapa saat, Gelmar ingin waktu berhenti. Menikmati momen mendaratnya rahang tegas ke sesuatu yang terasa padat dan kenyal. Rasanya ingin mimisan saja.Namun, momen itu tidak bertahan lama saat bentakan keras terasa memekakan telinga.“Ih!”Seketika wanita berambut pendek berkaca mata itu agak menjauhkan wajah Gelmar yang menempel. Tanpa melepaskan cengkramannya. Merasa geli dan jijik. Padahal, dia sendiri yang menarik paksa.Inilah kakak pertama. Putri tertua dari semua putri di sini. Sekar Melani. Seorang dokter bedah yang cukup terkemuka. Kesan auranya lebih galak dari yang lain. Bahkan, Stevani pemimpin pasukan khusus dan Gwen pemimpin Mafia kalah telak. Mungkin karena dia adalah sosok yang paling dituakan.“Ini dibilang utusan Sanchez? Yang benar saja?”Sekar tertuju ke semua saudara angkatnya. Seolah-olah meremehkan pria lusuh yang dipandang tidak memiliki kemampuan apa-apa, selain perawakannya yang macho sekali.“Tapi, Benar Kak. Dia utusan Sanchez.”“Diam kamu Ad
“Ah!”Gelmar terhenyak sesaat menyadari kecerobohannya yang membuka pintu kamar mandi tanpa mengetuk. Alhasil yang ada di hadapannya sosok badan sekal langsing khas atlet. Lengkap dengan keindahannya tanpa tertutup sehelai benang pun.“Gila kamu ya! Main masuk saja!”Pria berkepala pelontos itu serasa tertampar. Wajahnya bersemu merah. Cengiran terlihat antara malu dan bingung.Insiden itu cukup menghentikan waktu beberapa saat sampai Adel yang langsung buru-buru mengenakan handuk. Kedua tangan mulus tapi kencang itu langsung mendorong perawakan Gelmar sampai hamper agak terjengkang keluar dari kamar mandi.Punggung besar Gelmar terhantam di sudut ruangan. Disudutkan oleh wanita tomboy yang kesehariannya selalu terlihat easy going dengan rambut yang terkuncir, Tampak sorot matanya yang tajam menikam seolah ingin menelan Gelmar hidup-hidup.Bukannya tersadar oleh kesalahannya. Malah Gelmar terhipnotis aroma sabun yang menyeruak dari badan wanita tomboy itu. Badan setengah telanjang yan
“Segera keluar dari mobil ini, Adel!” Adel terperanjat ketika mendengar aba-aba dari Gelmar. Begitu melihat Gelmar melompat. Adel pun segera melompat. Dia sempat mendarat ke tanah dan terguling-guling sebelum beberapa saat kemudian mobil meledak.Duar!Adel mematung. Pandangannya terpana ke arah ledakan mobil yang membentuk jamur raksasa sungguh sangat menakutkan. Apa jadinya kalau tadi sedetik saja dia terlambat melompat.“Kamu enggak apa-apa?” Gelmar menghampiri Adel. Mengangkat tubuh gadis itu. Memberi kode kepada sekuriti yang mendekat untuk mengambil air. Meminumkannya ke Adel.Beberapa teguk mengalir di tenggorokan Adel, baru terdengar suara helaan nafas Adel yang berat. Wajahnya yang pucat pasi tampak panik. Dia memegang kedua lengan besar Gelmar.“Gelmar! Kita dalam bahaya Gelmar! Mereka sudah ada di sekitar kita!”Adel tak mampu menyembunyikan ketakutannya. Dia yang selama ini dikenal sebagai sosok yang tegar, periang, dan easy going menjadi menciut gara –gara insiden ini
“Bos, ada orang gila yang ngaku-ngaku keluarga bos.” Juan penuh semangat mengadu kepada Hana. Berharap bos-nya itu akan mencaci Gelmar dan mengusirnya dari depan gedung itu. Namun, reaksi Hana justru mengejutkan. “Siapa yang kamu maksud orang gila?” Mata Juan melotot. Dia benar-benar tidak menyangka reaksi sang bos. Padahal, jelas-jelas Juan menunjuk ke arah Gelmar. Pria berpakaian kumal lusuh. ‘Jangan-jangan benar yang dikatakan Gelmar tadi kalau Hana adalah saudaranya,’ Juan membatin. Peluh mulai membanjiri keningnya. “D-dia, Nyonya. Nyonya enggak mungkin kan punya saudara gembel seperti dia?” Juan mempertegas pertanyaannya. Dia masih yakin kalau Gelmar, lelaki yang dulu dia pandang remeh di masa sekolah mempunyai saudara CEO paling terpandang di negeri ini. Sangat mustahil! “Kalau emang iya, kenapa?” Wajah Juan langsung memucat. Rasanya ingin merobek saja wajahnya. Melempar jauh-jauh. Serasa tertampar sebuah fakta di luar dugaan. “Jadi…” Dengan gerakan slow-motion, Juan
“Tolong, lepaskan aku.”Miranda merintih begitu penutup kepalanya dibuka. Sumpelan kain di mulutnya di lepas.“Kita ketemu lagi nona manis.”Miranda tak mampu menyembunyikan ketakutannya begitu melihat siapa yang ada di hadapannya. Tiga orang bertudung berpakaian misterius yang dulu pernah menculiknya kini hadir di hadapannya. Tidak hanya dia, melainkan banyak anak buah yang mengelilinginya.Miranda meneguk ludah. Dia benar-benar dalam ketakutan luar biasa. Dia masih ingat. Ketika mobil yang mengantarnya melaju tadi. Di tengah jalan dia dihadang oleh beberapa mobil.Dan entah sekejap mata tubuhnya langsung berpindah dan sekarang dia berada di sini.“Kami melakukan penculikan ini karena perintah dari seseorang yang sekarang menjadi saudaramu.”Salah seorang dari mereka mengungkapkan sebuah rahasia. Miranda tampak mengernyit. Saudara yang mana? Apakah saudara-saudara tirinya?“Siapa yang kamu maksud? Mana mungkin saudari-saudari tiriku melakukan penculikan? Aku sangat tahu mereka? Janga